Little Girl

15.5K 777 4
                                    

Arman sedang menatap kesal gadis di depannya. Baru saja dia menginjakan kaki di kantornya dan saat itu juga dirinya menerima kesialan. Pakaiannya tersiram segelas minuman yang Arman yakini akan meninggalkan bekas di pakaiannya.

"Ma-maafkan saya pak," ujar gadis itu terbata.

Arman menatap datar gadis di depannya. Sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang lain, kesalahannya terletak pada mereka berdua sehingga sang gadis tidak sepenuhnya bersalah. Memang gadis itu membawa minuman di tangannya sambil menelepon teman satu kampusnya yang akan magang bersamanya tapi, Arman juga bersalah karena saat itu dia sedang terburu dan menabrak gadis itu.

Kegaduhan pagi yang dibuat sang gadis memancing manajer disana untuk keluar dan melihat apa yang terjadi.

"Astaga!" Pekik sang manajer.

"Maaf pak... Saya akan memberi dia hukuman. Tolong maafkan dia,"

Arman menatap Sang manajer dan gadis itu kemudian menghela napas.

"Johan," panggilnya.

"Ya pak,"

"Ke ruangan saya setelah ini,"

"Ba-baik pak,"

Arman berbalik dan berjalan menuju lift. Tangannya sibuk menekan beberapa angka di ponselnya segera mendekatkan ponsel itu ke telinganya. Arman baru saja membatalkan meeting dengan client-nya.

Arman memutuskan untuk mandi daripada hanya mengganti pakaian, mengingat minuman itu cukup lengket dan mengenai kulit badannya. Selesai mandi dan berpakaian Arman menunggu Bawahannya untuk datang ke ruangannya. Tak lama, sang karyawan datang dengan kepala tertunduk .

"Siapa dia?"

"Dia anak magang pak. Baru saja masuk hari ini,"

"Dia ada dalam daftar yang kau berikan waktu itu?"

"Iya pak,"

Arman mengangguk paham.

"Bawakan aku clear holder itu lagi,"

"Baik pak,"

"Kau boleh keluar,"

"Saya permisi pak,"

Manajer bagian HRD itu langsung kabur secepat kilat ke ruangan dan mencari clear holder yang diminta oleh Arman. Tak sampai sepuluh menit clear holder itu sudah berpindah ke tangan Arman.

Arman membuka clear holder itu kembali dan meneliti wajah yang terpampang pada foto yang dilampirkan oleh peserta magang di kantornya.

"Ah... Ini dia,"

Arman meneliti wajah anak itu dan beralih pada biodatanya.

"Natasha Wijaya... Umur 24, dan baru saja meneruskan kuliahnya yang terhenti sejak beberapa tahun lalu..."

'Menarik...' Pikir Arman.

Arman menghubungi Johan sang manajer HRD dan meminta agar Natasha dikirim ke ruangannya. Tak butuh waktu lama, sampai pintu ruangannya terketuk dari luar.

"Masuk,"

Arman melihat gadis itu memasuki ruangannya dengan perlahan.

"Duduk,"

Gadis itu menurut.

"Nama?"

"N-Natasha Wijaya,"

"Usiamu 24 tapi, kau baru semester empat?"

Natasha mengangguk.

"Kenapa?"

Natasha menelan ludahnya dengan sulit. Natasha menatap Arman dengan tatapan seolah bertanya perlukah dia menjawab pertanyaan itu.

"Tidak ada biaya..."

"Bukankah itu artinya kau bekerja sebelum ini?"

Natasha mengangguk kembali.

"Saya bekerja sebagai sekretaris selama dua tahun,"

Arman diam saja. Matanya menatap sang gadis menyelidik. Arman merasa gadis di depannya tidak sepenuhnya jujur padanya.

'Sekretaris ya...' Pikir Arman.

Sebuah lampu neon menyala di otak Arman.

"Mulai besok kau tidak perlu ke tempat Tedy lagi,"

Natasha menatap Arman kaget, heran dan panik. Membuat ekspresinya terlihat menggemaskan untuk Arman. Sebentar! Menggemaskan? Sejak kapan seorang Arman bisa mengatakan hal itu bahkan hanya di dalam pikirannya?

"Ta-tapi pak. Pak saya minta maaf pak. Saya tidak sengaja, pak. Sumpah.."

Arman mengangkat tangannya menyuruh Natasha berhenti.

"Dengar dulu sampai selesai. Besok tidak perlu ke tempat Tedy lagi. Mulai besok kau menjadi sekretarisku. Jadi, besok kau datang langsung kesini. Mengerti?"

Natasha menatap heran Arman. Dia tidak menjawab apapun. Membuat Arman gemas dan heran.

"Natasha,"

"Natasha,"

"Natasha!" Arman menjentikan jarinya di depan Natasha saat dirinya tak mendapat respon dari Natasha.

"Jadi?"

"Ba-baik pak," Natasha menjawab dengan gugup.

Arman mengangguk.

"Kau boleh keluar,"

Ingin rasanya Arman membenturkan kepalanya di meja kerjanya sendiri. Bagaimana bisa dia menawari pekerjaan itu pada seorang anak magang yang bahkan ceroboh? Arman pasti sudah gila! Arman menghela kecil.

"Tidak apalah... anggap saja sebagai bayaran atas kopi yang dia tumpahkan di kemejaku tadi,"

Arman memulai pekerjaannya hari itu dengan memikirkan bagaimana membalas gadis itu besok pagi. Mengingat gadis itu lumayan mungil untuk usianya.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang