D-23; Miracles Happen!

1.7K 318 93
                                    

Baca part sebelumnya kalau lupa ya!!!

Happy reading...



Sabtu, 6 Februari 2020.


" T—Theo? Se—sejak kapan kamu di sini?" tanya gadis itu bingung.

Namun, Theo tak segera menjawab. Ia masih terdiam, ditemani tatapan bertanya dari Irene dan tatapan penasaran dari Joyana. Kalau boleh jujur, ia telah mengikuti Irene sejak dilihatnya gadis itu jalan seorang diri. Alangkah kagetnya ia, saat mengetahui gadis itu dihadapkan kembali dengan Rose dan teman-temannya.

Tetapi, bagian di mana Irene membantu Joyana tidak membuatnya terkejut sama sekali. Ia sudah menduganya. Karena Irene bukanlah seseorang yang akan diam saja saat melihat ketidak-adilan di sekitarnya. Ia termasuk tipe makhluk sosial yang suka ikut campur dalam urusan orang lain. Setidaknya, itulah yang bisa Theo simpulkan setelah mengenal gadis berkelakuan bocah itu selama setahun ini.

Bukannya membantu, Theo memutuskan untuk menunggu. Ia membiarkan Irene menghadapi ketakutannya selama ini, rasa resah yang kerap memberikan mimpi buruk bagi Irene sampai-sampai harus meneleponnya di subuh hari untuk sekadar menceritakan mimpinya itu. Mengganggu jam tidur minimalisnya, mengadu padanya hingga sambungan tiba-tiba mendadak sunyi—tanda bahwa gadis itu telah tertidur, dan membiarkannya termenung seperti orang bodoh dengan ponsel yang masih menempel di telinga hanya untuk mendengar dengkuran halus gadis itu.

Kini Theo memberikan kebebasan bagi gadis itu berjuang untuk dirinya sendiri, tanpa bayang-bayangnya sama sekali. Di saat Theo dapat memastikan jika Irene diam-diam tengah menunggunya di dalam sana, mengingat Irene selalu percaya bahwa ia adalah pahlawan baginya. Sementara itu, Theo justru ingin membuktikan pada Irene bahwa gadis itu pun mampu menjadi pahlawan bagi orang lain. Sekali lagi, tanpa bayang-bayangnya sama sekali atau bantuan siapapun.

Buktinya, Irene berhasil. Dan Theo... cukup bangga dengannya.

Omong-omong, Theo sebenarnya cukup terkejut mengetahui bahwa Joyana lah yang di-bully kali ini. Sebab ia pernah bertemu Joyana beberapa kali dan ia bisa menyimpulkan bahwa gadis bongsor itu adalah orang yang baik dan tidak sering berbuat macam-macam.

"Jadi pulang bareng?" tanya Theo akhirnya, setelah terdiam cukup lama. Ia memang sebelumnya telah membuka pesan dari gadis itu.

Irene sontak mengerjapkan mata bulatnya. Gadis itu tampak kebingungan menyaksikan keramahan Theo. Dalam hati bertanya-tanya, apakah laki-laki di hadapannya itu tengah kerasukan malaikat atau memang baik padanya hanya setiap kali ia menderita?

"T—Tapi, Sunan—"

Ucapan Irene langsung disela oleh Theo. "Kalau gitu lo bareng dia, biar Joyana sama gue," tukasnya tegas, tanpa mendengar lebih lanjut lagi.

Mendengar ucapan tanpa penolakan dari Theo, berhasil membuat Irene langsung cemberut. "T—tapi aku maunya sama kamu, The," keluhnya manja, tanpa bisa ditahan. Tampaknya, ia membutuhkan dekapan hangat itu lagi. Sebuah dekapan yang begitu menenangkan, seakan-akan menyuratkan padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Tetapi, Theo balas berdecak. Ia menatap sepasang manik mata Irene tegas. "Irene, sekarang di luar sana ada yang nungguin lo dan mau lo telantarin gitu aja? Otak lo di mana?!" tegur Theo dengan nada dinginnya kembali, membuat Irene segera menipiskan bibir. Menyesali sikapnya yang berhasil mengembalikan Theo ke mode es batunya.

SINGULARITYOù les histoires vivent. Découvrez maintenant