D-28; The Opposite Couples

2.2K 342 19
                                    

Senin, 1 Februari 2020.


"Makasih banyak, loh, gue nggak nyangka sama sekali kalau hadiah kalian benar-benar..." Irene memelankan suaranya dan memajukan badan, "Kondom."

Jennie dan Naya yang sedang membereskan perlengkapan langsung terbahak di bangku masing-masing. Iya, keduanya benar-benar memberikan benda keramat itu sekaligus sebuah tas keluaran Prada.

"Lo kira kita bercanda, Rene?" tanya Naya.

Irene menggangguk berkali-kali. "Iya, lah! Gue nggak nyangka kalau kalian beneran segila itu."

Jennie mengangkat bahunya santai. "Yeah, nyatanya kita segila itu," gumamnya sarkastik sebelum kembali tertawa.

"Cuma Sana yang bisa dipercaya. Dia kasih gue syal rajutannya sendiri, loh," tutur Irene dengan wajah gembira.

"Ketebak. Because she is the normal one among us," sahut Jennie, mulai melangkahkan kaki keluar.

"By the way, lo semua udah liat keluaran Fendi terbaru, belum?" tanya Naya, ikut membuntuti Jennie.

Jennie sontak menjetikkan jari. "Ah, gue udah liat! It's so cool! Mau beli nggak nanti? Biar bareng ke store-nya," usul Jennie cepat.

Naya balas mengangguk antusias. Kemudian keduanya menoleh pada Irene yang membisu dan tengah memandang lurus ke depan.

"Gimana, Rene? Ikut, nggak?"

Irene tidak menjawab pertanyaan Naya. Ia memicingkan mata, sebelum dengan panik menoleh kepada Naya dan Jennie.

"Kalian duluan aja, ya. Ada hal yang harus gue urus sebentar," ujarnya. Tanpa menunggu jawaban, kedua tungkai kakinya sudah berlari menjauh, tampak mengejar seseorang.

Naya dan Jennie mengernyit bingung. Namun segera mengerti saat mendapati siapa sosok yang dikejar-kejar oleh Irene.

"Hm... Pantesan aja langsung kesetanan. Temen lo tuh, Nay!" cibir Jennie.

"Dasar budak cintanya Theo," gumam Naya sembari menggeleng prihatin.

Di sisi lain, Irene masih terus mengejar sosok Theo yang berjalan tenang dari Fakultas Teknik. Sepertinya baru saja menemui Javier. Mereka memang saling berkegantungan, mengingat Javier adalah ketua Badan Eksekutif Mahasiswa dan Theo adalah wakilnya. Irene sangat bersyukur Javier merupakan mahasiswa Teknik Mesin—yang gedung fakultasnya berhadapan dengan gedung Fakultas Kesehatan dan Psikologi, sehingga Irene sering melihat Theo wara-wiri di sekitar sini. Mengingat gedung Fakultas Kedokteran dari fakultasnya dihalangi gedung yang menaungi Fakultas Hukum serta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

"Theo!" panggil Irene saat jarak mereka tak begitu jauh lagi.

"Theo!" serunya kembali. "Matheo Joseva Nadean!"

Namun yang dipanggil tak bergeming dan tetap melangkah dengan tenang.

Irene sampai harus menghalangi jalan Theo terlebih dahulu agar pemuda itu mau berhenti. Dari sorot mata Theo, Irene tahu jika pemuda itu mendengar panggilannya. Hanya saja malas untuk sekadar menoleh dan berurusan dengan dirinya. Irene rasa, Theo pun tahu inti pembicaraan yang akan ia katakan, karena laki-laki itu tampak jengah—atau memang selalu seperti itu.

"Kenapa kamu nggak datang kemarin? Udah aku tunggu-tunggu, tahunya tetap nggak datang-datang juga."

"Gue nggak nyuruh lo untuk nunggu."

Suara datar itu menjawab tanpa menatap balik, justru sibuk melihat jam tangannya.

Irene berkacak pinggang, wajahnya mulai memerah menahan emosi. "Tapi kan aku udah ingatin kamu untuk datang dari seminggu lalu. Apa susahnya sih luangin waktu beberapa jam aja untuk datang ke pestaku?!"

SINGULARITYWhere stories live. Discover now