10

121 39 0
                                    

Keesokan harinya, Ryby sudah berada di taman kediaman Nordryen, di pusat wilayah Moregan, di kota Rysian. Ryby tidak mengerti kenapa dia dibawa ke arah taman bukannya menuju ke ruang interogasi, tetapi pada akhirnya dia hanya diam dan mengikuti perintah sang pengawal. Pengawal itu berkata jika Ryby masih harus menunggu beberapa saat karena Kairos sedang rapat dengan tamu penting. Akhirnya, Ryby memilih untuk berjalan-jalan di taman sementara sang pengawal berdiam memantaunya dari kejauhan.

"Anda sedang memetik bunga?"

Kavi menoleh saat mendengar suara Ryby yang datang tiba-tiba. Lelaki itu berdiri setelah menggenggam beberapa tangkai bunga di tangannya. "Anda sudah sampai Nona Ryby. Apa sudah siap untuk menjalani pemeriksaan hari ini?"

Ryby menunduk sekilas. "Ya."

"Hm," gumam Kavi sambil mengusap dagu. Dia mengamati penampilan Ryby yang masih setia memakai topeng merahnya. "Apa Anda memang selalu seperti ini?"

"Begitulah."

"Apa saya bisa berbicara tanpa keformalan? Saya tidak terbiasa memakai sopan santun."

Ryby mengendikkan bahu. "Terserah Anda, toh saya hanya rakyat biasa."

"Ck, aku perlu meragukan kata-katamu." Kavi menunduk dan mendekatkan wajahnya pada Ryby. "Lihatlah topeng dan pakaianmu. Wahai Nona Ryby, boleh aku tahu kenapa rakyat biasa bisa memiliki aksesori semewah ini?"

Ryby memalingkan kepala, sehingga Kavi mundur kembali. Gadis itu mengangkat kedua tangannya diudara dan mengulas senyum. "Saya mencurinya."

Kavi merasa heran, gadis di depannya ini selalu melontarkan perkataan yang tidak dia duga. "Tolong serius."

"Jika saya berkata kalau saya membelinya apa Anda akan percaya?"

Kavi menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Yah, tidak juga, sih." Dia membuat senyum canggung. "Apa sekarang kita sudah bisa berteman?"

"Hng." Ryby bergumam. Matanya melirik bunga matahari yang masih setia dalam genggaman Kavi. "Apa Anda suka bunga matahari?"

Kavi mengkerutkan dahi. "Kenapa kau mengalihkan topik pembicaraan? Aku memang suka bunga matahari."

"Anda lebih baik segera mengganti bunga favorit Anda," ucap Ryby dengan misterius.

"Apa? Apa kau sekarang sedang bermain teka-teki denganku?" Kavi bertanya dengan sedikit rasa curiga, sedangkan Ryby malah tersenyum. "Saya hanya menyarankan."

Ketika Kavi ingin membuka mulutnya kembali, Ryby menunjuk Ian yang mendekati mereka dari kejauhan. "Sepertinya Duke Kairos sudah selesai, mari kita hentikan di sini."

"Mari Nona, dan Tuan, Duke Kairos sudah menunggu," sela Ian.

Kavi menggeram, baru pertama kali dia ditinggalkan dengan rasa penasaran seperti ini oleh seorang gadis. Akhirnya dia mengikuti Ryby dan Ian tersebut yang menuntunnya ke ruangan Kairos. Di tengah-tengah perjalanan Kavi merapatkan tubuh pada Ryby.

"Hei," bisik Kavi pada Ryby.

Gadis itu melirik kearahnya, mengangkat kedua alisnya.

"Bagaimana menurutmu lelaki ini?" Tunjuknya pada Ian.

Ryby tersenyum tipis, ikut mendekat pada Kavi, kemudian berbisik pelan, "Dia seperti burung yang cakap, tapi terbang tanpa arah."

Kavi mendecak padanya, "Apa kau memang suka bermain rahasia seperti itu?"

Ryby hanya mengendikkan bahu padanya.

***

Saat mereka sampai di depan ruangan kerja Kairos, Ian berhenti dan mempersilahkan mereka masuk. Namun, ketika tatapannya beradu dengan Ryby, lelaki itu sedikit tersentak, seiring tertutupnya pintu.

THE WIZARDWhere stories live. Discover now