30 - Ruangan Gelap ✨

1.6K 286 6
                                    

Rambut Nayla yang panjangnya mencapai pinggang kini telah dipotong oleh Sarah sepanjang punggung sehingga sedikit lebih mudah disisir.

Nayla tidak akan merasakan yang namanya sakit seperti kepala nyaris terpenggal.

Tetapi, tetap saja Sarah tidak akan pernah bisa pelan-pelan. Gerakan cepat tanpa berhenti dalam menyisir rambut sudah menjadi bakatnya sejak lama.

Jangan heran dengan kondisi rambut Sarah yang selalu rapi dan mengundang perhatian. Rambut adalah daya tarik utama, berbanding terbalik dengan Nayla. Sarah selalu menggulungnya rapi atau mengikatnya dengan berbagai macam gaya.

Nayla yang selesai merasakan sensasi disisir oleh Sarah tercengang begitu melihat sejumlah rambutnya yang berguguran. Pantas saja jika semua orang selalu mengatakan bahwa ia perempuan lusuh. Semua karena rasa malas sisiran dan merapikan rambut. Seminggu sekali pun tak tentu.

"Sini gue catok rambut lo!" Sarah yang sudah mengeluarkan alat catok dari lemari menghampiri Nayla yang justru menghindar.

"Nggak mau, nanti dikira terlalu berharap!" Nayla berlari ke sudut ruangan dan memeluk rambutnya. "Udah, gini aja, nanti gue janji rajin sisiran."

"Jarang-jarang nih Nay," ujar Sarah sambil tersenyum miring.

"Jangan, kita perlu siap-siap sekarang!" Nayla memeluk kepalanya dan keluar dari kamar Sarah, menuju kamarnya.

Raffael yang melihat itu hanya melipat tangan di depan dada. Jika diingat-ingat, sejak Nayla menginap di rumahnya sembilan hari yang lalu, Sarah menjadi semakin terlihat semangat hidup alias semangat ketika ditinggal orang tua mereka selama setengah bulan.

Tidak seperti biasanya, Sarah selalu lesu dan hampir saja Raffael temukan adiknya itu melukai diri sendiri.

"Ikutan mainan dong!" seru Raffael menampakkan senyuman lebar.

"NGGAK!" jawab Nayla dan Sarah serempak.

"Wih kok rambut lo lurus Nayl?" Raffael melangkahkan kaki ke ambang pintu kamar Nayla.

"NGGAK!" Nayla dan Sarah serempak menutup pintu kamar agar tidak terjadi kejailan Raffael yang entah naik berapa level nanti.

* * * * *

Nayla kini menunggu di depan balai desa yang sudah ramai dikunjungi orang. Sudah terdapat dua barisan pengunjung untuk masuk ke dalam aula balai desa yang merupakan tempat pementasan berlangsung. Nayla sudah tidak sabar melihat aksi mereka, dalam artian juga sudah tidak sabar melihat aksi Rangga.

Ketika nama itu muncul di pikirannya, hati Nayla terasa nyeri tiba-tiba. Apalagi kali ini ia justru pergi dengan Arga, teman baik Rangga sendiri karena anjuran dari Sarah.

Malam ini Nayla mengenakan jaket abu-abu muda milik Sarah yang ia pinjam dan celana jeans hitam. Rambutnya juga hanya dikucir satu. Simpel, seperti biasa. Nayla tak mau terlihat sangat berharap ke Arga.

Berpakaian rapi sudah cukup. Ia tidak mau kecewa kedua kalinya apalagi kalau sampai ini ada hubungannya dengan Gang Apollo.

Sarah yang datang bersama pujaan hati alias Tazri dari kelas X IPA 1 lebih dulu masuk ke dalam aula, sedangkan Nayla terpaksa menunggu di luar demi Arga.

Sesekali matanya tertuju ke layar ponsel yang mencantumkan nama si mantan kakak pramuka yang memberinya soal ulangan kepramukaan dulu.

Lama sekali. Seharusnya Nayla mendapatkan tempat duduk paling depan kalau saja ia tidak menunggu Arga. Hampir sejam lamanya ia berdiri di samping aula sambil berpura-pura memainkan ponsel.

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang