D-15; One Afternoon With Her

1.7K 279 105
                                    

Kejutan! Hehehe, sebenernya mau aku post di hari Minggu besok, tapi akhirnya chapter yang sampai 8.500 words++ ini aku bagi dua dan bagian pertamanya aku post duluan hari ini. Selamat menikmati.

Minggu, 14 Februari 2020.


Jarum jam menunjukkan pukul dua belas tepat, ketika Matheo Joseva Nadean masih berdiri kaku di depan sofa yang ditiduri oleh Keana Irene Azura. Kedua tangan berada di dalam saku piyama, dengan sepasang manik mata gelapnya tetap mengawasi gerak-gerik tunangannya itu yang masih memejamkan mata dan tergeletak lemas. Tak perlu mendekat untuk dapat mencium samar-samar aroma soju yang menguar dari mulut gadis itu.

Theo lantas berdecak. Ia gundah sekarang. Ia dilema, antara mengembalikan Irene ke rumahnya pada tengah malam seperti ini atau justru membiarkan gadis itu menginap semalam dan tidur di kamarnyasedangkan ia harus mengalah tidur di sofa. Selagi berpikir mana yang akan ia pilih, Theo terus mengumpati Marvel sedari tadi. Tanpa henti. Sepupunya satu itu memang senang sekali memancing keributan dengannya. Oleh karena itu, Theo kadang jengah dan malas menghadapi segala tingkah Marvel Joseva Nadean. Awalnya saja, Theo hendak mendiamkan segala panggilan Marvel di luar apartemennya, mencoba kembali berkutat dengan buku-buku tebal kedokterannya. Tetapi ia masih memiliki iba, apalagi lelaki itu datang di larut malam sehingga Theo mengira bahwa memang ada keperluan yang mendesak.

Dan rupanya, memang amat mendesak. Oh ayolah, ini baru pertama kalinya bagi Theo melihat Irene mabuk seperti ini. Selama Theo mengenal Irene, gadis itu tak pernah menyentuh minuman beralkohol.

Tetapi tetap saja, Theo benar-benar jengkel setengah mati. Apa gunanya Marvel memiliki otak cerdas jika tidak dapat mengingat di mana letak rumah Irene? Jelas-jelas Paman Malvine pernah membawanya dan Marvel ke sana untuk berjumpa dengan Paman Kaimeskipun ia tahu bahwa kejadian itu sudah terjadi kurang lebih setahun yang lalu. Theo yakin, sepupunya itu sengaja mengerjai dirinya. Membuat Theo kini harus berjuang menghadapi seorang gadis mabuk yang entah akan berbuat macam apa padanya. Sebab saat waras saja, tingkah Irene sudah mampu membuat kepalanya pening luar biasa, bagaimana jika mabuk?

Tetapi segala pikiran negatif Theo tersebut tak terjadi, meskipun selama sejam kebersamaan mereka telah berlangsung tengah malam itu. Irene masih tidur dengan nyaman di atas sofa, kini sedang meringkuk-meskipun tubuh mungilnya telah dibalut selimut hangat. Sedangkan Theo berada di sisi sofa yang lain, sibuk membaca habis buku berhalaman ribuan di pangkuannya.

Saat ini, hanya terdengar merdunya suara lembaran buku yang dibalik perlahan bercampur dengan lembut dan tenangnya napas Irene yang teratur.

Theo tersenyum, begitu tipis hingga sepertinya sang empunya sampai tidak menyadari bahwa ia baru saja mengukir lengkungan di wajah. Theo merasa lucu pada kenyataan bahwa Irene tak kuat alkohol sama sekali. Sebab dari yang Marvel jelaskan padanya tadi, Theo menyimpulkan bahwa gadis itu hanya menenggak segelas soju, tetapi efeknya sudah sampai separah ini.

Theo menipiskan bibir saat kepala Irene bergerak sehingga beberapa helai rambut gadis itu berhasil menutup wajahnya. Jemari Theo yang awalnya sibuk membolak-balikkan buku, kini terangkat untuk menyingkirkan helaian itu dan menyelipkannya di balik telinga Irene. Ia tersenyum miring begitu wajah Irene tak terhalang apapun lagi.

Untuk beberapa saat, sepasang manik mata gelap dan dingin Theo itu berubah lembut kala menatap raut tenang Irene. Ia bahkan tidak sadar bahwa telah menganggurkan bukunya cukup lama. Ia akui Irene tampak cantik malam ini, dengan gaun abu-abu selutut yang memamerkan bagian leher dan bahunya dengan jelas. Bibir kemerahan, alis natural yang terbentuk rapi, hidung bangirnya, sampai gurat-gurat semu di kedua pipi yang terlihat samar-samar melengkapi penampilan gadis itu. Tetapi bukan itu yang membuat Theo sampai tak bisa mengalihkan pandang dari tunangannyayang disebutkan sebelumnya hanya faktor pendukung. Karena Theo justru terpukau pada damainya wajah Irene saat ini. Ia betul-betul memfokuskan netranya, tak menyia-nyiakan kesempatan kali ini.

SINGULARITYWhere stories live. Discover now