D-7; Beautiful Couple Made From Heaven

1.4K 220 223
                                    

"I'm crazy for you, but you're tired of me."

"The bad guy who wet me with tears, the bad guy with the memories that drove me crazy."

(Bad - BEN)


📅


Senin, 22 Februari 2020.


Begitu masuk ke dalam mobil, Irene langsung menyenderkan tubuh dan memejamkan mata. Mr. Johnny sontak berdeham pelan, "Nona Irene ingin ke mana?" tanyanya hati-hati.

Sedari tadi, ia memperhatikan kejadian di kafe dari dalam mobil. Ia memang tidak bisa mendengar, tetapi ia sadar bahwa Nona-nya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Irene mendongak, memberikan senyum tipis, "Tolong antar aku ke apartemen Theo ya, Mr. Johnny," jawabnya seperti biasa.

Kemudian, Irene kembali menutup mata, sembari menggigit bibirnya kuat-kuat menahan tangis. Tak ada kata yang dapat menggambarkan betapa kalut dirinya saat ini. Ia bingung.

Irene merasa hilang arah, seakan petanya tak lagi bertumpu pada utara.

Bagaimana bisa Sana dan Theo menyembunyikan hal ini darinya? Bagaimana bisa mereka bersikap seakan-akan tak saling mengenal saat di depannya? Bagaimana bisa Irene tidak tahu, jika sahabat dekatnya pernah berpacaran dengan tunangannya?

Ia sadar, jika tak seharusnya ia mempermasalahkan masa lalu Theo. Karena, hubungan itu sudah berlalu. Tetapi... nyatanya perihal hati tak semudah itu.

Irene harus mengakui bahwa ia merasa kecewa mengetahuinya.

Irene masih tidak ingin percaya.

Irene harus dengar semuanya dari mulut Theo.

Masih ada harapan bahwa apa yang ia dengar hari ini hanyalah gurauan semata. Mungkin saja, Jennie dan Naya sudah siap di apartemen Theo dengan topi kerucut dan kue tart, hendak merayakan ulang tahunnya yang sudah lewat beberapa minggu. Atau mungkin, ia akan menemukan kamera tersembunyi di apartemen Theo. Bisa saja Junot sedang merencanakan konten jebakan dan ia adalah korban pertamanya.

Oleh karena itu, sesampainya di sana, Irene langsung bergegas menuju unit apartemen Theo. Ditekannya bel berkali-kali. Irene lantas meneguk saliva kuat-kuat begitu pintu di depannya terbuka perlahan dan memperlihatkan wajah tunangannya yang tampak terganggu.

Irene kira dirinya akan sanggup bersikap tenang. Tetapi, begitu maniknya bertemu dengan manik tajam dan dalam milik Theo, ia spontan tertegun. Ia segera mengalihkan pandang, begitu merasa air matanya ingin meluap.

"Lo... kenapa?" tanya Theo, dengan kedua alis bertaut.

Namun, Irene tak menjawab. Ia langsung menerobos masuk tanpa permisi. Matanya segera mengarah pada satu titik. Kali ini, ia tak peduli dengan larangan-larangan Theo untuk tak menyentuh barang pemuda itu. Irene hanya ingin memastikan semuanya.

Theo sendiri terkejut menyadari sikap janggal Irene. Ia hendak protes, seiring mengikuti pergerakan gadis itu. Ketika gadis itu berhenti di satu titik, Theo lantas menghembuskan napas kasar. Theo langsung paham, bahwa gadis itu sudah tahu.

Theo sontak tak bisa berbuat apapun, selain membeku dan membisu di tempatnya. Theo membiarkan Irene meraih lukisan yang baru saja diselesaikan olehnya—sehingga menyisakan bercak-bercak cat di jemarinya.

Di sisi lain, Irene sudah tak bisa berkata apa-apa lagi, ketika melihat betapa indah lukisan Theo. Rasanya Irene ingin menangis, entah karena keindahan yang dipadukan warna-warni itu, atau karena dia bukanlah objek yang dilukis oleh Theo—seperti yang diam-diam ia harapkan selama ini.

SINGULARITYWhere stories live. Discover now