CHAPTER 20

10.5K 1.1K 42
                                    

"Ew."

Lendir bergerak, menempel pada pohon-pohon besar yang telah mengering, mengeluarkan bau seperti bangkai manusia, merintih dengan mengerikan. Ahmya, makhluk itu di hadapanku dalam jarak sepuluh meter.

Lendir monster itu menyebar seluas lima meter, dan bergerak-gerak. Lendir yang menempel pada pohon menetes ke tanah hitam -yang entah menghitam karena lembab atau racun- kemudian kembali lagi ke tubuhnya. Tetesan lendir itu bergerak seperti lintah.

Menjijikkan. Benar-benar menjijikkan.

Monster itu terlihat seperti noda ingus pada kain yang menghitam dan bau. Menyengat. Tak memiliki tubuh apapun selain lendir yang menyebar, terdapat gundukan tinggi pada lendir itu, dan di sanalah terbentuk wajah bergigi tajam dan banyak, wajah itu tak hanya satu, dan bergerak-gerak seperti memperebutkan tempat. Berdesakkan. Hanya di wajahnya jantung Ahmya berada.

Aku menajamkan pengelihatan, mencari-cari sesuatu yang berwarna merah. Jantung Ahmya. Aku merasa merinding melihat wajah-wajah Ahmya yang bergerak seperti berdesakkan. Rintihannya pun tetap menggema dan bersahutan meskipun aku berada di dekatnya.

Ketemu. Tonjolan aneh di antara wajah-wajah bergerak yang terlihat seperti jerawat batu. Bentuknya tidak terlihat jelas, tapi bisa ku asumsikan bahwa Ahmya satu ini cukup kuat. Tonjolan itu hampir bulat sempurna.

Aku mengambil batu tajam. Mengambil ancang-ancang untuk melemparnya. Diriku mengalirkan Mana secukupnya agar batu itu tidak pecah. Kedua tanganku menggenggam batu, ku tarik ke belakang, kaki kiriku tertekuk dan terangkat, dengan kekuatan penuh ku lempar batu itu laksana pelempar bola tenis handal.

Batu itu melesat cepat, SPATS! tepat mengenai salah satu wajah Ahmya. Hilang, hangus, atau raib. Batu itu lenyap sepersekian detik setelah mengenai wajahnya, hampir tidak terlihat. Batu itu dilahap dengan cepat.

Dia benar-benar anti kekuatan fisik dan sihir. Jika Mana saja tidak mempan, apalagi sihir.

"Sial..!" Ahmya mulai aktif. Para mata berlendirnya melirik kesana-kemari bak orang kesurupan, rintihannya menggema semakin keras, lendirnya bergerak cepat berputar-putar, mengeluarkan gas beracun yang tentu enggan untuk ku hirup.

Aku menghentakkan kaki, menjauh. Bahaya jika gas itu terhirup. Sudah ku bilang, Ahmya itu beracun.

Pohon-pohon sekitar menghitam, mengering bak disedot sari kehidupannya. Rumput yang bahkan tak banyak layu seketika. Mati secepat kilat. Bau menyengat Ahmya membuatku hampir muntah. Bau itu semakin tak tertahankan.

Aku mengambil jarak lima meter. Sosok Ahmya tertutupi oleh semak-semak, akan tetapi aku tidak berniat untuk memotong semak-semak itu.

Dengan mata sebanyak itu, Ahmya tentu mampu melihatku. Ahmya tidak akan menyerang, dia tahu betul bahwa dirinya tak tersentuh, hanya saja gas beracunnya akan semakin menyebar dan beracun. Mematikan. Tak mungkin juga diriku terus menahan nafas.

Gigi tajam Ahmya yang berlendir bergerak-gerak merintihkan sesuatu secara acak. "Uuhh! Guoohh.. Kiikk!"

Ahmya benar-benar seperti ingus busuk yang membandel.

"Jadi ... Bagaimana ini?" Tanyaku pada angin lewat sambil menatap Ahmya dari atas pohon. Aku sempat untuk memanjat.

"Fisik dan sihir tidak mempan, pun tidak bisa meledakkan Mana jika sejauh ini, tidak punya elemen cahaya maupun kekuatan suci. Aku juga tidak bisa menggunakan elemen Kegelapan karena itu malah membuatnya semakin kuat, pun diriku belum mempelajari apapun tentang elemen ini." Aku mengacak-acak rambut frustasi. "Aaah! Merepotkan!"

Kekuatan suci dan elemen cahaya mampu memurnikan elemen Kegelapan sejenis energi buruk, kekuatan itu sungguh mempan pada Ahmya yang merupakan sekumpulan energi buruk.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERWhere stories live. Discover now