6

170 43 0
                                    

Seorang pria berjubah hitam berhenti sejenak untuk memandangi sebuah pintu besar dan kumuh yang telah beralih fungsi sebagai tempat istirahat bagi seorang pengemis. Dengan raut heran, pria berjubah hitam itu menghela nafas. Ia bertanya-tanya mengapa dia diberi alamat untuk datang ke tempat seperti ini. Di samping pintu besar itu, sebuah papan kayu penuh debu tergantung, bertuliskan nama 'Moha'.

Dengan kepala yang masih tergeleng, pria itu melangkah mendekati pintu. Ia memberikan sekeping koin kepada pengemis yang duduk di depan pintu. Pengemis itu menunduk sejenak, lalu terlihat seakan-akan menarik sesuatu. Ketika terdengar suara ringan dari dalam pintu, pria itu maju dan membukanya.

Pintu itu tertutup kembali, dan di hadapannya terhampar kain-kain berwarna-warni di tengah ruangan gelap. Pria itu melangkah maju, merentangkan kain-kain tersebut, hingga akhirnya cahaya menyilaukan memenuhi ruangan. Dari dalam cahaya itu, seorang pelayan wanita datang mendekat, wajahnya tertutup seluruhnya oleh topeng.

"Selamat datang di Restoran Moha, apakah Tuan sudah memesan tempat?"

Pria itu sedikit terkejut, menyadari perbedaan besar antara bagian dalam restoran yang begitu megah dan bagian luar yang tampak sederhana. Dinding-dinding di dalam berkilap dari lapisan emas ditambah dengan kain merah yang melapisi, menciptakan nuansa kemewahan. Semua orang di sana mengenakan pakaian mewah dan menyembunyikan wajah mereka di balik topeng atau kerudung. Restoran Moha dikenal sebagai tempat untuk transaksi rahasia yang aman dan tanpa risiko terbongkar. Tempat ini disembunyikan dengan baik dan memiliki harga yang mahal karena menjamin keamanan dan kerahasiaan para tamu.

"Tempat ilusi kedua."

Pelayan itu mengangguk penuh pengertian. "Silakan mengikuti saya, Tuan."

Dengan penuh perhatian, pria itu mengamati setiap detail interior yang begitu elegan tanpa kehilangan sentuhan misteri. Ia mengikuti pelayan melewati tangga dan akhirnya sampai di sebuah pintu hitam bertuliskan 'Ilusi'. Pria itu mengernyit, tempat ini memang benar-benar memikat dengan misterinya.

"Silakan masuk, Tuan. Jika Anda memerlukan sesuatu, cukup bunyikan lonceng di dalam."

Pria itu mengangguk dan melangkah masuk ke ruangan yang langsung ditemui oleh pria berpakaian elegan yang telah menantinya.

"Akhirnya, kau datang juga. Bagaimana kesanmu tentang tempat ini?"

Pria berjubah hitam membuka bagian depan jubahnya dan duduk di depan pria elegan tersebut. "Tidak buruk. Sekarang, apa yang ingin kau bicarakan?"

Pria lainnya tertawa ringan sambil menunjukkan selembar surat. "Kami menerima balasan yang memerintahkan penambahan beberapa 'bumbu' sebelum pertemuan berikutnya."

Pria berjubah hitam itu mengernyit, mengambil surat tersebut, dan perlahan membacanya. "Bandit?"

Pria di hadapannya tersenyum. "Ya, kita mulai dari tanah Baron di Ladisar. Keberadaan bandit Zenith pasti bisa memberikan manfaat tertentu, bukan?"

***

"Yang Mulia, saya lupa mengatakan jika baru-baru ini Baron Lupir datang ke mansion Nordryen untuk melaporkan bandit Zenith yang mengacau di tanahnya."

Kairos mengalihkan perhatiannya, "Tentang bandit Zenith?"

Asisten Kairos, Derian, mengangguk hormat. "Ya, Yang Mulia."

Namun, wajah Kairos mengekspresikan ketidakpuasan, "Bukankah ini adalah tanggapan yang terlalu lambat, Derian?"

Derian buru-buru menunduk dengan panik. "M-maaf, Yang Mulia. Saya benar-benar lupa."

THE WIZARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang