33 - Sikap Berbeda ✨

1.5K 293 9
                                    

Seluruh Morzapollo berkumpul di ruang tamu rumah Ervin untuk menunggu kehadiran seseorang yang menjadi alasan Raffael mengajak kumpul tiba-tiba.

Agar acara kumpul mereka memiliki tujuan yang jelas dan tidak sekadar membuang waktu maka Sortapollo, Tormapollo, dan Dorvapollo akan datang sekitar lima belas menit lagi untuk mendiskusikan proyek Gang Apollo selanjutnya.

Tak ada yang tahu dengan apa yang terjadi di antara Raffael dan Arga. Semuanya hanya bercerita ria, membiarkan Raffael menunggu kehadiran satu anggota lagi karena jika itu dipertanyakan, tentu saja akan memicu emosi Raffael sendiri.

"Taulah, Kak Haryan semalem nengok-nengok ke Rilda terus kampret!" seru Devin yang membuat tawa cekikan dalam ruangan semakin menjadi, kecuali Raffael.

Malvin menambahkan, "Rilda salfok terus lagi!" Tawa semakin nyaring di antara mereka.

"Bodohnya si Kepin malah fotoin aksi mereka pake blitz!" Arvin memukul bahu Kevin yang meringis.

"Yah, 'kan, itu suruhan kalian kambing!" Kevin membela diri membuat semua orang semakin terbahak. Ia menoleh ke Raffael yang duduk di sebelahnya. "Yah, si Rappel nggak ikut ngakak juga. Karena­-"­­

"Guys!" sapa Rangga begitu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah Ervin dengan senyum mengembang. "Lagi pada bahas apa?"

Para Morzapollo tidak jadi tertawa dan mulutnya hanya menganga. Serempak, mereka melirik ke Raffael yang terlihat tidak baik-baik saja sekarang.

Raffael menatap Rangga. "Kok, lo datang?"

"Katanya hari ini kalian mau diskusi konten baru ke semua anak Gang Apollo." Rangga menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri. "Dorva, Sorta, Tormapollo ke mana? Belom dateng?"

Serempak semua temannya mengangguk.

"Kami sengaja datang lebih cepat," jawab Devin.

"Lo bukannya sibuk sama pentas, ya Ngga?" tanya Dhika.

"Gue sibuk aslinya. Tapi yah, gue sempetin aja ke sini buat ikut diskusi." Rangga menoleh ke Raffael untuk bertanya, "Oh ya, lo punya masalah apa sama Arga?"

Raffael hanya melirik Rangga lalu terdiam.

Rangga memberikan sorot pertanyaan ke teman-temannya yang lain, namun jawaban mereka juga sama seperti dirinya yang tidak tahu apa-apa.

"Guys, guys!" panggil Ervin setelah memainkan ponselnya. "Tante gue udah lahiran, anaknya laki-laki."

Serempak semuanya berseru, "Alhamdulillah."

Rangga yang paling terlihat sangat bersemangat. "Ayo kapan-kapan kita lihat anaknya!"

"Eh, jangan bilang lo punya wujud jadi-jadian kuyang versi cowok ya? Kok bersemangat banget sama anak-anak. Parah sih!" Arvin menunjuk Rangga.

"Dia, 'kan, gelarnya udah bisa disebut bapak-bapak bosku!" Kevin membela Rangga. "Doyan banget dah sama anak bayi, heran gue."

Yang dibicarakan menaik-turunkan bahunya. "Nggak tau juga gue kenapa histeris sama anak-anak atau bayi. Suka aja gitu. Gemes parah."

"Lo suka sama anak kecil sebelum Darva lahir atau pas udah?" tanya Malvin.

"Gue dari dulu memang suka banget anak kecil atau bayi. Kalau gue suka anak kecil pas Darva udah lahir ya nggak bakalan lah gue ngebet banget sampe bayar biaya nyokapnya lahiran buat dapetin dia," jawab Rangga.

"Oh, berarti dari dulu lo emang punya jiwa kebapakan," ujar Ervin lalu tertawa, "makanya gituan."

Rangga tersenyum jail lalu meninju dada kirinya seolah bangga disebut demikian. "Bangga gue, Darva udah bisa lari sekarang. Sebuah karya."

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang