Dimitra's Future Daughter-In Law

11.2K 688 31
                                    

Setelah sembuh dari demamnya, Arman mencari sang kakak. Nyatanya, sang kakak seperti biasa, menarik diri dari keluarganya. Hanya pada hari peringatan kematian ibu mereka saja, dia pulang ke rumah. Begitu acara itu selesai dia kembali tinggal di apartment sang ibu.

Arman berkali-kali berusaha berbincang dengan sang kakak. Namun, usahanya gagal dan sang kakak justru malah mengalihkan pembicaraan ke arah lain atau menghindarinya.

"Gio," panggil Natasha.

"Hm?"

"Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Arman menggeleng kecil. Dia tidak merasa demikian.

"Besok kita ke rumah ya?"

"Kenapa?"

"Mau memperkenalkan kamu sama Arsen,"

Natasha menggeleng kecil. Arman mengerutkan keningnya lalu, menahan tangan Natasha yang hampir beranjak keluar.

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa,"

"Kenapa tidak mau ke rumah?"

Natasha menghela kecil. Dia duduk di pangkuan Arman saat pria itu menarik lengannya agar mendekat ke badan Arman.

"Jadi, begini. Ingat sewaktu kamu demam?"

"Saat kak Ardan pulang?"

Natasha mengangguk.

"Kenapa?"

"Adik kembarmu datang kesini,"

"Lalu?"

"Menyamar menjadi dirimu dan menggodaku,"

"Menggoda bagaimana?"

"Dia hampir menciumku disini," ujar Natasha sambil menempelkan jari tekunjuknya di bibirnya sendiri.

Mata Arman terbelalak kaget.

"Sejak awal aku memang merasa aneh dengan kedatangannya. Kamu baru bilang kamu tidak masuk tapi, kamu malah muncul. Lalu, saat aku menghubungi ponselmu, dia tidak mengangkat ponselnya. Aku tahu dia bukan kamu. Bukan juga kakak kamu karena tingginya berbeda,"

Arman mengulurkan tangannya dan mengusap pipi Natasha dengan lembut.

"Lalu, dia memanggilku kesini dan menyudutkanku di pintu. Dia hampir menciumku dan saat itu aku terlalu kalut jadi, aku memukul kepalanya dengan binder di tanganku. Selain itu aku menendangnya,"

"Kamu menendangnya?"

Natasha mengangguk. "Tepat 'disana'," ujar Natasha sambil menunjuk ke arah bagian tubuh Arman yang dia maksud.

Arman mengikuti arah jari lentik Natasha.

"Disana?"

"Ya,"

"Apa kamu menendangnya dengan keras?"

"Sepertinya. Soalnya, dia langsung melepaskanku dan berjongkok di depanku,"

Arman terbahak kuat. Dia membayangkan betapa sakitnya rasa sakit yang ditanggung adiknya. Tendangan kaki Natasha tidak bisa dibilang lemah juga. Arman pernah merasakan tulang keringnya biru selama seminggu karena tendangan Natasha. Wait! Kapan itu terjadi?

"Pantas saja kamu menendangku juga saat itu," ujar Arman saat mengingat hari dimana tulang keringnya menjadi korban tendangan maut Natasha.

"Maaf. Aku pikir kamu itu adikmu,"

"Tapi, saat itu kamu langsung minta maaf,"

"Itu karena aku langsung sadar itu kamu,"

"Tahu dari mana?"

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang