41 - Perusak Hubungan ✨

1.3K 279 25
                                    

Raffael mensejajarkan langkahnya dengan Nayla yang tampak terburu-buru.


"Eh Nayl, pelan-pelan atuh!" serunya mengejar Nayla yang berlari dari mobil tiba-tiba.

Dalam pikiran Raffael, tumben sekali ia berani pergi hanya berdua bersama Nayla ke undangan pernikahan. Tampak seperti anak tak punya orang tua atau anak yang menikah muda saja.

Ia pun menarik lengan Nayla yang semakin tergesa ingin masuk ke gedung resespsi. Hampir saja gadis itu masuk seperti tuan putri tak tahu diri yang melangkah begitu saja, melewati orang-orang yang duduk sebagai penyambut tamu.

Tentunya mereka bersalaman terlebih dahulu. Namun, fokus Nayla tetap saja tertuju pada pengantin yang duduk di pelaminan dengan anggun.

Pandangannya terkunci pada seorang wanita yang mengenakan kebaya putih. Cantik. Ya, tentu. Nayla terkagum sendiri. Tanpa sadar, ia melangkah lagi.

Jantungnya sudah berdegup kencang, sangat ingin bertemu dengan ibunya, Marnita Aniendranova.

"Woaw woaw woaw!" Raffael menarik lengannya lagi. "Mangan sek Nayl. Ngegas amet elah. Makan dulu, makan."

Ia menyeret Nayla untuk menghampiri meja prasmanan terlebih dahulu, makan dengan tenang, lalu bersalaman sekaligus mengode ibu Nayla agar mau merawatnya.

Nayla yang ditarik Raffael itu pasrah tetapi dengan pandangan yang terkunci pada Marnita.

Ya, wanita itu juga melihatnya. Tampak tercengang dengan mata membulat.

"Mau makan apa?" Pertanyaan Raffael sekali lagi menyadarkan Nayla. "Elah, santuy dong Nayl. Lo kayak mau bunuh orang aja natapnya. Serem gimana gitu."

Siapa yang tidak tercengang dan ingin menghampiri langsung orang yang selama ini kita impikan untuk bertemu tanpa peduli lingkungan sekitar?

Siapa? Mana orangnya? Sini, hajar!

Nayla rindu ibunya sejak lama dan ini adalah yang pertama kalinya! Wajar saja jika sikapnya mendadak tidak jelas. Fokus pikirannya sekarang adalah bagaimana caranya ia bisa ke sana.

"Rapp, gue pengin banget samperin please," bisik Nayla yang meraih asal makanan di atas meja prasmanan. Satu kakinya ia hentakkan sebagai tanda ketidakpuasan.

Raffael mengernyit. "Yah, nggak bisa dong," balasnya berbisik, "ini pernikahan nyokap lo sama bokap tiri. Bisa habis lo kalau membabi buta maen peluk aja ke sana. Dikata anak siapa? Pasti entar ujung-ujungnya gosip tetangga makin meriah. Rame parah lagi eh, malu dikit."

"Ish tapi—"

"Eh ssst, sst! Nayla yang sabar ya. Makan dulu." Raffael lagi-lagi menarik tangan Nayla untuk duduk di meja ujung, dekat dengan pelaminan.

Nayla pun terpaksa makan dengan tidak tenang. Ia hanya mengambil makanan sedikit saja dan mulai melahapnya tak nafsu.

"Nayl?" Raffael yang posisinya duduk menghadap pelaminan langsung menepuk puncak kepala Nayla di depannya. "Bokap tiri lo natapnya nggak etis banget, dih."

Nayla menoleh ke arah yang sama. Tatapannya dengan sang ibu pun bertemu. Matanya berkaca dan ia kembali terdiam.

"Nayl?" Raffael menggerakkan kepala Nayla untuk melihat ke serong kiri, sedikit. "Lain yang ono, tapi yang ono." Ia menunjuk terang-terangan ayah tiri Nayla yang kali ini membuang muka.

Heiyo Nayl! Where stories live. Discover now