Determinasi (Part II)

168 24 0
                                    

"Kenapa?"

"Orang biasa tidak diizinkan melatih kekuatan Lumia mereka, Tuan Alvaron, untuk menjaga kedamaian," jelas si gadis dengan rambut sanggul yang pertama kali menyapa mereka. "Sihir pertarungan sebenarnya juga dapat melukai manusia, sementara sihir penyembuhan dapat membuatmu angkuh. Sudah menjadi ajaran Eoden bahwa hanya orang-orang terpilihlah yang diperbolehkan meningkatkan kemampuan Lumia mereka. Para Kesatria dan Penyembuh di kerajaan Exolia adalah orang-orang itu, mereka yang diizinkan."

Tanpa pengertian sama sekali, Pangeran Alvaron mengangkat alis sambil membentuk "o" dengan mulutnya. "Hoo? Ajaran yang aneh."

Bisik-bisik terdengar dari beberapa orang di sekitar si gadis. Kebanyakan dari mereka menunjukkan ekspresi tak senang. Leonore ingat aura-aura itu. Setetes keringat mengalir di pelipisnya. Dia mengangkat kedua tangan di depan mereka sambil melengkungkan bibir, berusaha memecah ketegangan.

"Tuan Pangeran Alvaron berasal dari kerajaan lain yang tidak menyembah maupun mengetahui ajaran Eoden. Mohon dimaklumi kalau hal ini sedikit aneh baginya."

"Apa dia juga yang telah menghilangkan dinding hitam perbatasan?" Seorang pria berkumis menatap tajam ke arah Leonore dan Pangeran Alvaron. Kegiatan perdagangan juga berhenti satu per satu, memusatkan perhatian ke mereka. "Tuan Leonore," lanjutnya lagi, "dulu, ayah Anda juga menjadi pemberontak dan ingin keluar dari kerajaan, memusnahkan dinding itu. Raja yang sakit dan Tuan Putri Ester yang merawatnya di istana, tapi Anda sendiri berkeliling bersama pangeran dari kerajaan lain?" Dia menyipitkan mata. "Apa ini tidak terlalu kebetulan?"

Jantung Leonore serasa diremas. Dia menelan ludah, bukan karena takut akan tuduhan itu, juga bukan karena masa lalu yang tiba-tiba menghantuinya lagi. Dia tidak bisa menyembunyikan gemetarnya. Tangannya mengepal keras, bibirnya mengatup rapat. Dia bahkan lupa untuk menahan senyum, senyum yang seharusnya bisa menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Biasanya selalu begitu.

Sebuah tepukan di bahu kanannya membuat Leonore terkesiap. Dia menoleh, mendapati Pangeran Alvaron yang masih tenang. Entah kenapa, gemetar Leonore terhenti.

Pangeran Alvaron mengangkat telunjuk. "Memang kerajaankulah yang telah memusnahkan dinding hitam. Lebih tepatnya, dinding itu dulu ada karena kekuatan Yang Mulia Raja Herberth."

"Jadi, ini semua terjadi karena raja sakit?" tanya si gadis rambut sanggul, kedua tangannya merapat di dada.

"Tidak," jawab Pangeran Alvaron dengan nada dan ekspresi santai. "Aku tanpa sengaja telah membunuhnya."

Tingkat keterkejutan Leonore memuncak hingga matanya membulat besar. Apa yang dikatakan pangeran ini di tengah keramaian dan ketika semua orang memperhatikan mereka?!

Masih dengan ekspresi yang sama, si pembuat onar itu melanjutkan, "Tuan Leonore dan Tuan Putri Hilderose adalah tawananku. Ah, tentu saja kalian juga begitu, tapi kalian mendapat perlakuan yang lebih baik daripada mereka, masih dalam kenikmatan damai kota ini seperti biasanya, karena kalian hanyalah penduduk biasa, orang biasa yang tidak bisa apa-apa. Mengerti? Aku tidak suka membuang nyawa tanpa alasan maupun keuntungan yang jelas."

"Be-berani-beraninya!"

Satu pria berteriak, yang lain menyusul. Ajakan bertempur dikumandangkan. Mereka mempersiapkan senjata masing-masing yang tak lain tak bukan hanyalah tongkat kayu, gagang sapu, atau bahkan apel dan roti dagangan. Yang wanita disuruh mundur.

Pangeran Alvaron merapal mantra Lumegladio tingkat tinggi. Sepuluh pedang cahaya bercampur listrik mengelilingi tubuhnya dan Leonore, membuat mereka berdua menjadi pusat dari pedang-pedang itu. Dia menaikkan kacamata di hidungnya yang tadi sempat melorot. Tatapan matanya sudah berubah tajam, sementara bibirnya menyeringai.

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang