BAGIAN 47

1.9K 79 0
                                    

Meskipun aku di sampingmu, aku merindukanmu.



Tugas prakerin telah selesai di laksanakan. Dara, Rival dan Fazrin membereskan barang mereka sebelum akhirnya pulang kembali ke Jakarta.

“Lo pulang sama siapa?” Tanya Fazrin pada Dara yang tengah membantunya dan Rival membereskan barang milik mereka. Jadi sekarang posisinya Dara sedang di kostan Rival dan Fazrin membantu mereka.

“Kereta kali.” Jawab Dara.

“Bareng gue ajalah, gue kan bawa motor.” Ucap Fazrin.

“Ntar ngerepotin, rumah gue sama rumah lo jauh. Kasian lo ntar kalo harus nganterin gue dulu. Gak apa-apalah gue sendiri aja.” Tolak Dara.

“Ya udah kalo gitu, tapi kita nganterin lo sampe stasiun ya?” Sahut Rival.

“Hm terserah, lo berdua atur deh.” Jawab Dara cuek.

Mereka bertiga pada dasarnya memang dekat, dan dengan disatukannya mereka untuk Prakerin di Bandung, menjadikan mereka bertiga lebih dekat. Jika ditanya apakah diantara mereka ada yang menyimpan perasaan terhadap satu sama lain? Jawabannya tidak. Mereka bertiga benar-benar hanya sahabat, tak lebih.
Rivaldi sudah memiliki kekasih, namanya Salsabila, Fazrin juga sama, kekasihnya bernama Elsa. Dan Dara? Hatinya masih menunggu seseorang yang berjanji akan pulang. Siapa lagi jika bukan Erlangga

“Lo tunggu sana, biar gue yang beli tiketnya.” Ucap Fazrin. Dara mengangguk lalu duduk di kursi tunggu.

Tak lama Fazrin datang dengan sebuah tiket di tangannya.

“Nih, lima belas menit lagi keretanya datang.” Ucap Fazrin sembari memberikan tiket nya pada Dara.

Setelah lima belas menit menunggu, pengumumam keberangkatan Bandung-Jakarta terdengar menggema di seantero statiun. Dara bangkit dari duduknya sembari menggendong ransel yang semula di pakai Fazrin.

“Gue duluan ya!” Pamit Dara.

“Hati-hati Ra!”Ucap Rival.

“Kalo udah sampe, kabarin!” Ucap Fazrin.

“Iya. Thanks ya!” Sebelum pergi, Dara menyambut high five dari kedua sahabatnya, sebelum akhirnya Dara pergi menuju gerbong kereta.

Dara sudah duduk di kursinya, ia satu kursi dengan seorang pria dewasa. Dara sempat membalas senyum pria itu sebelum akhirnya ia memilih untuk menyumpal kedua telinganya dengan earphone.

Dara mengotak atik ponselnya, ia masuk kedalam instagram melihat-lihat isinya, barangkali ada yang membuatnya tertarik sembari mengisi waktu kosongnya di kereta.

Dara membuka satu persatu insta story disana, sampai akhirnya berhenti di insta story milik Alrendy. Disana nampak Alrendy bersama seorang gadis, di selingi dengan emoticon hati di foto itu. Fotonya nampak mesra, Dara mendengus sembari tersenyum kecut.

Dara sudah bosan dengan cinta-cinta palsu seperti itu, ia sudah bosan mendengar kata 'suka' yang mereka ucapkan seenak jidatnya tanpa makna. Kata cinta yang memang tidak ada rasa, Dara bosan dengan itu.

Berkali-kali ia dekat dengan laki-laki, hingga akhirnya nyaman, dan sumpah demi Tuhan Dara tidak tahu alasan akhirnya mereka sendirilah yang pergi. Terkadang Dara juga berfikir, aneh, mereka yang mendekati, mereka pula yang menjauhi. Hingga akhirnya, Dara memilih untuk tidak menyerahkan hatinya pada siapapun, pada laki-laki manapun yang tujuannya hanya bercanda. Semakin bertambahnya usia, Dara sadar, kali ini bukan untuk bermain-main, sudah saatnya ia mencari orang yang memang serius padanya.

Dara memejamkan matanya, berharap ia bisa tidur sampai di tujuan. Tenang di sekitar, tapi riuh di pikiran. Pikirannya kacau hanya karena memikirkan hal tak penting seperti itu. Jika ditanya apakah Dara sakit hati? Tidak, Dara hanya kecewa dengan orang-orang yang seenaknya mempermainkan perasaan.

Setelah hampir tiga jam menempuh perjalan darat melalui kereta api, Dara sampai di jakarta. Dara mengusap wajahnya beberapa kali, hingga akhirnya ia bangun untuk keluar dari dalam gerbong.

Udara khas Jakarta kembali menyeruak di indra penciumannya. Dara tersenyum simpul. Ia berjalan kearah pintu keluar stasiun, ia akan pulang setelah memesan mobil online.

Dara terpaku kala ia melihat pintu keluar stasiun, ia tak bisa berkata apapun, tubuhnya menjadi dingin dan kaku, matanya tak berkedip barang sedetik pun. Detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, matanya pun merah. Dara baru mengerjapkan matanya kala orang yang sedang bertatapan dengannya tersenyum seraya menghampirinya.

Pandangan Dara tak lepas dari orang yang sedang menghampirinya, tanpa disadari air matanya meluncur begitu saja. Kemudian Dara sedikit terisak. Tepat saat orang itu berada di hadapannya, Dara menatap manik orang itu dengan lekat.

“Adara...” panggilnya. Dara hanya diam menatap orang itu sembari menangis. Ransel yang Dara pegang jatuh ke lantai stasiun. Orang itu langsung memeluk Dara dengan erat. Dara masih tak membalas, ia masih terisak.

“Dara, aku kangen.” Ucap orang itu. Tangis Dara pecah, ia membalas pelukan dari orang yang memeluknya sekarang.

“Kenapa baru sekarang?!” Tanya Dara bersusah payah karena menangis.

“Maaffin aku, maaf.” Ucap orang itu.
Laki-laki itu, Erlangga. Erlangga yang kini tengah memeluk Dara di stasiun kereta. Mendekapnya dengan semua kerinduan yang selama ini ia simpan. Kerinduan yang akhirnya dapat terobati. Dia Erlangga. Erlangga terus mengusap punggung Dara, berharap Dara segera tenang dan berhenti menangis. Setelah dirasa Dara cukup tenang, Erlangga melepaskan pelukannya.

Dara yang masih terisak serta air mata yang masih turun dari matanya hanya menatap Erlangga penuh harap. Ia takut, takut jika ini hanya mimpi seperti dulu. Tangan Erlangga terulur, ia menghapus sisa air mata di pipi Dara dengan ibu jarinya.

Erlangga memegang pipi Dara dengan kedua tangannya. Ia menatap lekat manik cokelat Dara, kemudian Erlangga mengecup kedua mata Dara secara bergantian dan berakhir mencium kening Dara. Dara terdiam, ia mengatur nafasnya lalu kembali menatap Erlangga.

“Ayo pulang.” Erlangga tersenyum, kemudian tangannya terulur menggenggam tangan Dara, dan tangannya yang lain, ia gunakan untuk membawa ransel Dara.
Mereka berdua sekarang sedang berada di dalam mobil, Erlangga membawa mobil dari rumahnya khusus untuk menjemput Dara. Ia pulang dari Jepang dua hari yang lalu, dan ia tahu bahwa Dara akan pulang hari ini dari Dzikri, jadilah Erlangga yang menjemput Dara ke stasiun.

“Ra, perasaan kamu masih sama gak buat aku?” Tanya Erlangga. Dara mengalihkan pandangannya pada Erlangga.

“Aku selalu nunggu kamu, Lang. Aku selalu nunggu kabar dari kamu, aku selalu nunggu kamu pulang, tapi kamu gak pulang juga.” Ucap Dara.Erlangga menghela nafasnya, kemudian menepikan mobilnya. Erlangga menatap Dara dan Dara membalasnya. Tangan Erlangga menggenggam tangan Dara, dan mengusapnya dengan ibu jarinya.

“Ra, ayo kita mulai lagi. Dari awal.” Ucap Erlangga tanpa mengalihkan pandangannya dari Dara. Dara terus menatap mata Erlangga mencari kebohongan disana, tapi hasilnya nihil. Ia melihat ketulusan di mata Erlangga. Kemudian Dara tersenyum dan mengangguk. Erlangga yang mendapat respon tak terduga itu tersenyum. Wajahnya mulai mendekati wajah Dara, berusaha memangkas jarak diantara keduanya, hingga akhirnya Erlangga mencium bibir Dara.

ERLANGGA (SUDAH TERBIT)Место, где живут истории. Откройте их для себя