D-12; Even The Sky Cries Sometimes

1.1K 186 73
                                    

Rabu, 17 Februari 2020.

00.05

Hari telah berganti. Namun tiap insan dengan sepasang mata kelelahan itu masih terjaga. Enggan terlelap barang sedetik pun. Terutama seorang gadis yang masih memandang pintu putih di hadapannya dengan tatapan kosong.

"Kamu harus tidur, Irene," pinta Wendy lembut, mengusap bahu rapuh itu perlahan. Seharusnya Wendy dan Malvine sudah pulang sore kemarin, tetapi karena keadaan Krystal yang melemah, mereka lantas mengurungkan niat dan akan pulang setelah menyaksikan Krystal terbangun dengan mata mereka sendiri—kecuali Malvine yang harus pulang pagi nanti karena urusan pekerjaan.

Namun Irene tak bergeming, ia hanya menanggapi perkataan tersebut dengan satu kedipan lemah. Sejak siang tadi yang ia lakukan hanyalah berdiam diri, tidak makan dan tidak berbicara pada siapapun. Ia benar-benar terkejut atas apa yang telah terjadi.

Lagi-lagi ia telah melakukan kesalahan. Lagi-lagi ia telah membahayakan nyawa orang yang ia sayangi.

"Ini semua salahku," ucap Irene berulang kali dalam hati.

Malvine menghembuskan napas lelah. Ia menatap gadis tak berdaya itu dengan tatapan miris. Ia lantas berlutut di hadapan Irene, lalu meremas pelan kedua tangan gadis itu yang berada di atas paha, "Irene, Paman tahu apa yang sedang ada di dalam pikiran kamu."

"Berhenti," Ia menggeleng dan menatap tegas manik Irene yang sayu, "Berhenti berpikir seperti itu. Kamu nggak salah, Irene. Jadi, jangan terus menyalahkan diri kamu di dalam pikiranmu itu, mengerti?"

Irene memejamkan mata dan balas menggeleng, ia tak mau menerima kata-kata manis itu. Karena menurutnya, ia bersalah. Ia tak mau sikapnya ini dibenarkan hanya karena Paman Malvine merasa kasihan dengan keadaannya.

"Paman, kalau aja aku menahan diri dan nggak mengaku semua kebohongan aku, Bibi Krys pasti baik-baik aja saat ini. Aku yang membuat dia melemah. Aku yang membuat dia nggak berdaya di dalam sana. Aku yang membuat dia... Aku yang membuat dia susah... Aku... Aku yang selalu membuat mereka susah... Paman Kai dan Bibi Krys..."

Irene menarik kedua tangannya untuk segera menangkup wajahnya, menyembunyikan air mata yang memaksa keluar dari netranya. Namun, ia tak akan membiarkan air matanya jatuh di hadapan orang lain.

Malvine masih tak menyerah. Ia kini meremas kedua bahu Irene, memberikan gadis itu kekuatan. "Okay, if you think you're wrong then look at me, Irene."

Irene awalnya menolak namun pada akhirnya iris mata keduanya beririsan. Lantas Malvine mengunci tatapan itu, "Kamu memang salah, Irene. Kamu salah. Kamu telah melakukan sebuah kesalahan," ucap Malvine tegas, berhasil membuat Wendy yang sedari tadi hanya memperhatikan langsung terkejut dan nyaris membentak Malvine.

"Lalu, apa kamu hanya akan terus menyalahi diri kamu? Apakah dengan menyalahi diri kamu maka akan menyelesaikan permasalahan? Apakah dengan menyalahi diri kamu, maka Bibimu bisa bangun dan sehat kembali?" tanya Malvine.

"Jawab Paman, Irene," sambungnya saat Irene hendak mengalihkan pandang.

"N—Nggak, Paman," jawab Irene dengan suara serak.

"Nggak kan, Irene? Jadi berhenti menyalahkan diri kamu sendiri," tukas Malvine cepat. "Yang harus kamu lakukan sekarang adalah maafkan diri kamu. Forgive yourself first before you fix everything. Okay?"

Tidak ada jawaban. Irene hanya termangu dengan tatapan kosong. Bahkan usapan Wendy di puncak kepalanya, tak membuat keadaan hatinya membaik. Karena justru yang diucapkan oleh Paman Malvine adalah yang tersulit. Alasan mengapa Irene hanya dapat terus menyalahkan dirinya adalah karena ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri.

SINGULARITYWhere stories live. Discover now