Last Boss (Part I)

125 25 3
                                    

Author's Note: Akhirnyaaaaa!! Setelah berjuang nulis cuma di kereta, chapter ini selesai juga ditulis. Author sempet ulang nulis karena belum sesuai dengan yang author mau, tapi yang ini dah lebih sesuai. Btw, sekarang udah mulai kerja ngantor di CIAYO Comics. Meskipun jadi lebih sedikit waktu untuk nulis, tapi seperti sekarang, author bisa tetep ngerjain di kereta, karena gak ngapa2in juga di kereta sih~

Prev Chap: Chie bertemu dengan Eoden dan berbincang. Sebelum sempat menjadi Shadow seutuhnya, Leonore datang dan mengembalikan jiwa Chie. Sementara itu, Satsu sedikit kesulitan menghadapi musuh. Namun, keadaan berbalik ketika para Droxa malah menyerang Nadia.

******

Nadia berusaha sekuat tenaga mengatup mulutnya juga menahan agar bola matanya tidak copot dari rongga. Seluruh tubuhnya bergetar. Bukan. Ini bukan rasa takut ataupun perumpamaan berlebihan karena tepat itulah yang terjadi.

Tubuh Nadia sekarang hanya sekumpulan Droxa yang dibentuk oleh kesadarannya.

Ujung jari Nadia terbelah, terpisah dan menghilang. "Hentikan!" titah Nadia. "Kalian lebih percaya kata-kata orang asing daripada suaraku?!"

Tidak mungkin musuh menyia-nyiakan kesempatan. Pangeran Alvaron meneriakkan sepuluh Lumegladio. Pedang-pedang cahaya itu menusuk dan menghancurkan sosok Nadia lebih jauh. Rasa sakit sudah tak sampai ke jiwa wanita itu, tapi ada hal lain yang masih meremukkannya.

Kekalahan.

Gerombolan-gerombolan Droxa ikut menyerang Nadia yang sudah bersayap compang-camping. Sebagian masih berpihak, mempertahankan wujud itu. Namun, serangan mengarah dari berbagai arah. Colesha bersiap dengan cakar-cakar kucingnya. Satsu bangkit dengan belati Kizvaalia di kedua tangan. Tuan Meyr menyarankannya untuk menyerah saja, sementara Ally sibuk mengeluarkan Phexaez untuk menusuknya dari bawah.

Sampai kapan Nadia bisa terus menghindar dan bertahan?

Dalam detik-detik sebelum menuju akhir, Nadia yang menolak kekalahan, mengembalikan kegigihan dan mengumandangkan, "Dolizea!"

Empat tembok hitam membubung tinggi melindunginya. Kepala monster mencuat dari tembok dan menggigiti para Droxa yang menyerang membabi-buta. Mereka hancur,.memudar menjadi asap.

Ally terkesiap. Dia telanjur memelesat. Tubuhnya tepat melaju menuju moncong monster yang tengah terbuka lebar. Tanpa bisa mengubah arah, gadis itu menopang rahang monster dengan bilah Kizvaalia di kedua tangannya. Gesekan rahang dengan sisi belati menimbulkan percikan sekaligus desing yang ngilu.

Erangan Ally keluar di antara sela-sela gigi yang mengerit. Seluruh ototnya berteriak. Pertahanan ini cepat atau lambat akan runtuh. Dalam gemetar, Ally menjauhkan diri dengan tangan masih di dalam. Ketika tenaga melemah, sang monster berhasil menekan mulut menutup. Ally memilih menyerahkan tangan ketimbang nyawa. Kepala dan bagian tubuh lain sempat menjauh, sementara tangannya masih terulur. Dia sudah bersiap menyambut rasa sakit jika monster melahap.

"Lumeprodia!"

Satu teriakan dari bawah mengejutkan Ally. Kubah cahaya kecil melindungi, menghambat pergerakan monster. Meski tak akan sanggup bertahan lama, Ally memanfaatkan kesempatan dengan menjadikan kepala monster sebagai pijakan dan melontarkan tubuhnya menjauh. Setelah selamat mendarat, Ally menoleh ke si perapal tadi, Leonore.

"Aku akan membayar utangku pelan-pelan," ucap Leonore.

Ally mendengkus. "Jangan sok jago, Bocah. Tadi itu aku bisa urus sendiri." Dia melirik ke gadis di sebelah si pemuda. Itu adalah gadis yang tadi ikut Satsu datang. Adiknya, Chie. Shadow baru? pikir Ally.

Satsu lebih terkejut lagi ketika mendengar panggilan Chie. Namun, belum sempat keduanya saling menghampiri, Tuan Meyr berteriak, "Ke bawah!"

Pertempuran memang belum selesai. Satsu menunda hal yang paling ingin dilakukannya—mendekap adiknya erat-erat dan memastikan dia benar-benar masih hidup. Dia kemudian menyusul Tuan Meyr menjatuhkan diri ke Wilayah Bayangan.

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang