58 - Tepati Janji! ✨

983 225 9
                                    

Seisi kelas memelankan suara begitu melihat kehadiran Nayla yang datang dengan tergesa. Tak lama setelah Nayla duduk di bangkunya, bel masuk berdering. Terburu-buru semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing karena tiba-tiba saja Bu Titi, walikelas mereka masuk ke kelas terlalu cepat.

Nayla menyilangkan tangan di depan mejanya, mencoba fokus dengan inti dari ucapan Bu Titi ini mengenai Ujian Nasional dan UAS kakak kelas yang sebentar lagi akan diadakan, disusul dengan Ulangan Semester. Nayla harus menyiapkan diri untuk belajar lebih rajin.

Sayangnya, tahun depan jika nilainya bagus, Nayla akan tetap di kelas yang sama. Artinya, di SMA Nusantara Jaya tidak mengacak siswa-siswi ke kelas dan teman-teman baru saat kenaikan kelas. Nayla akan tetap di IPA 3 tahun depan.

Dalam arti lain lagi, Nayla akan tetep sekelas dengan Sarah.

"Saya mau semuanya belajar yang rajin untuk ulangan semester nanti. Ingat, harus serius. Ini menyangkut masa depan kamu di sekolah. Masa mau tetap di kelas sepuluh dan menunggu adik kelasmu masuk? Tetap belajar yang rajin selama di rumah dan jangan lupa berdoa."

Bu Titi tiba-tiba mengeluarkan setumpuk lembaran kertas. "Ini adalah lembaran yang bisa kalian isi selama belajar di rumah. Di isi dengan sejujurnya mengenai kegiatan kalian. Jika kalian mempelajari pelajaran di hari itu, maka dicontreng dan ditanda-tangani orang tua. Selamat belajar. Ibu akhiri, Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh!"

"Wa'alaikum salam Warrahmatullahi Wabarakatuh!" balas seluruh siswa.

Bu Titi pun pergi dari kelas itu dan memberikan kebebasan untuk semuanya.

Suasana kembali riuh, beberapa siswa langsung berdiri dan berebut lembaran yang dibagikan Bu Titi. Sebagian ada yang bertanya mengenai cara mengisi lembaran, sebagian lagi ada yang bercerita seputar malasnya mereka mengisi lembaran itu. Mereka ingin libur saja tanpa dibebankan tugas yang menumpuk.

Nayla yang termangu di mejanya mendapat teguran dari Clara.

"Nayl, Bu Ria ngadain les minggu ini. Mau ikut nggak? Bayar tujuh puluh lima ribu aja kok, udah diajarin semua materi yang ketinggalan di tiga pelajaran."

Nayla menggelengkan kepala. "Sorry Clar, nggak ada duit."

Clara menganggukkan kepala.

"Lo ajarin gue mau nggak?" tawar Nayla dengan pandangan berbinar, sangat berharap teman sebangkunya yang terkadang bersekongkol dengan Calissa ini berbaik hati.

"Nggak, ehehe, sorry," jawab Clara yang kemudian berdiri, "ehm, gue samperin Calissa dulu ya. Dah!"

Nayla menghela napas mendengar itu. Sekarang, perlu dipikirkan sebuah cara agar Nayla mampu mengerjakan tugas menumpuk selama libur berlangsung dan mengikuti ulangan dengan segala ketertinggalan yang tersisa.

Kini, gadis itu beranjak dari kursi untuk mengisi jam kosong ini di perpustakaan.

* * * * *

Rangga berhasil menarik Luthvia, Arista, dan Fradella untuk berbincang sebelum mereka mendekati Nayla. Kini mereka berdiri di ujung gedung B untuk membahas masalah yang belum selesai itu.

Rangga bersandar pada dinding. "Kalian ngapain ikutin Nayla sambil kepalin tangan tadi?" tanyanya sambil menyilangkan tangan depan dada.

Luthvia mengernyitkan dahi. "Hm? Sejak kapan kami ngikutin Nayla?" Ia malah balik bertanya sambil melempar pandangan ke kedua temannya, Arista dan Fradella.

"Gue liat." Rangga kembali berdiri tegap. Ia menghela napas gusar. "Ya ampun, Kak Luthvia yang terhormat. Gue pas itu bilang kalau udah ... nggak bisa sama Kak Luthvia."

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang