8

165 42 0
                                    

Di depan sebuah toko, ada beberapa anak kecil yang tengah berkumpul dan berbicara. Mereka berada di sisi jalanan pasar sehingga akses lewat menjadi sedikit sempit. Namun, tidak ada yang ingin menegur mereka sama sekali karena anak-anak ini adalah anak nakal.

"Kalian tahu cerita tentang seorang penyihir tidak?" Seorang anak lelaki berambut hitam bertanya.

Anak perempuan bergaun sederhana memukul lengannya dan mencetus. "Jangan bicara yang aneh-aneh! Mana ada penyihir di dunia ini, Lus!"

Lus mengaduh dan mengusap lengannya pelan. "Dengarkan aku dulu!" sergahnya, kemudian dia mulai merapatkan posisinya pada anak-anak yang lain. "Kalian tahu tentang orang-orang yang mati di kota ini, 'kan?"

Mereka semua mengangguk sebagai jawaban.

Lus menyeringai, "Ini pasti ulah penyihir!" paparnya.

Seorang anak lelaki yang bertubuh gendut berkata, "Hei, jangan bicara sembarangan!"

"Ck, kalian dasar bocah penakut! Ke sini mari aku ceritakan dongeng sang penyihir!"

Mereka saling berpandangan sesaat, melemparkan tatapan ketakutan. Akan tetapi, ketika menyadari banyak orang yang tengah berlalu lalang, akhirnya mereka mengikuti perintah Lus dan duduk dengan tenang.

Setelah puas melihat mereka, Lus mulai bercerita. "Ketika matahari telah tenggelam, dan rembulan telah terlihat, penyihir akan menculik anak-anak nakal dan menghipnotis mereka untuk mengikuti perintahnya. Lalu, mereka akan dibawa pergi ke hutan untuk di ... makan!"

"Tidak—"

"Aku belum selesai!" potong Lus cepat. "Biasanya penyihir akan memiliki warna mata semerah darah, memakai pakaian merah, dan memakai sebuah topeng!"

Anak-anak itu bergidik merinding begitu mendengarnya.

"Kemudian, jika kau bertemu dengan orang yang memiliki ciri seperti itu maka ... "

"Maka?" celetuk Ryby.

Kedatangan Ryby yang tiba-tiba membuat mereka terjengit kaget. Akan tetapi, mereka tidak berani berteriak dan terus diam dengan ketegangan luar biasa ketika melihat betapa miripnya ciri penyihir dengan Ryby.

Ryby tersenyum sekilas, matanya berkilat dengan cahaya jenaka. "Penyihir tidak suka menculik anak-anak nakal, dan penyihir juga tidak menghipnotis orang-orang. Apa kalian tahu kenapa penyihir menyukai warna merah?"

Semuanya menggeleng serentak. Karena jalanan masih ramai dan Ryby tidak terlihat seperti penyihir yang dideskripsikan oleh Lus, anak lelaki gemuk tadi berusaha untuk menebak dan menjawab, "Seperti mawar?"

Ryby tersenyum tipis.

"Merah memiliki makna dalam yang menggemakan bahaya—sejenis racun yang tersembunyi, seperti rahasia di balik kelopak bunga mawar," Ryby menunjuk ke arah topengnya, suaranya hampir seperti bisikan angin malam, "Ini adalah lambang para penyihir yang mampu merayu melalui emosi seseorang, tanpa perlu merayapkan hipnotis. Suara mereka bergerak di bawah permintaan jiwa yang ingin terbang dengan bebas. Penyihir tidak perlu melakukan lebih dari merasuk dengan kata-kata yang lembut ke dalam setitik cahaya berbeda, atau menopang pemikiran terkecil mereka. Oleh karena itu, waspadalah pada bunga mawar; mungkin itu adalah petunjuk adanya seorang penyihir yang mungkin sedang mengintai kalian."

Ketika kalimat Ryby selesai, ada sebuah mawar yang jatuh tepat di tengah-tengah mereka. Mereka menelan salivanya dan berpandangan untuk sesaat. Bisikan Ryby tentang bunga mawar masih terpatri dengan jelas dalam benak mereka sehingga dalam hitungan detik, mereka segera kabur sambil berteriak-teriak sampai menabrak orang-orang yang tengah berjalan.

THE WIZARDWhere stories live. Discover now