Keana Irene Azura

2.2K 380 29
                                    

Minggu, 31 Januari 2020.


"Selamat ulang tahun, Cantik."

"Tanjoubi omedetou, Irene-chan..."

"Happy birthday, Bitch."

Ucapan dari ketiga sahabatnya saling bersahutan. Dimulai dari Naya, Sana, dan ditutup dengan manis oleh Jennie.

Irene tertawa riang kala wajahnya dicumbui ciuman ringan dan tubuhnya dipeluk oleh mereka.

"Terima kasih, Sayang-sayangku!" seru Irene begitu sebuah kotak kado besar diberikan padanya.

"Isinya apa, nih?" Ia memincingkan mata, menatap setiap ekspresi ketiga temannya itu. Mencoba menebak-nebak dalam hati kala mereka menolak menjawab. Sana mengibaskan kedua tangannya, karena ia murni tidak tahu apa-apa. Ia tak ikut patungan dengan Jennie dan Naya, karena lebih memilih memberikan kadonya secara pribadi.

Jennie mendekat kemudian menunjuk kado itu, "Those are..." bisiknya dengan suara hampir mendesah, "Condoms," Ia mengedipkan mata, "For your safety, girl," sahutnya enteng, membuat Irene terbelalak dan hampir membanting kotak itu.

Naya lantas terbahak. "Well, Irene, now you're twenty. The best age to make babies," sambungnya tanpa rasa bersalah.

Sana menggeleng tak habis pikir. Ia lalu menutup kuping Irene yang hanya bisa melongo mendengar pembicaraan Jennie dan Naya yang memang agak liar.

"Jangan didengar, nggak baik," ujar Sana pelan sembari menggelengkan kepala dan menatapnya tegas, seperti memberikan nasihat pada adik sepupunya.

"Sayangnya gue udah dengar semuanya, San," sungut Irene. "By the way, gue buka sekarang, ya?" tanyanya kemudian, meminta izin. Ia tahu jelas bahwa Naya dan Jennie hanya bercanda tadi. Tangannya sibuk mengguncangkan kado itu, dengan telinga yang mendekat untuk mendengar suaranya lebih jelas.

"Nikmatin aja dulu pesta lo sana, masih banyak yang baru datang tuh," tegur Naya sembari menunjuk gerombolan laki-laki yang baru datang.

Di ulang tahun yang kedua puluh ini, orangtua Irene memang sengaja mengadakan pesta ulang tahun besar-besaran yang mengundang keluarga, saudara-sepupu, kenalan-kenalan, dan satu angkatan Irene yang bersedia datang. Karena tahun ini merupakan tahun terakhir ulang tahunnya dirayakan.

"Gila, Ren! Kecil banget kotaknya Suho," komentar Jennie begitu melihat pemuda itu datang dengan langkah percaya diri.

"Jangan salah! Biasanya yang kecil lebih luar biasa isinya, Jen," sahut Naya, membuat Irene segera melirik kotak kado besar dari mereka dengan curiga.

"Kunci mobil kali tuh," celetuk Naya berbisik, tidak benar-benar bercanda.

"Eh? Masa sih?" gumam Irene tak percaya. Memang, sih, Sunan Horas Silaban, as known as Suho, merupakan bibit-bibit konglomorat karena kelak menjadi penerus perusahaan batu bara. Tetapi, akankah sampai sebegitunya hingga memberikan kado sebuah mobil kepada temannya?

"Ngaco lo, Nay," balas Jennie, "Nggak mungkin kunci mobil, lah. Gue rasa itu cincin tunangan buat Irene," sambungnya tanpa dosa.

Naya sontak menepuk bahu Jennie yang terbuka akibat gaun yang dipakainya. Ia mengangguk-angguk setuju dan terbahak sembari berbincang tentang bagaimana rasanya menjadi Irene yang akan menjadi menantu dari pengusaha batu bara.

Irene ingin memberikan pelajaran pada mereka, namun Sana segera mencolek lengannya, memberi sinyal bahwa Suho sudah berdiri di hadapan gadis itu.

"Happy birthday, Keana Irene Azura," ucap Suho dengan manis, lalu maju beberapa langkah untuk bercipika-cipiki dengan Irene. Hal itu membuat teman-teman Suho yang mengikuti dari belakang bersorak menggoda.

SINGULARITYWhere stories live. Discover now