19 - Yang Dikorbankan ✨

1.9K 333 4
                                    

Di part ini kalian perlu teliti dalam membaca, karena nama Rangga dan Raffael kebetulan berawalan R. Pastikan mata kalian kuat, panjang lur.

Happy reading:)

= Semua teriak apa? =

Cukup lama, Agung menunggu Nayla dan Rangga keluar dari rumah besar yang dihuni pemilik percetakan terbesar di kota ini. Mungkin Rangga dapat lari dari pandangannya, tapi tidak dengan otaknya. Agung sudah hapal mati dengan jalan-jalan yang ada di kotanya. Lewat jalan manapun, Rangga tetap bisa dikejarnya.

Sekali lagi, demi mengikuti Nayla, Agung terpaksa menunggu di balik pohon besar dan akhirnya motor dengan pengendara berkacamata itu keluar.

Ia mengikutinya setelah cukup jauh agar tidak terlihat. Lagipula, lawannya kali ini adalah remaja berkacamata. Dapat ditebak pengetahuannya seperti apa. Agung berhasil mengikuti mereka ketika sampai di sebuah rumah.

Nayla bangkit dari motor disusul Rangga setengah tertawa. Yang benar saja, demi menghindar dari Agung, mereka sampai terpaksa bertamu ke rumah Baza yang seharusnya sibuk belajar untuk ujian kelulusan.

Begitu menginjakkaan kaki di teras, Rangga langsung berhambur masuk ke rumah Raffael yang tidak dikunci seperti rumah sendiri, bahkan mempersilakan Nayla masuk.

Sesekali Nayla memberikan ancaman untuk Rangga agar tidak melaporkan hal barusan ke Raffael, Sarah, ataupun teman-temannya di Gang Apollo. Rangga menurutinya dengan memberikan aggukan yakin.

Dari situlah Agung berpikir bahwa Rangga adalah pemilik rumah tersebut. Dengan tergesa, ia menyalakan ponsel dan mulai menelepon Wartoni mengenai apa yang didapatnya malam ini. "Oh ya, selama beberapa hari, saya mau mata-matain dia dulu om. Nggak bisa kalau saya langsung paksa dia pulang. Bahaya. Nayla bisa melunjak dan dia punya trik menghindar."

Dengan tatapan terus tertuju ke rumah tersebut, Agung akhirnya menjalankan motor untuk pergi dari sana.

* * * * *

"Wah makasih udah dibikinkan teh ya," ujar Rangga begitu dua cangkir teh diletakkan di meja.

Raffael refleks melotot sedangkan Nayla hanya menaikturunkan alisnya saja.

"Lo rajin-rajin ke sini gih Ngga," ujar Raffael masih tidak ikhlas menatap kepergian Nayla ke dapur, "gile, Nayla bapernya sama lo doang."

Rangga mengernyitkan dahi. Dua detik kemudian ia terkekeh. "Halah, bukan baper itu. Lebih tepatnya ngucapin makasih gara-gara gue udah anter dia tadi."

Raffael langsung meraih cangkir miliknya. "Kalau begitu dari kemaren-kemaren dia udah berterima kasih banget sama gue dong. Dia tinggal di sini. Gratis. Nggak bayar air, listrik, bahkan nyewa. Aturannya gue sama dia udah mantap-"

Rangga langsung menepuk dahi Raffael menggunakan naskah yang ia bawa. "Ini anak satu mikirnya ke sana terus ah!"

Raffael refleks meletakkan cangkirnya kembali ke meja dan tertawa. "Lo baperan ah kalau dicandain."

"Lo kalau bercanda pasti kalimatnya begitu terus, emosi gua jadinya." Rangga mulai membuka laptop Raffael untuk memberikan hasil teaser yang ia bicarakan dengan Baza tadi. "Menurut lo gimana?"

Raffael bukannya fokus menonton malah menyeletuk, "Eh, jangan-jangan lo yang baper sama Nayla ya?"

Rangga berdecak. "Apaan sih? Fokus Rapp!"

"Nggak bisa. Kalau gitu entar Nayla gua paksa-"

Rangga menatap Raffael dengan tatapan dinginnya. Tatapan yang biasa dikeluarkan Ranger Biru untuk Ranger Merah yang usil dan kekanak-kanakan. "Sampai gue temuin Nayla lo apa-apain, lihat aja entar!"

Heiyo Nayl! Where stories live. Discover now