52 - Sehabis Kejadian ✨

970 235 6
                                    

Sarah yang sedang ikut menonton televisi bersama dengan Pak Herman itu terkejut ketika melihat tiga kakak kelas yang akhirnya pulang. Mereka melewati pos satpam begitu saja tanpa menyapanya.

Sarah tambah terkejut ketika Pak Herman mengatakan, "Loh? Masih ada anak yang belum pulang ternyata."

Sarah buru-buru melihat ke gedung A, tepat kelas Raffael berada. Untuk mengambil buku paket saja selama ini? Gadis itu mulai curiga. Ia segera bangkit dari bangku dan berpamitan, "Saya mau susul kakak saya dulu pak."

"Oh iya, silakan susul. Tumben banget lama ngambil buku. Biasanya anak itu kalau soal pulang selalu laju gerakannya," ujar Pak Herman sembari merapikan beberapa perlengkapan di pos satpam, "habis dari bersihin ini saya mau ngunci pintu kelas-kelas."

"Oke pak." Sarah segera berlari kecil ke gedung A. Dugaan demi dugaan muncul di kepala setelah melihat kakak kelas itu pulang dan Raffael yang tak kunjung datang. Sarah curiga Raffael memergoki mereka.

Ketika langkahnya sampai ke depan kelas XI IPA 4, Sarah meneriakkan nama Raffael. Ia pun masuk ke dalam kelas itu saat tidak menemukan respons. Kelas ternyata kosong. Jantung Sarah seketika berdegup tak stabil. Ia langsung melangkah ke ujung gedung A yang terhubung dengan halaman belakang.

Sontak Sarah bersembunyi di balik dinding ketika ia tak sengaja menemukan Nayla yang menangis dalam dekapan Raffael. Tamatlah riwayatnya di depan kakaknya sendiri.

Sekali lagi, ia mengintip dari balik dinding untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Barang-barang Nayla terlihat berserakan. Sarah menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan.

"Siapa yang lakuin ini ke lo?" Raffael berdiri. "Jahat parah!"

Nayla yang menangis itu hanya mampu menggelengkan kepala.

"Hah? Lo nggak tau?" tanya Raffael ulang.

Sarah yang mendengar itu kembali bersembunyi di balik dinding dan memasang kuping. Ia menunduk dan tak sengaja menemukan buku paket dan buku tulis milik Raffael di lantai. Apa yang terjadi barusan?

"Lo nggak perlu tau!" balas Nayla dengan nada tinggi.

"Nggak perlu tau? Gue hampir jadi saksi lo bunuh diri, terus lo bilang kalau gue nggak perlu tau? Sumpah Nayl, ini udah keterlaluan. Gue butuh pengakuan pasti dari lo tentang siapa orang yang udah jahat begini."

Mendengar itu Nayla tak merespons. Ia menunduk dengan tangan yang mengepal. Lama terdiam, akhirnya Nayla berbicara, "Gue masih belum bisa cerita." Ia memegang kepalanya lalu menangis lagi.

"Ya udah besok kita laporin ini ke Bu Titi ya? Biar masalahnya langsung dibawa ke kepsek."

Nayla menggeleng ragu. "Nanti bokap gue bisa aja dipanggil ke sekolah. Atau, bisa jadi Bu Titi langsung nelpon dan laporan ke bokap. Selalu aja begitu. Masalah kecil dikit dilaporin. Nggak suka. Mending nggak usah."

Raffael berdecak. "Ya terus? Lo maunya ini gimana sekarang?"

"Diam."

"Loh loh loh?" Raffael termundur seketika. "Gimana ceritanya?"

Nayla ikut berdiri dan memungut barang jualannya yang sudah tak layak pakai itu dan membuangnnya ke tong sampah tanpa berpikir panjang. "Bodoamat. Gue males jualan. Mau diam aja. Ngikut apa kata orang."

"Jangan bilang yang hambur semua barang lo ini ternyata kelakuan lo sendiri yang frustrasi?" tanya Raffael, berkacak pinggang di hadapan Nayla.

Nayla ragu untuk menjawab ini. Seharusnya, Raffael tahu siapa pelakunya. Seharusnya! Tanpa perlu bertanya, ia pasti tahu. Karena, bisa jadi sebelum ke tempat ini Raffael bertemu dengan Arista. Atau ternyata Raffael sudah tahu dan memilih untuk diam karena Arista itu pacarnya? Nayla ingin mengetesnya.

Heiyo Nayl! Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin