Kemungkinan (Part II)

187 31 5
                                    

Pakaian yang dikenakannya masih berupa tunik cokelat mewah diselimuti jubah merah. Mahkota menghias rambut pirangnya yang sudah tipis. Keriput memenuhi wajahnya yang sedikit bundar.

Satsu membelalakkan mata. "Raja Exolia itu?!"

"Herberth," panggil Tuan Meyr. "Atau mungkin lebih tepatnya, sesuatu yang memakai tubuh temanku."

Mulut Raja Herberth membulat, kedua alisnya terangkat. "Sepertinya benar, ya, kalau nama tubuh ini Herberth. Aku cuma memasukinya karena kupikir ini tubuh orang penting. Lihat ini?" Dia menunjuk-nunjuk mahkotanya sendiri. "Yah, meskipun aku mengharapkan tubuh yang lebih muda sedikit."

Orang ini sama sekali tak ada niat menyembunyikan identitasnya, pikir Tuan Meyr. Dia menggeram. Tidak pernah sekali pun Herberth membuat ekspresi bodoh seperti itu.

"Cukup sampai di situ." Pangeran Alvaron mengulurkan tangan. "Lumerestrea."

Garis-garis cahaya melengkung melilit tubuh Tuan Meyr dari atas hingga bawah. Dia mengeritkan gigi. Herannya, ini tidak sepanas yang dia pikir.

Cahaya serupa melilit tubuh Ally yang perlahan membaik. Dia meronta-ronta menyuruh sang pangeran melepaskannya.

"Apa yang mau kalian lakukan?!" teriak Tuan Meyr.

Pangeran Alvaron menjawab, "Bukankah sudah pernah kuberi tahu saat pertama kali datang ke sini? Tujuanku tidak pernah berubah semenjak dulu, dan orang ini berjanji akan membantuku."

Tuan Meyr mendengus. "Kau percaya begitu saja?"

Pertanyaan itu sudah terjawab dengan sendirinya ketika Tuan Meyr menemukan sekumpulan pedang cahaya terarah ke punggung Raja Herberth. Sang raja menunduk, lalu mengangkat Ally yang masih menggeliat dan meletakkannya di bahu.

Pangeran Alvaron mendorong kacamata di hidungnya naik. "Anda yang paling tahu bagaimana aku pernah dikhianati, bukan? Aku tidak sebodoh itu." Tatapan sang pangeran berubah dingin dan menusuk.

Setelahnya, Leonore disuruh untuk membawa Tuan Meyr kembali ke istana Rayongarde. Di tengah perjalanan, dentang bel menggema di seluruh kota, memulai terbentuknya kembali kubah pelindung Lumeprodia. Satsu menanyakan mengapa kubah itu sempat lenyap, tapi Tuan Meyr tak memberi informasi apa pun. Di antara ketenangan yang mulai pulih, Satsu akhirnya menghentikan sambungan panca indra mereka.

Sambil meringis, Satsu memegangi kepala. Akhirnya dia menutup mata.

"Apa yang Kakak lihat?" tanya Chie.

Satsu menggeleng-geleng, berusaha menenangkan napasnya sebelum mengetik-ngetik. "Sesuatu terjadi di dunia yang satunya. Tidak terlalu gawat, tapi aku rasa, aku masih harus mengawasi." Tak lupa dia juga memberitahukannya kepada Putri Ester. Akan tetapi, dia tak menyebutkan detail. Hanya satu hal yang membuat sang putri cukup tenang. Leonore masih selamat. Itu sudah cukup baginya.

Selesai memastikan bahwa semua baik-baik saja, Satsu, Chie, dan Putri Ester kembali menyusuri jalan sebelumnya. Lurus, lalu berbelok ke kanan melewati jembatan. Sungai di bawah mengalir tenang tidak menimbulkan bunyi. Ada orang yang jalan-jalan membawa anjing setinggi pinggang.

Putri Ester terkesiap, lalu menggenggam lengan Satsu. "Droxa?!"

Namun, si pemiik anjing dan anjingnya berjalan begitu saja melewati mereka. Mata Putri Ester masih mengikuti gerakan si anjing. Ketika sudah menjauh, Putri Ester baru sadar bahwa dia sudah memegangi tangan seorang pria selain Leonore lebih dari sepuluh detik! Putri Ester segera menarik diri. Dia berdeham.

"Droxa itu sangat menakutkan, kautahu? Setiap hari suaranya berisik, sedikit saja lengah mereka akan membunuh kita."

Satsu tahu itu. Di Wilayah Bayangan, Droxa lebih ganas. Justru Satsu ingin tahu apakah Putri Ester pernah melihat gumpalan Droxa berduri yang pernah menyerangnya.

Sampai di kumpulan perumahan, Chie melambai-lambaikan tangan di depan rumah ketiga.

Dibandingkan dengan bangunan-bangunan sekeliling, kediaman Otomu memiliki pagar. Tidak semuanya begitu di sana.

Putri Ester meraba pelat berukiran yang terdapat di dindingnya. Beberapa kali gadis itu mengamati ketikan huruf di ponsel Satsu. "Nanti kau harus mengajarkanku bahasa kalian, Satsu."

Alis Satsu naik sebelah.

Putri Ester tersenyum paham. "Dari dulu aku memang tidak mahir sihir, tapi aku cepat belajar. Kalau kita ingin menemui orangtuamu, aku juga setidaknya harus bisa memperkenalkan diri."

Satsu kini benar-benar membulatkan mata. Meski dia tidak pernah melukai sang putri, sikap sang putri padanya terlalu baik sampai dia sendiri bingung harus berbuat apa. Satsu memalingkan wajah, lalu mengangguk. Dia meminta kertas dari Chie dan menuliskan beberapa patah kalimat. Chie pun ikut-ikutan mengajari.

Hal itu membuat mereka terlambat menyadari pintu rumah di balik pagar terbuka.

"Sudah saatnya Chie diomeli ini. Berbuat seenaknya terus dan mengabaikan sekolahnya selama sebulan?! Yang benar saja!"

Satsu kenal suara kasar dan serak itu.

Sosoknya makin jelas ketika dia melangkah keluar, meski dari dada ke bawah terhalangi pagar. Di belakangnya pun, seorang wanita yang sangat dia kenal menemani sang pria. Keduanya membelalakkan mata saat melihat Satsu. Si pria berambut hitam cepak bahkan menjatuhkan tas hitam yang dia bawa.

"Sa ... tsu?" gumam wanita di belakangnya.

Putri Ester berdeham dan merapikan diri, sementara Chie menarik tangan kakaknya, membuka pintu pagar, lalu masuk ke rumah.

"Ayah! Ibu! Lihat siapa yang Chie temukan!" kata Chie dengan mata berbinar-binar.

Satsu menutupi mulutnya dengan syal sambil memalingkan wajah. Sejujurnya, ini terlalu tiba-tiba. Hatinya belum siap bertemu kembali dengan orangtua yang sudah lama tidak dilihatnya.

Ah, tapi kalau tidak salah, di sini dia menghilang baru sebulan lebih. Tidak selama itu juga bagi orangtuanya.

"Satsu ...," ayahnya pun menggumam.

Angin mengembus lembut tubuh Satsu, seolah mendorong tubuhnya untuk menghampiri sang ayah dan ibu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Angin mengembus lembut tubuh Satsu, seolah mendorong tubuhnya untuk menghampiri sang ayah dan ibu.

Akhirnya, dia pulang.

Akhirnya, mereka menemukannya.

Apakah selama ini mereka mengkhawatirkannya? Apakah hari ini kepulangannya akan dirayakan dan dia bisa tidur nyenyak tanpa memikirkan apa pun? Memikirkan Exolia, Tuan Meyr, dan apa yang telah dilakukannya di sana?

Satsu mengusir segala pikiran negatif dari benaknya untuk sementara. Dengan optimis, dia memberanikan diri menatap ayahnya sambil tersenyum.

Namun, senyum itu langsung pudar saat melihat wajah sang ayah menggelap, tenggelam dalam amarah. Satsu tak siap saat pria itu menghampiri, mendorong Chie ke samping, lalu mengangkat tangannya.

"Beraninya kau pulang ke sini setelah sebulan pergi dari rumah!"

Satsu tersentak. Telapak tangan kasar menghantam pipinya keras sampai dia terhuyung.

Ah ... apa yang sebenarnya kuharapkan?

******

Author's Note: Hehe. Habis ini bakal ada sesuatu yang gak terduga juga ^^ Jangan lupa tinggalkan vomment untuk mendukung atau ingin kasih tahu sesuatu yang kayaknya kurang yah di cerita ini. Soalnya author gak selalu tiap chapter pasti bagus. Kadang kurang fit, kadang kurang gimana. Tapi, author akan selalu berusaha memberikan yang terbaik. Eniwei, bagian ini akan mulai berakhir ke bagian sebelum klimaks, yang berarti, gak lama lagi akan tamat volume 2-nya :D See you next chapter~

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Where stories live. Discover now