Selamat Malam 😴

8.7K 586 14
                                    

Usai memperingati semua orang, Arman memilih pamit pada pemilik acara. Johan berusaha menahan Arman dan Natasha tapi apa daya? Arman yang sudah terlanjur kesal itu tidak bisa dibujuk. Lagi pula, pakaian Natasha basah dan itu membuat Arman khawatir pada gadisnya.

"Yakin tidak apa?" Tanya Natasha.

Arman mengangguk. Mereka sudah berada di dalam mobil. Bian mengemudikan mobil itu. Sejak kecelakaan waktu itu, Arman dilarang oleh keluarganya untuk membawa mobil kembali. Mereka bahkan memberikan Arman lebih dari satu supir.

"Bian,"

"Ya, tuan?"

"Mampir ke mall dulu,"

"Baik, tuan,"

Bian memberitahu bodyguards yang ada di mobil depan dan belakang. Mereka mengangguk dan menyepakati untuk masuk ke mall pertama yang nampak di mata mereka. Terkadang Arman lelah. Dia bosan diikuti oleh banyak bodyguards. Percaya atau tidak. Selain dua mobil di depan dan di belakanganya, ada satu mobil di kanan dan kirinya, berhubung jalanan ini memiliki tiga jalur dan mobil Arman memilih jalur tengah.

Dia tahu keluarganya menyayanginya tapi, Arman ragu. Dia bertanya-tanya, tidak kah semua ini berlebihan? Dia bukan presiden namun dikawal seperti presiden.

"Kenapa?" Tanya Natasha.

Arman menoleh dan menggeleng kecil.

"Apa badanmu ada yang sakit?" Tanya Natasha.

"Tidak," Arman tersenyum.

"Aku tidak apa-apa," sambungnya.

"Lalu kenapa?" Tanya Natasha lagi.

Arman terkadang harus mengakui kegigihan Natasha dalam mendapatkan jawaban. Natasha seperti tidak mau berhenti bertanya sampai dia mendapatkan jawaban yang sebenarnya.

"Aku hanya masih merasa kesal pada perempuan tadi,"

Kening Natasha berkerut. Arman melihat itu dan mengusapnya. Dia bahkan mengecup kening Natasha dengan sayang.

"Aku sungguh-sungguh masih kesal pada perempuan itu. Bagaimana bisa dia menghinamu begitu?" Arman berujar sambil mencebikkan bibirnya.

Natasha terkekeh. Kapan lagi bisa melihat seorang Gio Armano mencebik kesal. Biasanya wajah pria itu selalu kaku dan datar.

"Hmm... mau diapakan lagi," ujar Natasha.

"Dia begitu, kan karena dia mencintaimu. Dia sampai tidak rela kalau kamu berpasangan denganku," sambungnya.

"Tolong ralat. Dia itu cinta pada uangku bukan padaku,"

Natasha terkekeh.

"Kita tidak bisa menyalahkannya juga. Dia begitu karena terpaksa,"

"Tunggu sampai kamu mengetahui alasan sebenarnya dan aku pastikan kamu akan menarik ucapanmu itu,"

"Sudahlah, aku juga tidak mau tahu soal perempuan itu. Yang aku mau tahu, untuk apa kita ke mall?"

"Kamu yang beritahu aku,"

"Loh kok gitu?"

Arman menyentil pelan kening Natasha sebelum mengecup bekas sentilannya.

"Kamu yang minta mau ke mall,"

"Tapi kan, aku kira tidak jadi,"

"Kenapa tidak? Berada di pesta seperti menyebalkan. Aku tidak suka berdekatan dengan para penjilat dan penipu ulung,"

Natasha terkekeh kecil. Dia menyandarkan kepalanya di bahu Arman. Arman sendiri cukup menggenggam tangan Natasha saja. Dia juga mengusap punggung tangan gadis itu dengan ibujari-nya sesekali.

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang