29

40 8 0
                                    

Loh, kenapa kau ...

"Setelah ini, kita akan bertemu lagi."

Suara itu menarik jiwa Ryby kembali ke peraduannya. Berat dan serak, seperti menahan kobaran dalam pikirannya. Akan tetapi, dia tahu kalau Kairos sudah mengetahui tentang pertemuannya dengan Archen.

Kairos melepaskan tangannya dari bahu Ryby dan bergegas pergi, tanpa menoleh kebelakang lagi. Kemudian, Ryby berdiri dan bangkit ditengah semarak orang-orang yang berlarian menyelamatkan diri. Dia menepuk-nepuk gaunnya dari debu marmer yang hancur di sisinya.

Karma memang benar.

"Itu sudah dimulai."

Tapi,

"Ryby!"

Kenapa laki-laki itu bisa marah?

"Kakak! Kau tidak apa-apa?!"

Harusnya 'kan, dia tidak bisa begitu.

"Oi! Perempuan gila!"

Ryby mendecak mendengar seruan Kavi yang berada tepat di depan wajahnya. "Bisakah kalian jangan berisik?"

"Tuh, 'kan, apa kataku, dia itu memang sudah gila! Kau hanya menyahut saat aku memanggilmu begitu!"

Lucian sedikit ragu untuk menyetujuinya setelah melihat kesombongan Ryby pada persidangan tadi. "Yah, yang penting, Kakak tidak apa-apa. Omong-omong terimakasih, Kakak sudah berusaha untuk membelaku, huaa!"

Sekali lagi, decakan itu keluar dari bibir Ryby. Lucian memeluknya dengan erat sampai-sampai dia susah bernapas. Dia tahu bahwa lelaki muda ini masih berumur 13 tahun, tapi tolong jangan lupakan fakta dia berasal dari keturunan siapa. "Iya aku tahu, sekarang jangan gegabah lagi."

"Tuh, 'kan! Sudah dua kali kau mendecak! Ini tidak seperti dirimu yang biasanya! Aku khawatir kau benar-benar gila atau dirasuki arwah gila!"

"Dari tadi kau selalu membawa kata gila! Apa kau pikir aku ini memang orang gila?" tanya Ryby dengan nada tidak suka.

"Tapi kakak benar-benar menjadi gila di persidangan tadi," sahut Lucian polos.

"Benar, kau menggila di sana. Jadi, pantas 'kan aku memanggilmu begitu?"

Ryby menarik napas dalam-dalam sambil melepaskan pelukan Lucian. "Itu berbeda, aku yang tadi itu hanya mencoba menjadi pemarah agar mereka tidak berani menginterupsiku."

"Tapi 'kan rencananya kau menjadi orang yang munafik! Bagaimana bisa kau mengubahnya secara tiba-tiba seperti itu?!" beber Kavi hingga membuat beberapa orang menoleh pada mereka.

Ryby meringis dan mendekati Kavi di depannya dan menepuk kedua bahunya. "Tolong, ya, jangan keras-keras."

"Maksudnya? Apa maksudnya menjadi munafik?" sela Lucian yang tidak tahu apa-apa.

"Baiklah! Mari kita hentikan sampai sini! Sebenarnya apa yang sedang terjadi sekarang?" pungkas Ryby dengan mengalihkan topik.

Jidat Kavi menekuk keras sambil matanya menerawang entah kemana. "Katanya, ada serangan tiba-tiba dari pihak asing. Pihak kerajaan masih berupaya mengejarnya, lalu ledakan terjadi di bangunan terluar persidangan, jadi tidak banyak korban yang jatuh."

"Hm, pasti ledakan yang kedua terjadi diluar istana. Kau tahu siapa targetnya?"

Ekspresi Kavi bahkan berubah teruk dengan cepat. "Kediaman Blader, Castilia. Aku tidak yakin, tapi dari yang ku dengar, ledakan terjadi tepat di tempat peristirahatan Duke Blader."

"Ini malapetaka." Lucian menyahut. "Pasti orang-orang yang meledakkannya menggunakan bahan aktif yang berbahaya melihat efeknya sampai seperti ini."

Keduanya mengikuti jari telunjuk Lucian pada keretakan besar di ruang persidangan dan beberapa dinding yang berlubang.

THE WIZARDWhere stories live. Discover now