Hukuman (Part II)

187 33 9
                                    

Satu detik.

Dua detik.

Tepat ketika jarinya bergerak, barulah pria itu berkedip dan menghampiri Shinohara. "Ada petugas. Cepat tinggalkan dia!"

"Bagaimana bisa ada petugas?" Shinohara merapikan ujung-ujung kemeja ke dalam celana, lalu mengambil tas yang sempat dilemparnya sembarangan ke lantai.

"Orang asing temannya Satsu itu membawa masalah. Si petugas mau tahu dia datang dari mana. Tidak ada tanda pengenal pula. Kau bisa mengurusnya?"

"Maksudmu?"

"Kalau dia melihat Satsu basah seperti itu sama kita, bisa celaka. Kita tidak boleh membiarkan masalah si orang asing sampai merembet ke sini. Bagaimana kalau kaukatakan saja dia sedang jalan-jalan sama kita, tapi lupa bawa visa?"

Shinohara berdecak. "Aku juga tidak mau dapat masalah seperti itu. Kau saja yang urus." Dia menyodorkan tanggung jawab ke temannya yang satu lagi.

Sementara itu, Satsu mengangkat kepala. Air menetes dari rambut, hidung, dan dagunya. Tengkuknya pun dingin karena basah. Ketiga orang itu menoleh saat Satsu menghampiri. Padahal langkahnya gontai, tapi ketiganya malah tersentak mundur. Mereka bukan takut akan Satsu, tapi takut akan apa yang akan dilaporkan Satsu.

Tanpa peduli, Satsu mencuci muka dan rambutnya di wastafel. Serasa tidak cukup disiram air, dia menempelkan dahi di dasar wastafel dan membiarkan air mengalir ke atas kepalanya. Di saat seperti itu, si petugas tiba-tiba masuk.

"Kenapa lama sekali?"

Gelagapan, Shinohara menjawab, "Ada yang muntah, Pak. Teman kami sakit."

Si petugas menyipitkan mata mengamati gerak-gerik Satsu yang tak kunjung mengangkat wajah. Dia menghampiri, lalu mengguncang pundak Satsu. "Kau baik-baik saja?"

Terkesiap, Satsu akhirnya menghadap petugas itu. Tatapan sayunya menyiratkan kelesuan, tapi Satsu mengangguk-angguk sambil mengelap wajah.

"Kau mengenal gadis asing di luar?"

Gemetaran, Satsu mengambil HP dari dalam saku, kemudian mencari nomor Chie dan meneleponnya. Setelah diangkat, dia menyerahkan ponsel ke si petugas. Dengan heran, petugas itu berbicara dengan Chie.

"Paspor dan tanda pengenalnya hilang?! Bagaimana bisa?" Si petugas menjeda sahutannya dengan beberapa anggukan. "Kakakmu ini kelihatannya sedang sakit. Apa bisa diandalkan sebagai jaminan? Di mana rumah kalian? Oh, oh. Baiklah. Saya akan memastikan lagi dengan orangtua kalian. Untuk sementara, masalah ini saya biarkan dulu, mengingat kakakmu juga tidak bisa bicara untuk menjelaskannya. Jangan lupa segera urus laporan kehilangan paspor dan tanda pengenalnya."

Si petugas mengembalikan telepon setelah dimatikan, kemudian memastikan keadaan Satsu sekali lagi. Satsu hanya mengambil sambil menunduk beberapa kali, sebelum buru-buru meninggalkan toilet. Ketiga orang lain menyusul, meninggalkan si petugas yang mendapati jaket Satsu tergeletak di lantai, agak jauh dari pintu masuk. Dia mengambilnya. Sudah basah. Mengingat kondisi Satsu yang hanya memakai selembar kaos lengan panjang, sudah pasti ini jaketnya, tapi tak mungkin memakaikan jaket basah ke orang yang sudah kedinginan.

Sesampainya di luar, Satsu cepat-cepat menarik tangan Putri Ester menaiki tangga, padahal sang putri masih syok melihat kondisi Satsu.

"Apa yang mereka lakukan padamu?" tanyanya.

Tidak penting, tidak penting, tidak penting! Satsu terus menarik tangan sang putri hingga mencapai tempat tunggu kereta. Meski belum satu pun tiba, Satsu terus berjalan makin ke ujung agar setidaknya dia jauh dari tangga. Dia tak mau berada di tempat terdekat dengan kemungkinan datangnya Shinohara.

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Where stories live. Discover now