Kematian Chie (Part II)

159 26 6
                                    

Sementara ayahnya terus berusaha, perhatian Satsu teralih ke rasa sakit yang dideritanya kembali. Dia menoleh ke tengah halaman.

Gumpalan Droxa tadi telah mengecil membentuk sosok melayang. Seluruh kulitnya hitam, dibalut gaun berwarna serupa yang menjadi satu-satunya petunjuk bahwa dia adalah wanita. Gaun itu berleher tinggi hingga menutupi mulut. Rambut hitamnya yang panjang lurus tampak menyatu dengan gaun. Bilah-bilah hitam memanjang dari punggung, melengkung dan menusuk orang-orang di sana, termasuk Tuan Meyr dan Ally.

"Effifata-Lumia, Lumegladio!" teriak Pangeran Alvaron.

Pedang-pedang cahaya meluncur menyerang sosok itu. Sebelum sempat menyentuh musuh, sekumpulan Droxa membubung dari bawah tanah, menjadi tembok penghalang untuk kesepuluh pedang Lumegladio. Meski si sosok terpaksa melepaskan orang-orang dari tusukan bilah hitamnya, Pangeran Alvaron tetap menggeram kesal melihat pedang-pedang cahaya menghilang setelah berhasil menghabisi beberapa Droxa cecunguk. Mereka tak mampu menembus pertahanan musuh.

Caladria memekik dan melebarkan sayapnya untuk melindungi Pangeran Alvaron. Dari dalam, pemuda itu terus melakukan serangan bersama Putri Hilderose yang memanah.

Colesha membungkuk, menajamkan konsentrasi pada seluruh tubuhnya. Bulu-bulu oranye kecokelatan mulai tumbuh memanjang menutupi tangan, kaki, serta kepala gadis itu. Setelah sepenuhnya menjadi kucing, dia melompat keluar dari kubah perlindungan dan mulai menghabisi—menggigit, mencakar, serta memukuli—para Droxa satu per satu.

Tuan Meyr, panggil Satsu dalam hati, tolong gunakan Imofola padaku. Aku ingin menghabisi makhluk itu.

Tanpa menoleh, Tuan Meyr menjawab, "Makhluk ini tak bisa dihadapi membabi-buta!"

Aku tidak peduli. Secara lembut, Satsu meletakkan tangan Chie, membiarkan ayahnya bersikeras memulihkan hidup Chie sendirian. Satsu berdiri, kemudian menajamkan tatapan pada si makhluk. Aku yang akan menghabisinya, dengan atau tanpa bantuanmu!

Satsu menggigit jari, menumpahkan asap hitam dari balik lukanya, yang dia gunakan untuk menggores luka baru pada kedua telapak tangan. Dengan sepasang bilah Kizvaalia, Satsu berlari menerjang musuh.

Mendapati Satsu, sosok itu mengarahkan sebagian Droxa kepadanya.

Satsu menusuk dan membelah sebanyak yang dia bisa, tapi sebagian besar dibiarkannya menyayat dan melukai seluruh tubuh. Para Droxa yang lolos berniat terus menerjang hingga ke tempat Putri Ester. Satsu tak membiarkannya.

Seiring Satsu membeliak melirik Droxa-droxa itu, bilah-bilah hitam mencuat dari luka di sekujur bahu dan sisi tubuh, memanjang, kemudian menusuk para Droxa di belakangnya. Mereka lenyap menjadi butiran-butiran asap hitam.

"Phexaez!" teriak Ally. Rapalan itu memunculkan duri-duri dari bawah tanah, membantu Satsu menghabisi para Droxa di depan.

Satu Droxa ditebas Satsu. Dia tak peduli orang-orang yang mengecam. Dia hanya ingin melampiaskan sesuatu yang menekan dadanya sedari tadi. Kesadaran akan sekitar seolah menghilang seperti berada di dalam mimpi. Satsu bahkan menyeringai. Dia tak perlu sihir Imofola untuk melenyapkan kesadaran.

Mengamati Satsu yang menerjang tanpa memedulikan tubuhnya, Putri Ester menaruh tangan di depan dada, seolah menahan kepedihan, kemudian menunduk. Chie pun tak kunjung kembali bernapas. Tidak adakah yang bisa dilakukannya?

"Dia belum sepenuhnya pergi. Kalian masih bisa menyelamatkannya."

Putri Ester terkesiap. Di bahunya, bertengger makhluk kecil bertanduk satu, Mezu. Tangan mungilnya menyentuh pipi sang putri. Sensasinya dingin.

"Kau mengerti bahasa kami, bukan?"

Ragu-ragu, Putri Ester mengangguk pelan.

"Anak ini membutuhkan energi tambahan untuk menjalankan kembali jantungnya. Medika Nobisia tidaklah cukup. Itu hanya untuk menyembuhkan luka. Cobalah Restitua Visa."

"Restitua Visa?" gumam Putri Ester. Masalahnya, dia tak tahu apakah bisa menggunakan mantra itu atau tidak, karena selama ini, Lumia bukanlah keahliannya.

"Ketidakmampuanmu sudah menjadi perhitunganku, dan perlu diketahui, hal itu bukanlah salahmu. Beri tahu saja temanmu."

Putri Ester segera paham. Dia mengguncang Leonore, tapi penjelasannyalah yang lebih mengembalikan pemuda itu ke kenyataan, bahwa Chie masih bisa diselamatkan.

Leonore mengernyitkan alis. Dia tak pernah mendengar mantra itu sebelumnya. Putri Ester menyuruh untuk segera melakukan tanpa banyak tanya. Tidak punya pilihan lain, Leonore mencoba menggumamkan mantra baru.

Beberapa butir cahaya muncul. Sekelebat, benak Leonore lagi-lagi dihantui bayangan seorang gadis, dan itu membuatnya terperanjat kehilangan fokus. Cahaya kembali menghilang. Setelah beberapa kali mengulang mantra dan tak ada hasil, Leonore mencari penjelasan kembali dari Putri Ester.

"Salah mantra," di bahu kanan Putri Ester, Gozu, si anak lelaki kecil bertanduk melengkung, berkomentar. "Sepertinya dia membatasi penggunaan mantra agar tidak asal-asalan."

"Kita harus mencoba mantra lain sebelum terlambat," balas Mezu.

Atas petunjuk Putri Ester, Leonore terus menggumamkan mantra demi mantra untuk menyelamatkan Chie. Penguatan mantra Medika Nobisia pun diucapkannya, tapi tanpa hasil, seperti dugaan Mezu.

"Doa kepada Dewi Magna," gumam Leonore. "Aku tidak ingin percaya, tapi rasanya, Dewi Magna memang sudah terbukti membantu."

Meskipun ekspresi Mezu tak banyak berubah, dia terkejut mendengar nama itu. Dia meminta penerjemahan dari Putri Ester mengenai keseluruhan kata-kata Leonore. Alhasil, Mezu memberi ide terakhir yang dapat dipikirkannya.

Doa kepada Dewi Magna itu haruslah dalam bahasa dewa Bumi.

******

Author's Note: Seperti biasa, terima kasih selalu untuk dukungannya dan makasih juga sudah baca sampai sini. Yep, author belum bunuh Chie, tapi bukan berarti gak bakal. Haha. Ntahlah. Itu dikira-kira aja nanti. Yang jelas, di Trace pasti ada lagi yang bakal mati. Jangan lupa vomment-nya ya~

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant