33

48 4 0
                                    

Diana benar-benar tidak bisa menerima ini semua. Dia merasa sangat terhina dan marah dengan tindakan Kairos yang kurang ajar padanya. Lelaki yang selalu dia inginkan itu bahkan tidak memedulikan harga dirinya, atau ... bahkan posisinya dalam kerajaan. Kairos benar-benar memandang dirinya sangat rendah, bukan layaknya pelayan dan tuannya, tetapi ...

Bagai budak dengan seorang bangsawan.

Namun, hal itu tentu berhubungan.

Diana membuka pintu ruang kerja ayahnya dengan keras. Dadanya kembang-kempis dan matanya memerah penuh gelora amarah.

Haldriss nampak tenang saat Diana berdiri di depan meja kerjanya. Lelaki itu menatapnya dengan pandangan dingin, seolah-olah dia tahu apa hal yang telah terjadi.

"Apa yang terjadi padamu?" tanyanya dengan nada tanpa emosi.

Diana menggenggam kedua tangannya erat-erat, dia berusaha mengontrol napasnya untuk tenang. "Kairos menghinaku, dia merendahkanku di depan gadis jelata itu! Dia pengkhianat! Aku ingin kau membalas penghinaan ini!"

Sepertinya, Diana memang lemah untuk menahan perasaaannya, hanya jika, di depan ayahnya seorang. Air matanya luruh perlahan, tetapi berubah kian deras. Bukan, bukan karena rasa sakit yang diberikan Kairos pada waktu lalu, namun ekspresi yang telah Diana lihat selama 10 tahun dia hidup di sini.

"Pftt!! Ahahahaha!"

Diana terdiam, tetapi tidak dengan air matanya.

"Astaga, itu terdengar seperti sebuah lelucon murahan di telingaku." Haldriss berdiri, mendekat dan duduk di mejanya.

Diana menolehkan kepalanya ke samping, berusaha melihat ekspresi iblis yang menghancurkan hidupnya, tetapi juga memberikan segalanya kepada dia. "K-kau ... ingat perjanjian-"

Haldriss meletakkan jari telunjuknya di bibir Diana. "Cukup. Dalam perjanjian itu aku tidak wajib memenuhi keinginanmu, apalagi ... memenuhi perasaanmu."

"T-tapi, kau bilang akan memberikan segalanya jika aku melakukannya!" teriak Diana dengan nada yang keras.

Haldriss merasa muak dengan topik ini. Tubuhnya berbalik menghadap Diana sepenuhnya dan menaikkan dagu perempuan di depannya. Lama lelaki itu memandangi wajah yang terlihat suci dan murni, persis seperti wajah mendiang istrinya. Wajah yang membuat dia melakukan segalanya, bahkan, menghancurkan keluarganya sendiri. Hanya untuk membalas semuanya.

"Aku ingatkan sekali lagi, ikuti perintahku, dan jadilah anjing yang patuh. Tanpa diriku, kau sudah jadi pelacur di jalanan, ingat baik-baik dalam otakmu kalau kau hanyalah anjing favoritku."

Diana membuang muka, merasa jijik ketika jari-jari besar Haldriss menyentuhnya.

"Jangan melampaui batas Diana," katanya sambil menjilat jari yang tadinya menyentuh wajah Diana. "Kau ada di sini untuk membalas dosa wanita hina itu. Semua yang berada dalam dirimu, adalah penebusan bagiku."

"Kau menjijikan!" seru Diana tertahan.

Haldriss tertawa kencang, tetapi matanya tetap dingin. Lelaki berumur 45 tahun itu mendekati jendela di ruangannya.

Kalau bukan karena wanita itu, yang telah melakukan dosa besar pada dirinya, Haldriss mungkin tidak akan tenggelam pada danau yang begitu gelap. Namun ...

Mata biru lelaki itu memandangi Diana dengan lapar.

... Dosa-dosa itu telah mengantarkannya pada sesuatu yang nikmat. Sesuatu yang juga dihasilkan dari dosa wanita itu yang membuatnya kecanduan.

"Alasgar akan dibuka sebentar lagi. Kerajaan akan mengalami berbagai gejolak setelah satu pilarnya jatuh, sesuai seperti yang aku inginkan, haha."

Kalau bukan karena semua anggota keluarga yang menutupi dosa wanita itu dari dirinya, Haldriss mungkin tidak akan melakukan semua ini. Demi reputasi keluarga pilar suci yang katanya matahari Thesarant, Haldriss harus berada dalam kegelapan dalam waktu yang lama.

THE WIZARDWhere stories live. Discover now