Chapter 35: Day 2 ..

461 22 5
                                    

(Day 2)

Author's POV

Hari ini adalah hari pengecekkan darah bagi keluarga Layla. Mereka akan di tes satu-satu apakah cocok untuk didonorkan darah, termasuk Elle.

..

Pertama Mr. David Brunette yang akan dites darah. Sang dokter mulai menyuntikkan jarum ke tangannya.

..

Kedua, Mrs. Mary Brunette, diikuti dengan Elle setelahnya.

Setelah pengetesan darah, dokter menyuruh mereka untuk menunggu selama 30 menit untuk mengambil hasilnya.

.

.

Greyson's POV

Sedih sekali.. Yang biasanya hari-hariku penuh dengan senyumannya, kini hilang dan penuh kekhawatiran. Yang biasanya Layla duduk manis di kursi tunggu les piano, menungguku keluar dan menyambutku dengan ramah kini kursi tunggu terlihat kosong.

..

Hari itu juga, aku , mom , dad, dan Alexa akan menjenguk Layla. Tanner tidak ikut karena ia sedang menjalani lomba basket antar Negara bagian.

..

Saat sedang berjalan ke ruangan Layla, kami menemui Mr. , Mrs Brunette dan Elle sedang duduk di suatu sofa dengan kapas di tangan mereka. Apa mereka habis mengetes darah? Entahlah.

"Halo Mary, David.." ujar dad. Kami berbicara sebentar dengan mereka. Alexa mengobrol dengan Elle, sementara aku memainkan ponselku, tidak tahu apa yang sedang kulakukan dengannya.

"I am so sorry to hear that," ujar mom. "Kuharap Layla bisa cepat sembuh, kami rindu dengan sang bungsu itu.." jawab Mrs. Brunette.

"Tadi kami habis tes darah berharap bisa mendonorkannya kepada Layla."

"Bagus , lah.. Semoga hasilnya akurat, Mary."

Aku terus mendengarkan percakapan mereka, sampai tiba-tiba seorang suster dan Dr. Mark disampingnya membawa papan jalan dan sebuah kertas menghampiri kami.

..

"Tn. Brunette dan Ny. Brunette.." ujarnya. Apa ini? Apa kah hasil pengetesan darah? Semuanya tertuju ke arah dokter dan suster itu.

Sang dokter menghela nafas. Apa ini pertanda buruk?

"I'm so sorry to say, that.. Tidak ada di antara kalian yang cocok untuk didonorkan kepada Layla. I am really sorry.." .

What the heck!? Tidak mungkin!

Pasti Tuhan memiliki rencana lain dibalik ini. Aku yakin!!

..

Mrs. Mary dan Elle menangis, sementara Mr. David tak bisa berkata apa-apa. Dad, mom, dan Alexa menenangkan mereka.

"Lalu apalagi dok yang harus kami lakukan untuk menyelamatkan nyawa adikku?! Apa!?" Elle bangkit dan membentak sang dokter.

Aku hanya terus berdoa..

"Teruslah mencari yang lain untuk didonorkan darah. Sampai cocok, sebelum hari Sabtu pukul 6 sore. Kalau lewat dari itu, akan terlambat.." jawab dokter.

"Kenapa bisa se akurat itu, dok waktunya?! Kau kan bukan Tuhan yang berkehendak mencabut nyawanya, dan tidak ada yang tahu kematian itu kapan! Kenapa kau seperti ingin membuang kesempatan darinya?! " melihatnya, aku tak bisa menahan tangis.

"Ini hanya perkiraan kami para dokter saja, nak. Dengan kondisi Layla yang seperti itu, darahnya terus menerus keluar . Maka itu harus secepatnya ditangani.."

"Dok, mengapa harus donor darah? Kau kan dokter, masa kau tidak bisa menyembuhkannya?! Lagipula hanya sayatan kecil, dok.." kini debat menjadi sengit. Elle tak henti-hentinya membela adiknya yang kritis.

"Memang sayatan itu kecil, tapi dalam. Nanti ada bagian yang terinfeksi jika dinanti-nanti , darahnya pun akan terus keluar dengan sangat perlahan. We're sorry, semoga ada darah yang cocok untuk didonorkan. Kami hanya bisa berdoa, sisanya.. itu kehendak-Nya. We are really sorry.." ujar dokter lalu pergi diikuti sang suster.

Suasana menjadi hening. Hanya tangisan-tangisan kecil yang kudengar.

"Mary, David, Kami turut mendoakan kalian. Besok mungkin keluarga kami yang akan tes darah dan siapa tahu cocok untuk didonorkan." ujar mom. Dad mengangguk.

"Oya, Kami ke sini untuk menjenguk Layla.." ujar dad. Mrs. Mary segera berhenti menangis.

"Ya sudah, ayo kita ke sana bersama.." jawab Mrs. Mary sambil tersenyum. Ia segera mengantarkan kami ke ruangan Layla.

...

Aku sungguh gelisah ingin menjenguknya, mengingat bahwa tidak ada satu pun dari keluarganya yang darahnya cocok untuknya. Sementara perkiraan dokter tinggal 2 hari lagi ia bisa bertahan.

Mrs. Mary, Mr. David, mom dan dad masuk bersama duluan. Tinggal tersisa aku, Elle, dan Alexa di luar.

..

"Semoga adikmu cepat sembuh, ya.." ujar Lexa. Elle mengangguk.

"Semoga pacarmu cepat sembuh ya, Grey.." ujar Lexa. Aku menyenggol bahunya pelan. Wajah Elle terbelalak.

"JADI.. Jadi kau??" Elle ternganga. "Memangnya ia belum pernah memberitahumu kalau Greyson adalah pacarnya?" tanya Lexa. Aku menutup mulutnya.

"Belum sama sekali! Selamat ya kalian." jawab Elle. Kini tangisnya mereda dan berubah menjadi tawaan kecil.

"Ya hehe.." jawabku tersipu.

..

Tak lama kemudian, orangtua kami keluar. Alexa, Elle , dan aku akan masuk.

..

Di sana Layla. Masih terpejam kedua matanya.. Mesin detak jantung masih berbunyi. Detak jantungnya sedikit lebih tenang dibandingkan kemarin, dan itu membuatku merinding.

Aku hanya menatapnya yang sedang terbaring, tak bisa berkata-kata. Elle menghampiri Layla dan mulai berbicara.

"Hey, bangunlahh. Kau tega sekali meninggalkan kakakmu sendirian di rumah."

Bukannya yang tega adalah Gathy? Hm.

"Bangunn.. Aku rindu tingkahmu yang menyebalkan ituu." ujar Elle sambil menyentuh bahu Layla. Alexa mengusap-usap punggung Elle perlahan.

Elle mulai menangis.

"Semoga Tuhan menghendaki adikmu itu untuk masih tetap tinggal di dunia.." ujar Lexa. "Aku yakin kok.. Pasti." jawab Elle sambil tersenyum.

Aku menghampiri Layla dan menggenggam tangannya.

"Kami menunggumu untuk bangun. Bangunlah.." ujarku. Alexa memerhatikanku sambil tersenyum.

-_-

...

Setelah cukup lama di sana, kami pun memutuskan untuk keluar.

Kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Aku pamit kepada Elle, Mr. David, dan Mrs. Mary..

.

.

Entah bagaimana keputusan Tuhan 2 hari lagi..

Piano Love~ Greyson Chance love story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang