Bagian 3

6.5K 265 8
                                    

Ku kira perasaanmu serius, nyatanya hanya ambisius

-Erlangga


Erlangga memacu motornya perlahan, benaknya berputar-putar memikirkan Tania entah kenapa hatinya terasa sakit dan sesak.

"Kemana Tania? Udah beberapa hari gue nggak ketemu sama dia. Di sekolah juga dia menjauh. Apa__"  Pikiran Erlangga terbang pada ucapan Rifaul dulu "Dia punya hobi naklukin hati cowok-cowok, Lang, dia pembosan. Dia__arggg!" Erlangga mengeram frustasi.

"Kenapa gue kecewa?" Bodohnya ia selalu bertanya pada dirinya sendiri alasan mengapa ia kecewa setiap kali Tania melukai hatinya, mungkin saja hatinya sudah benar-benar jatuh pada gadis yang saat ini sedang bersemayam di pikirannya.

Tak sengaja Erlangga melewati pusat perbelanjaan yang selalu sibuk dan dada nya berdenyut ketika sepasang matanya menangkap bayangan Tania keluar dari Mall. Dia tidak sendiri, dia bergelayut manja di lengan seorang pria.

"Sial itu si Hali!"

Erlangga memukul stir motor cukup keras melampiaskan segala kekecewaannya.

"Ayo kita berfikir positif, gue rasa dia bakal jelasin." Ucapnya yang entah untuk keberapa kali kalimat itu selalu ia ucapkan, berusaha menaruh kepercayaan kepada seseorang itu bukanlah hal yang mudah. Dan ya, penjelasan? Harusnya ia tidak menuntut itu dari Tania, toh ia sudah melihatnya sendiri bagaimana gadis itu bergelayut manja di lengan orang lain.

Dengan perasaan kecewa Erlangga memacu motornya kembali. Erlangga tidak tahu apa yang menuntunnya untuk berhenti disebuah toko buku, pikirannya kusut, dia tidak mengerti tiba-tiba dia merasa sakit hati.

"Hali nikung gue! Dia rebut Tania dari gue!" Kalimat itu terus berputar di otaknya bak komedi putar. Erlangga membuka helm dan mengunci leher motornya. Ia masuk ke dalam toko buku tersebut meski sebenarnya tak ada niat sedikit pun untuk membeli buku disana.

"Gue nggak ngerasa cinta sama Tania, tapi kenapa gue sakit hati?"

Ada rasa ragu untuk membuka pintu, Erlangga hanya berdiri mematung memperhatikan daun pintu lalu setelah sekian lama tangannya mulai terulur membuka pintu dihadapannya.

Suara denting lonceng diatas pintu membuat perasaan Erlangga sedikit tenang apalagi keadaan toko buku kala itu sangatlah tentram meskipun banyak manusia yang tengah sibuk dengan buku masing-masing.

Baru saja melangkah, netranya menangkap bayangan seorang gadis yang tengah berdiri mengamati buku di tangannya, Erlangga semakin mendekat menyamakan posisi dengan gadis itu. Merasa di dekati gadis itu menoleh sekilas, tatapan matanya masih sama, tajam. Entah kenapa jantung Erlangga berdebar ketika netranya bertabrakan  dengan iris cokelat milik sang gadis, si pemilik iris tajam nan rupawan, ialah Dara.

Cukup lama keduanya saling tatap, namun akhirnya sang gadis memilih untuk mengakhiri dan menghiraukan kehadiran Erlangga.

Sesekali Erlangga mengamati wajah Dara dari samping. Ia tersenyum kala melihat pahatan indah Tuhan pada gadis di sampingnya, hidungnya yang mancung, bulu mata yang lentik serta bibir kecil yang sedikit tebal berwarna peach itu. Indah, akhirnya Erlangga membatin sendiri.

Dara berjalan menjauhi Erlangga membawa buku yang tadi ia baca. Erlangga menarik asal buku yang tersusun rapih di atas rak dan buru-buru mengejar langkah Dara.

ERLANGGA (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now