38 - Menghalangi Fakta ✨

1.3K 277 9
                                    

Nayla berkeliling ke rumah Haryan yang sangat luas seperti istana.

Rasanya, mata terus tercuci ketika melihat pernak-pernik yang ada. Seandainya tidak ada CCTV, penjaga, dan rasa iba, mungkin Nayla sudah membawa pulang segala sesuatu yang bisa dijual dan menghasilkan uang.

Nayla sampai di lantai dua. Ia melihat sekelompok laki-laki yang berbincang duduk di sofa. Ada laki-laki yang mirip dengan Haryan namun lebih tua dan teman-temannya.

Mungkin saja itu kakak Haryan.

Banyak orang yang berkunjung dan diperbolehkan mengelilingi seluruh bagian di rumah ini. Nayla pun sama dan mengambil kesempatan juga.

Cuci mata dan berkhayal sekilas kelak akan punya rumah yang sama tidak ada salahnya.

Begitu langkahnya sampai ke sebuah lorong sepi, tanpa penjaga di sana, Nayla samar mendengar geraman disusul ringisan seseorang.

Suara berat itu menandakan bahwa kali ini adalah seorang laki-laki. Apakah itu 'penjaga' rumah ini yang sebenarnya? Penasaran.

Nayla menolehkan kepala ke kanan kiri untuk memastikan bahwa semua orang tengah sibuk pada urusannya masing-masing di rumah tersebut. Para penjaga juga sibuk mengawasi daerah yang ramai dikunjungi para tamu.

Nayla mengambil kesempatan dan melangkah masuk dengan mudah.

Namun, ia tak menyadari seorang penjaga berhasil melihatnya.

Kini, gadis dengan gaun abu-abu kelam itu sampai ke sebuah balkon yang pintunya terbuka.

Cukup tercengang, itu perasaannya.

Akhirnya Nayla bisa berdiri di balkon rumah orang kaya, melihat pemandangan di malam yang damai, dan menemukan seseorang laki-laki di ujung yang bersandar railing balkon.

Sepertinya suara geraman dan ringisan tadi berasal darinya.

Nayla melangkah pelan ke orang yang berdiri membelakanginya ini, ingin mengetahui siapakah dia. Mengapa Nayla merasa tidak asing dengan penampilannya dari belakang?

"Kak Baza?"

Baza yang tadi meringis akhirnya terdiam. Beberapa detik, ia pun menoleh ke arah Nayla. "Loh, ngapain?"

"Tadi gue denger ada suara-suara," jawab Nayla spontan.

"Oh." Baza kembali bersandar pada railing balkon. Ia kembali menatap lapangan golf yang letaknya tak jauh dari rumah Haryan. "Kok lo ada di sini?"

Nayla ingin merasakan yang namanya bersandar pada railing balkon yang lekukannya terkesan elegan pun berdiri di sebelah Baza. "Gue ngikut temen."

"Ingat jarak. Tiga langkah."

"Udah tiga," elak Nayla.

"Lagi!" titah Baza hanya sekali melirik Nayla yang mengikuti perintahnya hingga melangkah lebih.

"Sudah enam langkah," ujar Nayla dengan nada yang dibuat santai, terkesan hanya ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang memiliki rumah besar dan balkon dengan pemandangan lapangan golf.

Keheningan terjadi karena Baza tidak merespons apapun.

Nayla yang fokus menatap pemandangan indah memilih untuk tidak bertanya ketika melihat Baza yang tiba-tiba mengusap wajah dengan cepat.

"Argh!" Oke, Nayla akhirnya menoleh. Laki-laki di sebelahnya ini terlihat frustrasi.

"Kenapa kak?" tanya Nayla.

Baza yang memijat pangkal hidung hanya menggeleng. Decakan terdengar dari bibirnya.

Nayla terpaksa memilih diam dan berharap dalam hati semoga Baza ingin bercerita sedikit tentang apa yang dialaminya. Mungkin saja Baza kembali teringat dengan kejadian masa lalu yang membuat dirinya menjadi seperti sekarang.

Heiyo Nayl! Место, где живут истории. Откройте их для себя