Hubungan (Part II)

213 37 5
                                    

Setelah menumpahkan rasa terima kasihnya melalui usapan itu, Satsu kembali berpikir. William Blake? Apa hubungannya Hilde dengan orang itu?

"Aku tidak kenal orang bernama William Blake," Satsu mengetik.

"Ah, Chie juga sudah pernah membicarakannya dengan Hilde. Itulah keanehan tempat itu, Kak." Chie menegakkan punggungnya yang sempat membungkuk, lalu mengangkat telunjuk. "Waktu di sini dengan di sana beda jauh, kira-kira sepuluh kali lipat. Chie sudah sering mengeceknya dengan Hilde sejak seminggu yang lalu, dan bagi Hilde, dia sudah menjalaninya satu bulan."

Tenggorokan Satsu seakan tersendat sesuatu hingga dia sulit menelan ludahnya sendiri. Dahinya berkerut. Benarkah itu?

"Kalau begitu, aku sudah hilang berapa lama di sini?" ketiknya.

"Hampir dua bulan."

Mustahil! Satsu ingin meneriakkan itu, tapi dia hanya bisa menunduk, mengingat-ingat semua hal yang terjadi pada dirinya sejak setahun yang lalu.

Satu tahun. Baginya, sudah sepanjang itu.

"Lalu, apa hubungannya William Blake dengan ...?" Satsu berhenti mengetik. Matanya perlahan membuka lebar. Jika waktu di sana beda sepuluh kali lipat, maka empat tahun William Blake menghilang sama dengan empat puluh tahun. Mengingat dia anak kuliahan, umurnya saat itu kemungkinan 18. Cuma satu orang yang berumur lima puluh tahunan dan dekat dengan Putri Hilderose.

"Sepertinya Kakak sudah tahu." Senyuman mengembang di wajah Chie.

Satsu menatap Chie dan hendak mengonfirmasi, ketika pintu bergeser terbuka. Keduanya sama-sama mengalihkan perhatian pada sosok yang berdiri di depan.

Putri Ester. Matanya sedikit sembab, tapi selain itu, penampilannya sesempurna sebelum tragedi menimpa. Sebagai ganti gaun, yukata biru khas penginapan itu membalut tubuhnya. Bahunya sudah diperban. Mungkin karena tempat itu jauh dari tempat umum, lebih cepat untuk mengobati langsung daripada membawa mereka ke rumah sakit.

"Kenapa kau tidak membunuhku?" tanya sang putri.

Pria pengurus penginapan yang semula ingin mempersilakan sang putri masuk jadi bengong saat mendengar bahasa asing.

Chie pun meminta pencerahan ke Satsu. "Kak, dia bilang apa?" bisiknya.

Untuk sesaat, Satsu dan Putri Ester hanya saling memandang. Sorot mata gadis itu seolah mengatakan dia butuh jawaban ketimbang amarah, meski dendam masih tetap membara di dalamnya, siap menerjang setelah mendapat jawaban.

"Aku sudah memikirkannya berulang kali selama menunggumu bangun." Putri Ester berusaha menelan kesedihan ke dalam tenggorokannya, berusaha tegar dan tidak bersuara lirih. Dia bahkan menaikkan dagu. "Aku tak bisa mengerti alasan kami dilukai, dan ayahku ...." Rupanya sang putri masih belum kuat, dia menengadahkan wajah untuk memasukkan kembali air matanya yang hampir saja jatuh. Setetes yang lolos dihapusnya lembut.

"Aku ... harus tahu, apa kesalahan kami sehingga kalian tega membunuh banyak penduduk kami dan apa yang akan kalian lakukan kepadaku."

Satsu tidak menghiraukan senggolan Chie yang masih meminta penjelasan. Yang dia perhatikan adalah seluruh gerak-gerik dan ekspresi Putri Ester; bagaimana gadis itu menahan emosi, sekaligus waspada terhadap Satsu dengan mengambil jarak, enggan masuk ke dalam.

Satsu menghela napas. Dia mengetik dan menunjukkannya kepada Chie, "Aku butuh kertas dan pena. Dia bicara bahasa asing yang hurufnya tidak ada di ponsel."

Chie mengaduk tas untuk mengambil bolpoin, tapi tangannya terhenti pada catatan kecil yang setelah dipikir-pikir, telah penuh oleh corat-coret mengenai pencarian Satsu. Dia berdiri dan menghampiri pintu, menunduk-nunduk tanpa bicara di hadapan Putri Ester yang sempat mematung, lalu mengintip keluar saat sang putri sudah memberi celah untuk kepalanya menyembul. Chie tersenyum mendapati si pengurus penginapan masih tercenung di sana.

"Bisa minta beberapa kertas?"

Butuh waktu beberapa detik untuk si pengurus sadar dan mengiyakan. Dia pergi, sementara Chie melemparkan senyum yang masih dibuatnya, kepada Putri Ester. Chie mengulurkan tangan mempersilakan sang putri masuk. Itu gestur sederhana yang tanpa kata-kata sekalipun, dapat sang putri mengerti dengan mudah. Putri Ester menggeleng.

Menunggu beberapa menit di depan pintu, si pengurus akhirnya datang lagi membawa tiga lembar kertas.

"Segini cukup?" tanya Chie sambil memperlihatkannya ke Satsu. Pemuda itu mengangguk.

Satsu tak peduli Putri Ester masih bergeming, dia harus menulis suatu jawaban yang bisa menggerakkan kedua kaki gadis itu ke tempatnya. Jangan sampai memaksa ataupun menghampiri karena Ester hanya akan kembali mengambil jarak.

Selesai menulis, Satsu memberikannya ke Chie yang masih heran, mengapa Satsu tak memberikan sendiri?

Putri Ester masih memandang Satsu lamat-lamat ketika mengambil kertas dari Chie. Setelah mengalihkan fokusnya ke kertas, matanya terbelalak sesaat.

"Aku akan memperbaikinya semuanya dan membawamu pulang. Kau bisa membunuhku setelah itu." Begitulah yang tertulis.

Putri Ester memejamkan mata, lalu meremas kertas. Langkahnya cepat menuju tempat Satsu, hentakan kakinya juga keras.

Putri Ester kemudian menginjakkan kaki kanannya pada bahu Satsu, mendorong pemuda itu terjatuh. Chie memekikkan panggilan terhadap kakaknya, lalu segera berusaha menjauhkan sang putri. Putri Ester mengempas Chie dengan kesal.

"Kaupikir aku akan memaafkanmu cuma dengan kau ingin memperbaiki semuanya lalu mati?!" Putri Ester melemparkan gumpalan kertas ke muka Satsu. "Ya, mudah sekali bilang ingin memperbaiki semua, tapi aku tahu kalau itu hanya untuk memuaskan rasa bersalahmu! Tentu saja kau harus memperbaikinya! Itu tanggung jawabmu!"

Akhirnya, Putri Ester membiarkan air matanya mengalir ditemani ekspresi penuh amarah. Dia menjatuhkan lutut di kedua sisi tubuh Satsu, lalu menarik yukata Satsu pada bagian leher, mengangkat si pemuda agar wajahnya mendekat.

"Dan kaupikir kau bisa mati tenang dan puas setelahnya? Tidak akan semudah itu. Kau. Harus. Terus. Bekerja. Untukku. Sampai kau mati. Cuma itu caramu menebus semua kesalahan itu."

Tidak secuil pun Putri Ester ingin membuat Satsu senang. Tentu saja kedua alisnya menekuk heran begitu melihat Satsu malah menyunggingkan senyum tipis.

Satu hal yang membuat pemuda itu puas, setidaknya dia berhasil memancing sang putri mendekat.

******

Author's Note: Satsu x Ester? Jejejeng :v Author emg rada2 suka sama Stockholm Syndrome, jadi ntah bisa kejadian, bisa juga gak. Lol. Eniwei, jangan lupa vomment-nya ya, untuk mendukung terus author :) Meskipun sih, author akan tetap berjuang agar pantas mendapatkan vote dan komen kalian XD Karena sejujurnya, setelah telat sebulan, author merasa tak pantas :'( Author akan terus berjuang XD

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Where stories live. Discover now