CHAPTER 27

7.3K 915 26
                                    

Ugh..! Kepalaku sakit.

Rasa sakit yang terasa membuatku ingin segera jatuh dan tidur. Kepala berdenyut di berbagai tempat seolah-olah berlarian, terkadang terasa seperti ditusuk berkali-kali di titik yang sama. Aku merasa pandanganku mulai pergi ke mana-mana, tidak bisa fokus, berkunang-kunang.

Tubuhku terasa lemas tidak berenergi, darahku seakan mengalir dengan lambat. Nafasku tidak teratur, tidak tersengal-sengal seperti kehabisan napas, hanya bernafas dengan begitu lambat. Paru-paruku pun terasa sesak karena lambatnya diriku mengambil oksigen.

Aku seperti akan ambruk saat ini juga..

Diriku kesulitan mempertahankan postur tubuh yang tegak, tubuhku semakin melemas seiring berjalannya waktu.

"Libitina?" Zagreus memanggil dengan pelan.

Aku hanya meliriknya sekilas.

Pikiranku kosong, aku tidak bisa memikirkan apapun, tubuhku terlalu lelah untuk sekadar berpikir.

Merasa napasku kian melambat, diriku berinisiatif mengambil napas secara manual. Menarik napas sedalam mungkin, lalu menghembuskannya lewat mulut dengan perlahan. Sekali-dua kali kulakukan, terus kulakukan hingga merasa lebih baik. Kuharap. Ambil napas, hembuskan, ambil napas, hembuskan.

Aku kehilangan fokus, mataku berkedip-kedip supaya diriku mampu merebut kembali fokusku.

Jangan sekarang ... Jangan...

"... Baik-baik ... Libitina..?" Suara Zagreus terdengar samar dan bergema.

Mataku melihat sekeliling yang buram dan bergerak-gerak seakan-akan diriku terkena ilusi. Sekali kedip, dua kedip, wajah Zagreus tak terlihat.

"Libitina..?"

Diriku menyipitkan mata demi melihat wajahnya. Masih tidak terlihat. Pengelihatanku makin tak jelas.

Tarik napas dengan benar... Dea.

Ambil napas, hembuskan, ambil napas, hembuskan. Sial, diriku tidak merasa lebih baik.

Jantungku berdegup kencang, dadaku terasa sesak, kesulitan bernapas dengan benar. Usahaku sia-sia. Bernapas secara manual tidak membantu. Aku berhenti bernapas, menahan napas sebisa mungkin.

Pandanganku perlahan-lahan semakin buram dan gelap. Aku kesulitan melihat apa yang kulihat saat ini. Apakah wajah Zagreus? Atau Merikh yang di depanku? Atau rak buku? Entah.

Pandanganku kian menggelap. Menggelap. Menggelap. Menggelap---

"Hei!" Zagreus menyergah dengan membentakku. Pandanganku kembali normal sesaat.

"Ya..?" Balasku dengan lemah.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya pelan. "Aku benar-benar tidak bisa memastikan karena penutup matamu." Dia berdecak, menyentuh pundakku, mengusapnya samar.

Aku mengangguk pelan. "Mmn."

Zagreus membiarkannya lewat begitu saja. Hembusan napas panjang keluar dari mulutnya.

"Sebelum saya kembali... " Sial, mataku kembali berkunang-kunang. Sesak pada dadaku kembali lagi dengan sekejap, diriku menghela napas kuat. "Saya berada di pusat hutan Kegelapan.."

Diriku mengedip-ngedipkan mata, mencoba memperjelas pengelihatanku. Satu kedip, dua kedip, sampai kedipan ke lima. Nihil. Mataku malah terasa berat, pengelihatanku semakin buram sekaligus gelap.

"LIBITINA!"

.


.

__o0o__

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERWhere stories live. Discover now