Penjelasan dan Keputusan (Part II)

203 33 11
                                    

Ingatan Leonore memutar ulang kejadian di pesta waktu itu. Sayangnya, yang paling dia ingat adalah yang terburuk. "Jangan bilang kalau dia membunuh Kak Orphea karena perintah."

"Itu ...." Putri Hilderose mengalihkan pandangan. "Itu terserah penilaianmu, Leon. Aku tak berharap bisa mendapat pengampunan, begitu pula dengan ayahku maupun Satsu. Aku hanya ingin membantumu keluar dari masalah ini, dari Alvaron, atau masalah apa pun itu yang memang menurutmu harus kauatasi."

Lagi-lagi, Putri Hilderose melemparkan sorot mata ketegasan yang membuat Leonore tak mampu membalas. Hilde selalu malu dan diam, tidak pernah mengatakan apa yang ada di benaknya. Itulah yang dipikirkan Leonore dari dulu. Namun kini, sang putri berada bersamanya dan berniat membantunya. Apakah dia harus percaya begitu saja setelah apa yang mereka perbuat?

Setidaknya, kilasan Putri Hilderose yang melindungi Leonore di ruang pengobatan waktu itu juga berputar di benaknya. Sekaligus si pemuda yang mengincar nyawa Leonore.

"Bukankah waktu itu dia ... pria yang membunuh para kesatria bersama Tuan Meyr itu ...."

"Satsu?"

"Ya, ya. Satsu. Bukankah dia pernah ingin membunuhku dan melukai Anda?"

"Ah, kurasa itu rencana Alvaron yang aku pun tak tahu. Aku cuma tahu kalau segala sesuatu yang Satsu lakukan adalah untuk membantu ayahku. Dan kurasa, dia tak ingin membunuhmu. Dia cuma ingin kau terluka supaya tidak mengikuti pesta. Semakin sedikit orang yang berkekuatan besar dan mampu memerintah para kesatria Lumia, semakin leluasa Pangeran Alvaron bergerak. Dari sejak awal, pembunuhan itu memang rencana terakhir jika Tuan Putri Ester benar-benar menolak pernikahan dan semua rencana kami sebelumnya terbongkar."

"Rencana sebelumnya?"

"Droxa yang masuk ke kota Loka waktu itu, Leon. Itu juga perbuatan Satsu dan ayahku."

Leonore menarik napas dalam-dalam. Begitu inginnya dia mengampuni orang-orang yang telah menghabisi teman-temannya, tapi niat itu selalu terbentur lagi dan lagi oleh fakta mengerikan.

Putri Hilderose sadar akan ekspresi Leonore yang menegang dan tangannya yang tiba-tiba mengepal. Gadis itu tersenyum pahit. "Jadi? Kau mau membunuhku, ayahku, dan Satsu sekarang?"

"Jangan mengatakan bahwa masalah ini bisa selesai semudah aku membunuhmu sekarang di sini, Hilde, meskipun memang aku bisa melakukannya dengan mudah."

Suara itu begitu dingin hingga Putri Hilderose bergidik, senyumannya luntur. Namun, dia sudah bertekad. "Tidak ada yang bilang kalau ini semudah itu, Leon. Sejak awal, membunuh orang-orang Exolia bukanlah hal yang mudah untuk ayahku dan Satsu. Apa kautahu kalau salah satu Shadow di tempat kami dan beberapa kesatria Lumia di kota Rayongarde juga mati setelah melawan Alvaron? Kami yang terlebih dahulu mendapat serangan karena berada paling dekat dengan perbatasan."

"Jangan jadikan itu alasan!" Leonore masih bersuara dingin. Dia sebenarnya bingung. Mendengar semua ini membuat darahnya mendidih, tapi di sisi lain, ada hal lain yang seharusnya dia lakukan ketimbang memikirkan dendam.

Bukankah begitu?

Leonore mengurut kening sambil menunduk, berusaha melepaskan amarah yang benar-benar hampir membuatnya gila, meyakinkan diri bahwa bukan itu yang harus dipikirkannya sekarang. Sementara itu, Putri Hilderose masih melanjutkan pembicaraan.

"Maaf kalau aku sepertinya hanya mencari alasan. Aku cuma mengatakan hal yang sebenarnya terjadi."

Leonore masih membisu dan memejamkan mata.

"Jadi? Apa yang bisa kulakukan untukmu?"

Pemuda itu berpikir ulang. Sebelum emosinya tadi naik, Putri Hilderose membahas soal dunia lain dan alat komunikasi, bukan? Dia mengangkat wajah dan menunjuk kotak hitam di tangan sang putri. "Anda bilang, benda itu bisa berhubungan dengan dunia lain, tempat di mana Satsu dan Tuan Putri Ester berada?"

"Ah." Putri Hilderose mengembalikan fokus ke benda di tangannya. "Betul. Tapi aku belum mendapat kepastian itu. Waktuku di luar untuk mengecek kondisi kemarin terlalu sedikit. Pemberi informasi yang biasa kuandalkan hanya memberitahuku kalau mungkin Satsu berada di sana. Dia berjanji akan melapor lagi, dan kurasa, ini sudah waktunya. Tapi di dalam istana, alat komunikasi ini tak berfungsi sebagaimana mestinya."

"Jadi, Anda harus keluar lagi?"

Putri Hilderose mengangguk.

Leonore mendesah. "Aku punya satu cara." Dia berdiri dan menghampiri jeruji, lalu memanggil penjaga.

Putri Hilderose ikut berdiri dengan gelisah. "Kenapa kau malah memanggil penjaga?"

"Karena aku akan mengeluarkan kita dari sini, dengan menyetujui apa yang diminta Alvaron."

"Apa kau tidak dengar ceritaku? Alvaron bisa memanfaatkan titik lemah kita untuk memanfaatkan kita dan aku tak mau kau jadi seperti ayahku ataupun Satsu."

"Lalu? Kau punya cara lain?"

Putri Hilderose sama sekali tak punya waktu untuk berpikir maupun menjawab. Dia pun sebenarnya tahu, mereka tak punya jalan lain. Namun, apa yang pernah dibicarakan Pangeran Alvaron dengan Leonore? Pemuda itu tak pernah menceritakannya dan jadi semakin diam semenjak festival lima hari yang lalu.

Seorang penjaga datang tepat ketika Putri Hilderose membuka mulut. Dia tak jadi bicara. Leonore menyuruh si penjaga untuk memastikan ke Alvaron bahwa sang pangeran membutuhkan mereka berdua, agar Leonore dan Putri Hilderose dibawa ke ruang pertemuan istana. Sementara penjaga itu pergi, Putri Hilderose akhirnya bertanya, "Memangnya, apa yang ingin kausetujui? Kau tak pernah menceritakan pembicaraanmu dengan Pangeran Alvaron ketika aku pergi dengan Colesha."

Leonore mengangkat bahu seolah tak sepenuhnya mengerti tujuan Pangeran Alvaron. "Dia memintaku untuk bertarung di perbatasan. Melawan Droxa tentunya."

Putri Hilderose terbelalak. "Droxa di luar kerajaan Magna?! Mereka jauh lebih berbahaya dari yang selalu menghantui Exolia, Leon. Sihir Lumia tempat ini lebih kuat juga karena itu."

"Dan kurasa, saatnya juga mempelajari sihir Lumia mereka, bukan? Aku juga harus bisa lebih kuat, Hilde. Mungkin ini kesempatannya."

Mendengar Leonore memanggilnya dengan Hilde membuat Putri Hilderose tertunduk malu. Malu karena tak seharusnya dadanya bergejolak, tak seharusnya dia senang.

Leonore berbalik. "Dan kau harus menggunakan kesempatan yang kuberikan untuk mencari tahu soal Tuan Putri Ester. Setelah itu, aku juga akan mencari cara agar kita bisa keluar dari sini. Oke?"

Putri Hilderose mengangguk.

Benar. Semua itu Leonore lakukan demi Putri Ester. Tak seharusnya dia mengharapkan apa-apa dari Leonore, baik pengampunan, maupun perasaan spesial.

******

Author's Note: Sedikit nanya aja. Leonore kerasa jerk gak di sini? Lol. Sama mungkin nanti bakal ada character poll kali ya. Pengen tahu aja siapa karakter yang paling kalian suka :D Jangan lupa kasih vote dan komen untuk mendukung Trace atau kalau kalian suka Trace dan ingin yang terbaik untuk Trace. Author ada rencana nerbitin buku fisiknya dengan perbaikan sana-sini, juga banyak art-nya. Tapi akan susah kalau gak ada komen kan? Heheh. Thx juga buat yang udah sering ngikutin sampai sini. You all are the best XD

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Where stories live. Discover now