D-14; His Confusion and Anger

1.9K 284 170
                                    

Senin, 15 Februari 2020.


D-14.


Irene menempelkan sticky note itu pada dinding, di bawah sticky note sebelumnya yang sudah terlewat harinya dan penuh dengan tulisan tentang perbuatan-perbuatan baik yang telah diperbuatnya di hari yang bersangkutan. Irene tertawa geli kala manik matanya menangkap kertas bertuliskan "D-15" yang kosong melompong, sebab Irene merasa tak berbuat hal baik apapun semalam. Justru ia melakukan sebuah dosa—but it was a beautiful sin.

Even it was only a kiss between them, it was still a sin, right?

"ARGHHHHHH," teriak Irene semangat, ia berlari kesana-kemari mengitari tiap sudut kamar, berikut kedua tangan menutupi wajahnya yang merona, kala memorinya memutar kembali kenangan itu dalam ingatan.

"GUE NGGAK MENYESAL SAMA SEKALI UDAH MABUK. POKOKNYA GUE HARUS BALAS BUDI SAMA MARVEL DAN MINO!" seru Irene, kini sudah melompat-lompat di atas kasurnya yang hanya bisa pasrah.

Sekali lompatan tinggi lagi, sebelum Irene menjatuhkan dirinya terlentang di atas kasur, membiarkan tubuhnya terpental beberapa kali. Sontak sepasang matanya jatuh pada langit-langit kamar yang berlukiskan awan-awan dan apabila lampu dimatikan, maka warna biru terang akan terpancar dari gumpalan-gumpalan itu.

Kedua tangan mungil Irene menekan dadanya yang masih membuncah-buncah, merasakan detakan jantung yang berhasil menstimulus bibirnya untuk mengukirkan lengkung manis di paras cantiknya. Kantung mata yang terbentuk akibat hanya tidur beberapa jam saja pun tak memperburuk penampilannya. Ia tetap sempurna, sebab wajah cantiknya dibiaskan kebahagian yang meluap-luap.


"I bet I'm your first," ujar Theo dengan suara berat bercampur serak, kala ia menjauhkan wajah datarnya dari Irene.

Masih terbuai akan manisnya perlakuan pemuda di hadapannya, membuat Irene hanya dapat balik menatap Theo dengan bibir yang sedikit terbuka untuk menarik napas dalam-dalam. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perut dan ribuan kembang api yang meletus-letus di dalam dada Irene.

"So, this is what it feels like..." lirih Irene dengan suara tercekat.

Theo menyapukan ibu jarinya pada bibir kemerahan Irene. "Remember this, Irene. Only my lips on your lips, no one else can," ujarnya yang menjurus menjadi sebuah perintah.

Irene tersenyum hingga kedua matanya membentuk pelangi, "Why?" tanyanya dengan sejuta harapan membendung.

Theo menjawab cepat dan lembut. "Because, you're my fiancee."

Irene mendengus begitu mendengar jawaban yang tak sesuai dengan harapannya. Ia kira pemuda itu akan menjawab, "Because I love you, Irene." Kenyataannya, tidak. Namun, apa yang bisa diharapkan dari seorang Matheo Joseva Nadean? Bahkan hanya dengan perlakuan dan jawaban sederhana dari pemuda itu sudah dapat meyakinkan Irene bahwa usahanya telah berhasil. Ini semua sudah cukup baginya.

Kini Irene tergelak, ia memandang Theo dengan mata binarnya, "Yes, Theo, only your lips on my lips, no one else can."


Irene masih sibuk dalam lamunannya kala pintu kamar diketuk oleh sang kepala asisten rumah tangga. Ia spontan menoleh cepat untuk mendapatkan Ma'am Sunny sudah berdiri dengan pakaian rapi bernuansa hitam di depan kamarnya.

"Nona?" panggil wanita itu dengan senyum manis.

Irene mengerjapkan mata, lalu memiringkan kepala heran, "Loh? Ma'am mau kemana? Kenapa pakaian Ma'am rapi banget?" Ia bertanya, tak menyangka bahwa wanita itu akan terkejut karenanya.

SINGULARITYWhere stories live. Discover now