Determinasi (Part I)

180 25 0
                                    

Author's Note: Akhirnya author kembali lagi dengan Trace :'D Udah bosen kayaknya nih ya, hiatus melulu. Pokoknya author akan usahakan yang terbaik :) Kali ini, kita balik ke Leonore dan sedikit world-building. Eheheh. Btw, lagunya yang slow-slow aja dulu buat ngiringin kalian baca. Hihi.

Prev Chap: Satsu ingat kesalahannya dulu yang telah menyebabkan Mika, temannya, mencoba bunuh diri. Gara-gara itu, penindasan Shinohara jadi lebih brutal dan Satsu menerimanya saja karena dia menganggap dirinya pantas dihukum. Di tengah semua itu, Putri Ester menolong secara tak terduga. Hanya Putri Ester yang berhak menghukum Satsu. Tidak orang lain.

******

Kamar di Rayongarde, kota perbatasan Exolia, kini sudah hampir sama dengan yang ada di Magna. Hawa dingin tak lagi menyelinap memasuki sela-sela lapisan perlindungan Lumeprodia di luar sana. Leonore harus membuka jaket lengan panjangnya, menggantungnya pada sebuah gantungan kayu bertiang di sudut ruangan, sebelum mempersilakan pelayan keluar untuk mengambilkannya makanan. Leonore menghela napas setelah pintu ditutup, kemudian dia berbalik.

Putri Hilderose terbaring di ranjang tengah ruangan, diselimuti kain tebal berwarna merah pucat. Ranjang itu sama besarnya dengan milik Putri Ester, dapat memuat dua orang. Sang putri dibaringkan di sisi kiri. Cahaya yang menyusup melalui jendela menyinari pipinya yang pucat. Para pelayan telah mengganti pakaian sang putri dengan gaun putih berlengan panjang. Luka-lukanya telah disembuhkan. Namun, sang putri masih tertidur karena lelah, katanya.

Leonore berjalan dengan langkah ragu, pelan, mendekati tepi jendela. Besi-besi melintangi jendela itu secara vertikal dan horizontal, memecahnya menjadi empat persegi ke atas, dan dua persegi ke samping. Di baliknya, terbentang sebuah pekarangan rumput. Kumpulan bunga ungu kemerahan berkelopak panjang membentuk satu lingkaran besar di tengah dan lingkaran-lingkaran kecil di empat sudut pekarangan. Bunga Hilderose. Dulu, Putri Ester juga pernah membahas bagaimana nama mereka sama-sama diambil dari bunga.

Putri Hilderose menggumam dalam tidur, membuat Leonore menoleh. Gadis itu belum bangun, tapi dia sempat menyuarakan kata "ayah". Leonore mengernyitkan alis. Dia memutar-mutar ponsel yang sudah berada di tangannya saat ini, kemudian menatap lekat-lekat benda itu.

Apa dia harus mencoba menghubungi tanpa tahu bagaimana caranya?

Diperhatikannya seluruh sudut kotak itu baik-baik. Satu-satunya yang mencurigakan adalah kumpulan tombol kecil di salah satu sisi. Dia menekan yang paling mencolok, di bagian tengah, di bawah layar.

Layar itu tiba-tiba menyala. Tulisan-tulisan tak dikenal terpampang di sana. Leonore menekan lagi yang di tengah. Layar mati kembali. Dia mencoba-coba terus, tekan sembarangan, tapi tidak ada hasil sampai pemuda itu menggeram kesal. Kenapa untuk komunikasi saja sulit?! Padahal dia hanya ingin tahu bagaimana keadaan Putri Ester di sana dan apa yang harus dilakukannya!

Pintu diketuk. Leonore kembali menyembunyikan ponsel di balik lengan baju. Ikatan kulit yang biasanya dikenakan di pinggang, dikenakannya di lengan untuk menahan ponsel itu. Leonore sudah mengambilnya diam-diam dari Putri Hilderose sebelum baju diganti, agar tidak ketahuan.

"Masuklah!" ucap Leonore sambil mendekati pintu kembali.

Pangeran Alvaron memasuki ruangan, yang dilihatnya pertama kali adalah sang putri. "Bagaimana kondisinya?" Langkahnya teredam karpet ketika mendekati ranjang, begitu pula Leonore.

Leonore menghirup napas dalam-dalam, lalu membuangnya hingga dada mengempis. "Hanya lelah. Yah,"—dia berdeham—"kehidupan di penjara bukanlah kehidupan yang sehat."

Pangeran Alvaron terkikik sambil mengangguk-angguk. "Setidaknya sarkasmemu masih jalan, Tuan Leonore."

"Terima kasih atas pujiannya." Leonore membungkuk. "Jadi, ada tujuan apa Anda kemari? Tentu bukan hanya untuk memastikan keadaan?"

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Where stories live. Discover now