✨ PROLOG ✨

12.6K 1K 82
                                    

"Omongan pedas tak termaafkan ibarat luka yang tak dapat disembuhkan. Hidup tetap berlanjut dan berlalu, tapi perkataan sadismu akan terus tertanam dalam ingatan."

= Heiyo Nayl! =

Gadis berambut panjang itu menatap tajam dengan wajah tanpa ekspresi ke kakak kelas di hadapannya.

Jelas, ia benar-benar tidak sengaja menginjak sepatu pantofel itu, masa harus disuruh mengaku kalau ia sengaja? Ia sudah mengatakan yang sejujurnya. Haruskah ia berbohong?

"Nayla, jujur ih!" ancam Arista, salah satu kakak kelas yang bermasalah dengannya sekarang.

Nayla tetap kukuh dengan kejujurannya. "Enggak. Gue nggak sengaja nginjak sepatunya Luthvia."

"Heh, anak haram!" Pemilik sepatu yang terinjak itu bersuara sambil menarik rahang Nayla. "Gue kakak kelas lo, tunjukkin rasa hormat!"

Naylavia Aniendranova masih bergeming dengan tatapan tak kalah tajamnya. Terserah kakak kelas ini mau berbuat apapun ke dirinya, ia sudah pasrah.

Toh, jujur saja tidak dipercaya dan dianiaya, kalau bohong bagaimana? Akankah Nayla diceburkan ke sumur belakang sekolah nantinya? Melawan sekuat apapun, Nayla tetap kalah tenaga. Mereka bertiga dan Nayla sendiri.

Sebal melihat wajah gadis yang sudah lama dibencinya, Luthvia mengambil sepatu lalu melemparnya, tepat ke wajah Nayla.

Lagi-lagi Nayla tidak memberikan respons apa pun. Ia kembali berdiri tegap dan terus menatap ketiga kakak kelas di depannya. Persis seperti orang yang kesurupan dalam diam.

"Lo kesurupan kali ya?" tanya Fradella sembari menarik rambut panjang Nayla.

"Tau ah." Luthvia melempari sepatunya lagi dan itu mengenai perut Nayla. "Mati aja sana lo, nggak guna!" Kemudian ia menarik kedua temannya agar menjauh dari Nayla.

"Loh sepatunya?" Arista menahan.

"Biar aja, entar gue minta nyokap beli lagi."

Nayla ditinggal sendirian dengan beberapa barang jualannya yang berhamburan. Tak disangka, hanya karena tidak sengaja menginjak pantofel mereka sampai segitunya menyiksa.

Ketahuilah, Nayla benar-benar tidak sengaja menginjak.

Nayla akan merasa tidak masalah jika dirinya yang dipukul, dijambak, atau ditendang sekalipun. Tetapi, mengapa harus barang dagangannya yang menjadi sasaran?

Semua baju yang ingin Nayla jual menjadi kotor, bahkan tenggelam di air kubangan. Kalau sudah begitu, siapa yang ingin membelinya?

Padahal, jika baju itu terjual, Nayla ingin sekali membeli segala sesuatu yang berkaitan untuk memperbaiki diri. Nayla ingin membeli beberapa skincare, make up, smartphone, dan beberapa aksesoris untuk dikenakan agar tidak terus-terusan dibilang mati gaya.

Ia ingin membuktikan bahwa dirinya juga bisa terlihat feminin seperti perempuan di sekolah pada umumnya.

Lupakan soal baju, sekarang Nayla berjalan ke arah sumur dengan penuh percaya diri. Ia terlihat frustrasi, wajahnya sudah pucat pasi.

Gadis itu naik ke atas sumur dan duduk ditepinya. Pelan-pelan Nayla memejamkan lalu ancang-ancang untuk melempar dirinya ke dalam. Sumur itu dalam, bisa membuatnya tenggelam dan hidupnya yang terlalu mengesankan ini pun berakhir.

Tak apa meninggal dalam keadaan seperti itu pikirnya, sudah tidak ada yang peduli.

Hidup itu pilihan.

"Heiyo Nayl!"

Seseorang tiba-tiba menarik lengan Nayla kuat, membuatnya seketika sadar dengan apa yang dilakukan sekarang. Dari nada khas yang terselip rasa panik itu membuat dia menyadari siapa yang mencegahnya.

Heiyo Nayl! Where stories live. Discover now