D-11; Bad Blood Between Nadeans

995 174 51
                                    

Kamis, 18 Februari 2020.


Hari ini berjalan sebagaimana semestinya.

Irene yang telah ceria kembali dan Suho yang masih terus mengumpati diri, telah pulang ke Indonesia dan sedang mengikuti perkuliahan mereka di kelas masing-masing.

Jennie pun demikian, meskipun wajah manisnya terlihat sendu. Sedangkan Naya belum menampakkan diri, ia masih dirundung kesedihan yang mendalam. Ditambah lagi, ia harus menjaga kakaknya yang sedang stres berat. Sana pun sedang mengikuti kelasnya dengan tentram, walau tampak sorot sayu dalam iris matanya.

Beralih ke gedung yang berbeda, Marvel tengah fokus mendengarkan penjelasan dosen di depan, meskipun jiwanya tak benar-benar berada di sana. Di laboratorium, ada Junot yang sedang berbahagia karena sahabatnya sudah kembali dari masa bolosnya, Theo. Keduanya sibuk membedah cadaver—mayat manusia yang diawetkan, dengan memperhatikan prosedur yang sudah diberitahukan dosen sebelumnya. Theo masih seperti biasa, wajahnya tetap datar dengan tingkah dingin yang membuat orang lain di sekitarnya merasa segan.

Lalu, Vier di kelasnya pun lancar-lancar saja. Ia masih dapat membagi waktunya untuk berkuliah, berorganisasi, part-time di bengkel, dan sesekali menghabiskan waktu bersama Jennie-nya.

Semuanya akan berjalan baik-baik saja; aman, damai, dan tentram. Apabila sore itu, sepasang adam yang pada tubuhnya mengalir darah yang sama, tak saling bersinggungan.

Mereka tak sengaja beririsan di salah satu lorong panjang Fakultas Kedokteran. Marvel baru menyelesaikan perkuliahannya dan bergegas menuju gedung fakultas Sana—ingin mengajak gadis itu ke apotek bersama. Sedangkan Theo yang terlambat menyelesaikan hasil penelitian, berencana mengumpulkan miliknya ke ruangan dosen. Sehingga, keduanya saling berpapasan sekarang.

Baik Marvel dan Theo tak ada yang berniat untuk menyapa lebih dulu. Sebenarnya Theo sudah menyadari keberadaan sepupunya itu—bahkan dari kejauhan sekali pun, tetapi ia memutuskan untuk tak menggubris sama sekali. Sebab berdasarkan pengalaman selama ini, percakapannya dengan Marvel tak pernah berakhir dengan baik. Lagipula, suasana hatinya sedang tak tepat untuk diajak bergelut.

Di sisi lain, awalnya Marvel tak mengindahkan Theo. Namun melihat keangkuhan sepupunya yang langsung melengos sesaat mata mereka bertemu, membuat Marvel spontan mendengus. Ia lantas membenarkan posisi tasnya yang tersampir di salah satu bahu, dengan bibir yang menipis karena menahan amarah.

Marvel masih mencoba menahan diri. Tetapi, saat Theo tetap tak menganggapnya ada dan melewatinya dengan kedua tangan berada di dalam saku serta raut tak bersalah di wajah, hal itu berhasil memancing habis kesabarannya.

Otomatis ia berbalik dengan cepat dan berseru sinis, "So, you kissed her, huh?" tanyanya, sengaja menggunakan nada yang luar biasa menyebalkan. Berusaha memancing balik pemuda tak berhati di hadapannya yang langsung berhenti melangkah, tetapi masih enggan berbalik badan.

Marvel terkekeh sinis, ia kemudian bertepuk tangan berkali-kali untuk sepupunya itu. "Woah, I know you're a jerk, but I don't know you're that jerk, Matheo Joseva Nadean," sambungnya, makin menjadi-jadi.

Kala terdengar hembusan kasar dari bibir Theo, Marvel kira dirinya telah berhasil membuat pemuda itu kesal. Ia pun langsung bersiap-siap untuk perkelahian yang akan terjadi.

Tetapi, ternyata dugaannya keliru. Theo justru kembali melanjutkan langkahnya tanpa beban. Marvel lagi-lagi mendengus panjang, ia mengusap kasar balik lehernya beberapa saat. Rahangnya mengeras sebelum kembali berkata dengan suara tajamnya, "You're the most ruthless person I've ever met, Theo. Why you kissed Irene? Kenapa lo dengan kejamnya memberikan harapan palsu ke dia? Lo dengan brengseknya melambungkan hatinya tinggi-tinggi untuk lo jatuhkan di kemudian hari. Kenapa lo justru cium dia, di saat lo bahkan nggak punya rasa buat dia?" gertak Marvel, mengeluarkan sepersekian dari isi hati dan pikirannya beberapa hari ini.

SINGULARITYHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin