CHAPTER 33

5.7K 711 62
                                    

Selama beberapa jam, beberapa cangkir teh yang habis, beberapa kali camilan diganti, kami terus bicara mengenai ini dan itu. Sejujurnya hanya Hans yang banyak bicara, aku hanya mengkoreksi dan mempertanyakan beberapa bagian dari rencananya.

Rencananya begitu bagus di awal, aku menyukai beberapa bagian dari rencananya. Perencanaan konstruksi toko dan sekitar, menu, sampai fasilitas apa saja, kami merencanakannya. Tentu, Hans lah yang merencanakan sebagian besarnya. Dengan berdiskusi tentang ini-itu, akhirnya kami mencapai sebuah final di mana akhirnya pembicaraan sampai pada pembagian keuntungan.

"Berapa banyak yang Anda inginkan, Nona?" Hans bertanya setelah menggulung selembar denah.

Bibirku tersenyum di pinggir cangkir teh yang baru saja kuminum. "Seberapa banyak yang akan kau berikan padaku, Hans?" tanyaku balik kepadanya.

Hans menekan ujung bibirnya dengan ibu jari, berpikir. "Bagaimana jika tiga puluh lima persen?"

Bukanlah tawaran yang buruk, menurutku. Namun tiga puluh lima bukanlah angka yang kuinginkan. Seharusnya dengan angka sebesar itu diriku harus menerimanya, toh aku hanyalah investor, akan tetapi layaknya makhluk serakah yang tidak pernah puas, aku ingin lebih dari itu. Meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Aku ingin itu.

Sepuluh sampai tiga puluh adalah angka yang sewajarnya diberikan kepada investor di duniaku. Lebih tinggi dari itu, maka disebut penipuan.

"Empat puluh satu." Ujarku penuh keyakinan dengan segaris senyuman.

Meskipun di duniaku harusnya sekitar sepuluh sampai tiga puluh persen, tapi persetan, tidak ada peraturan itu di sini. Simpan saja keadilan itu demi keuntunganku.

Hans terbelalak dengan angka yang kusebutkan. "Y-ya? Nona... Itu terlalu tinggi."

Dia menolak.

Aku langsung memudarkan senyumku seakan kecewa. "Apa maksudmu terlalu tinggi?" Tanyaku penuh nada kekecewaan. Menautkan alisku.

Kuletakkan cangkir teh kembali ke tempatnya. Detingan suara cangkir itu menambah ketegangan yang datang menyapa begitu saja. "Aku memberi modal awal untuk toko ini, pun jika toko ini berkembang, aku akan kembali memberi modal yang diperlukan. Lalu jika kau ingin promosi atau mengembangkan menu, aku akan memberi saran. Kurang besar apalagi kontribusiku ini?" Diriku berkata dengan serius sedikit memelas.

Hans menunjukkan raut bersalahnya dengan gamblang, tak berniat menyembunyikannya. Jemarinya tak bisa diam, terus bergerak-gerak gelisah.

Hans ini, caranya membuat rencana membuatku takjub, akan tetapi sungguh sepele caraku untuk menusuk hati nurani miliknya. Sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya, tidak juga berniat memasang topeng penuh kepalsuan, apalagi mencoba membual, dia sangatlah murni sampai membuatku hampir mengasihaninya.

Helaan napasku membuatnya langsung tertunduk.

"Coba kau pikirkan, mana ada investor sebaik diriku? Di mana-mana mereka pasti hanya memberi uang dan masa bodoh, kan? Lalu hanya berteriak jika ada kesalahan, lebih buruknya mereka menarik uang mereka. Coba kau cari, di mana bisa dirimu mendapatkan investor yang siap memberimu uang sebegitu mudahnya tanpa membuatmu memohon hingga berlutut?" Aku mengeluarkan jurus andalan manipulator bisnis yang digunakan pada pebisnis ingusan.

Hening sudah ruangan ini. Hans masih menimbang-nimbang sedangkan diriku masih duduk santai melihatnya tertunduk. Bunyi detik jam terus menjadi musik dalam ketegangan ini. Hans masih belum bisa memutuskan.

Aku menghela napas kecewa. "Sudahlah, Hans."

Hans seketika mendongak. Menatapku dengan waswas. Ujung bibirku naik dengan perasaan pedih, mataku menatapnya sendu.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang