Hukuman (Part I)

145 26 0
                                    

Author's Note: Sebagai balasan kemarin-kemarin telat, kali ini langsung 2 chapter, alias 4 part yah~ Dan btw, hati-hati dengan adegan bullying di chapter ini :')

Prev Chap: Satsu bertemu kembali dengan Shinohara. Setelah bujukan Putri Ester, akhirnya dia berniat menyelesaikan masalah dengan Shinohara. Sayangnya, setelah digiring ke toilet, Shinohara memakai senjata pamungkas dalam nama Mika Suzuki.

******

Satsu sudah menyukai Mika Suzuki semenjak mereka duduk di bangku SMP kelas satu. Mereka selalu belajar bersama dan saling bersaing menduduki posisi pertama atau kedua. Kedudukan Satsu kebanyakan lebih tinggi, tapi Mika tak pernah menyerah. Dia selalu ceria meski bergaul dengan Satsu yang pendiam. Bagi Satsu, Mika selalu seperti cahaya yang membuatnya tersenyum.

Sampai pada suatu musim panas, ketika seharusnya Mika jalan-jalan bersama Satsu di festival, tiba-tiba saja dia dikabarkan lompat dari lantai tiga apartemennya.

Setidaknya, benturan di kepala Mika masih teredam oleh air. Dia koma. Ayah Satsu menjadi penanggung jawab operasi, yang menyebabkan Satsu tak bisa menjenguk karena dilarang. "Kau harus fokus belajar," katanya.

Satsu memutuskan untuk menitipkan Mika kepada temannya. Setiap hari dia menanyakan keadaannya, bahkan diam-diam membuat seribu bangau kertas, yang diledek oleh Chie dan membuatnya malu sendiri.

Satsu tak pernah memberikan bangau kertas itu.

Mika sembuh. Hanya saja, dia jadi tinggal kelas dan pacaran dengan teman Satsu yang sering mengunjunginya. Satsu lulus tanpa mengetahui alasan pasti mengapa Mika mencoba bunuh diri, kecuali tekanan dari orangtua yang seharusnya sama-sama mereka hadapi. Namun, tepat setelah memasuki kelas dua, akhirnya mereka bertemu kembali dan Mika memberi tahu alasan itu.

Gara-gara Satsu selalu juara satu, Mika diomeli oleh orangtuanya.

Gara-gara Satsu terus mengajaknya belajar, Mika gagal menjuarai lomba kepenulisan yang diminatinya.

Gara-gara Satsu membantah rasa sukanya di depan teman-temannya sebelum kedatangan Mika di festival musim panas, dia putus asa.

Namun, Mika telah bahagia, meninggalkan Satsu dengan sebuah lubang di dada yang berusaha ditutupinya dengan satu hal: menolong orang lain agar tidak mencoba bunuh diri seperti Mika.

******

Mengamati ekspresi Satsu yang akhirnya melemah dan dadanya yang kembang-kempis akibat panik, Shinohara kembali meninju perut Satsu. Pemuda itu masih tak terjatuh, tapi tangannya mulai memegangi bekas pukulan. Konsentrasinya buyar.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Shinohara menghujaninya dengan pukulan bertubi-tubi, sampai Satsu akhirnya terpojok. Punggungnya membentur dinding.

Shinohara meremas bahu kiri Satsu. "Kautahu kalau semua ini pantas kaudapatkan, 'kan? Hah? Otomu? Hidupmu bisanya cuma menyusahkan orang. Bahkan setelah kau menghilang, aku yang disalahkan oleh wali kelas, padahal dia juga sama boroknya! Orang-orang lain juga pura-pura tak tahu! Orangtuaku memaki gara-gara kasus ini. Untung saja tidak ada yang berani mengadukan karena mereka semua punya andil menyiksamu. Oh!" Shinohara tertawa. "Bukan, bukan. Maksudku, semua orang punya andil menghakimimu karena kau pantas dihukum, Otomu. Kaubilang tadi, aku sudah puas? Jangan bercanda!"

Shinohara mendorong leher Satsu hingga sisi kanan wajahnya menyentuh lantai toilet yang kotor. Sambil menginjak kepala Satsu, dia menarik paksa jaket Satsu, melepasnya, lalu menggulung lengan kaos Satsu, memperlihatkan bekas-bekas sayatan dan sundutan.

"Wah, wah, wah! Ini sudah bertambah atau belum? Dengan dosa-dosa barumu, seharusnya ditambah! Untungnya ada kita di sini yang berbaik hati bisa membantu. Hei, cepat beri aku cutter!"

Mendengar satu kata itu, Satsu terbelalak dan segera melepaskan diri, lalu mendorong kaki Shinohara. Dia tak boleh membiarkan Shinohara tahu soal tubuhnya.

Sementara si penyerang terjatuh, gantian temannya yang sigap menginjak punggung Satsu. Tubuhnya kembali merapat pada lantai. Shinohara mendelik saat bangkit.

"Benar-benar harus diberi pelajaran!" Temannya makin menekan. "Aku akan menjaganya. Kau bisa mengambil cutter dulu, Shinohara-san!"

Suatu ide baru terlintas di benak Shinohara. Kalau memang Satsu tidak mau disayat, ada hukuman lain yang lebih menarik. Shinohara menyuruh temannya mendorong kepala Satsu ke dalam salah satu tempat buang air kecil, sementara dia sendiri mencari tongkat pel di sudut kamar mandi, membawanya ke sana, lalu menekankannya ke kepala Satsu supaya dia tak bisa bergerak.

Yang berikutnya terjadi, Satsu tak ingin ingat.

******

Putri Ester sebenarnya mengikuti Satsu dan ketiga orang tadi menuju toilet. Namun, sebelum berhasil masuk, seorang pemuda yang mengenakan kemeja putih dengan kain kurus kotak-kotak aneh bergantung di dadanya, berdiri menghalangi sambil tersenyum. Dia menunjuk ruang sebelah. Kata-katanya tak dapat dimengerti.

Setelah memasuki toilet wanita dan mengamati gerak-gerik orang yang mencuci tangan di sana, barulah sang putri mulai paham. Ini tempat wanita, yang tadi tempat pria. Putri Ester menatap cermin yang terpampang lebar di atas deretan wastafel. Penampilannya terlalu tertutup dan kurang menggembung dibandingkan gaun Exolia, sudah seperti pakaian laki-laki saja. Akhirnya, dia juga tidak membawa gaun pestanya sama sekali. Yah, baginya itu tak masalah sekarang.

Teriakan-teriakan tak jelas terdengar dari toilet tetangga. Agak redam. Suara pria asing tadi. Tentu saja, karena Satsu sama sekali tak bisa mengeluarkan suara apa pun. Sedikit khawatir, Putri Ester keluar dan menghampiri si pemuda yang masih menjaga.

"Omae, aitsu no dare da?[1]" tanyanya sambil melangkah maju, kepalanya lebih mencuat dari badan.

Putri Ester otomatis mundur dengan dahi mengernyit. Bau mulutnya membuat sang putri tak nyaman, jijik. "Satsu?! Kau baik-baik saja?!"

"Kanojo na wake nee yo na?[2]" Pria itu menyentuh dagu Putri Ester.

Sang putri membelalakkan mata, lalu menampar pria itu. Lancang sekali menyentuhnya dengan tangan kasar, lagi pula dia bukan siapa-siapa. Begitu dipelototi dan hendak dibalas, Putri Ester menginjak kakinya keras-keras, lalu mendorong tubuhnya yang sudah tak seimbang hingga tersungkur tepat ke pintu masuk toilet wanita. Salah seorang gadis yang baru saja keluar memekik. Hal itu memancing petugas stasiun datang menanyai.

Entah apa yang dijelaskan si pria sambil marah-marah, sang petugas malah menatap sinis ke arah Putri Ester, lalu berdecak. Dia berusaha berkomunikasi, tapi Putri Ester hanya bisa melongo. Meski si petugas menengadahkan tangan setelah membuat gestur kotak kecil, sang putri tetap mengernyitkan alis tak mengerti. Si petugas merentangkan tangan, yang setelah beberapa kali, akhirnya dimengerti sebagai gestur yang harus diikutinya. Ketika tangan sang putri terentang, wanita yang jadi salah satu orang terlibat, diminta untuk memeriksa saku jaket Putri Ester. Hanya ada satu tiket.

Si petugas menunjukkan tiket itu di depan wajahnya. Dugaan sang putri, dia ingin tahu dari mana sang putri dapat itu. Putri Ester langsung menunjuk ke dalam toilet pria.

Pemuda berkemeja putih di sebelah sang putri mendelik, lalu menjelaskan sesuatu sambil memasang kedua tangan di depan dadanya, mengisyaratkan agar mereka menunggu dulu. Dia masuk.

Mulutnya kaku sesaat, ketika dilihatnya kepala Satsu ditekan ke dalam genangan air di tempat pembuangan menggunakan pel. Tangan Satsu bergeming.

******

Footnote:

[1] Kau ini siapanya dia?

[2] Bukan pacarnya, 'kan?

Onogoro (Trace of A Shadow #2) [COMPLETED]Where stories live. Discover now