CHAPTER 41

3.1K 478 75
                                    

Note: Chapter ini bakalan banyak perpindahan POV karakter, jadi Author minta untuk baca dengan teliti yaa(*'ω'*)

❀•°•══ஓ๑♡๑ஓ══•°•❀

.

"Kamu sungguh akan pergi?" Aku bertanya pada adikku yang mengemas barang-barangnya.

"Ya. Untuk sementara," jawabnya singkat. Tumben.

Aku tak lagi merespon dan hanya memandanginya mengemas barang sembari memasang raut yang menunjukkan kemuakkan.

Adikku, Zagreus, ia memutuskan untuk pergi dari Kaltain dan memulai 'hidup'-nya di Benua seberang. Mungkin semua itu disebabkan kekecewaannya terhadap ayah yang tidak konsisten terhadap ucapannya.

Keributan terjadi lagi karena Zagreus mengamuk dan mengacak-acak seisi ruang kerja ayah, ia tetap membela Libitina sampai akhir.

Padahal beberapa menit yang lalu ia mengamuk dan mencoba membobol pintu ruang Penghukuman dengan berbagai cara, bahkan sampai merusak banyak Artefak yang kumiliki. Namun, ruangan yang dibuat oleh Penyihir Agung itu mana bisa didobrak hanya dengan Artefak sihir. Tidak setara.

Hingga amukan itu terhenti sebab Zagreus nampak menyadari sesuatu yang memukulnya lebih keras lagi. Lalu kini beginilah dia, memutuskan untuk pergi.

"Kamu sungguh pergi hanya karena ucapan yang ingkar?" tanyaku keheranan.

"Tak hanya itu, Kak." Bantahnya sembari menoleh ke arahku. "Aku hanya merasa ... Aku terlalu lemah. Aku tidak berdaya jika di hadapan Ayah, dan aku membencinya."

Aku mengernyit. "Kamu terlalu dramatis, Zagreus."

"Sungguh? Kakak menganggapku dramatis? Memangnya--ck! Orang jenius seperti Kakak tidak akan mengerti." Dia berdecak dengan kesal, lalu mengangkat barang bawaannya.

Aku terkejut. Apakah pernah Zagreus bertingkah seperti ini? Tidak. Tidak pernah sekalipun dalam hidupku. Adikku ini sangat menurut padaku apapun yang terjadi. Namun, kini semuanya nampak ada yang berubah. Dia bukan adik penurutku yang usil.

Zagreus menggertakkan giginya seakan menahan sesuatu yang ingin ia lontarkan. Dia menahan untuk bicara. Zagreus. Zagreus yang selalu bicara apa saja yang ia pikirkan mau bagaimana dan seberapa kasar ucapan itu. Kini anak itu menahan diri untuk membuka suara.

"Aku pergi," pamitnya. Namun ia masih berdiri pada tempatnya, seolah menunggu sesuatu. "Tenang saja, Kak. Aku akan kembali jika aku merasa sudah cukup kuat."

"Kamu kuat, Zagreus."

"Setelah apa yang terjadi? Kurasa tidak, Kak."

"Kamu kuat, Zagreus. Kamu memimpin Pasukan 01 bukan tanpa alasan." Aku tetap kekeuh. "Bahkan sebelum ini pun kamu berhasil mengalahkan--"

"Cukup, Kak! Cukup. Akan kuperjelas lagi, oke? Aku ini tidak kuat. Aku memang mengalahkan wyvern, tapi itupun berkat dirimu. Aku selalu berlindung di balik punggungmu seperti pengecut. Seluruh keluarga kita mengetahuinya, bahwa aku ini hanyalah bayanganmu. Aku selalu berlindung."

"'Zagreus tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Luell.' Kakak pikir berapa kali aku mendengar itu, hah? Berkali-kali! Apakah pernah sekalipun dalam hidupku aku tidak mendengar ucapan itu? Tidak. Aku memang membiarkannya, namun semakin hari ucapan itu semakin membuatku merasa sesak untuk bernapas. Sampai hari ini, di mana Ayah sekalipun tidak menghiraukan diriku." Dia terkekeh dalam tangisnya.

Dia menangis lagi. Hatiku melengos seketika melihat air matanya mengalir.

"Zagreus-- kamu ...!" aku tidak tahu harus berkata apa.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang