D-10; Their Childish Side

1K 168 42
                                    

Jumat, 19 Februari 2020.


Irene terbangun kala Ma'am Sunny menyingkap tirai jendela dan pintu kaca yang memisahkan kamarnya dengan area balkon. Ia lantas menggeliat di atas tempat tidur sembari merentangkan kedua tangan dan tubuhnya. Ia sedang mengucek mata, ketika wanita itu menghampirinya dengan senyum hangat.

"Selamat pagi, Nona Irene. Bagaimana tidur Nona semalam?"

Irene balas tersenyum. Ia mengangkat tubuhnya hingga terduduk tegak di atas kasur. "Sangaaat nyenyak. Senang rasanya kembali bermesraan dengan kasurku ini, Ma'am," jawabnya riang.

Rupanya bahagia Irene menular pada Ma'am Sunny. Wanita itu lantas maju beberapa langkah untuk mendekap Irene sesaat. Ia telah menganggap gadis itu seperti anaknya sendiri—mengingat umurnya yang telah menginjak kepala empat. Ia seperti ikut membesarkan gadis itu sejak dalam kandungan, ketika ibunya meninggal dunia, juga kala ayahnya ikut menyusul ke surga.

Ia selalu ada di dekat Irene. Melihat dan memantau perkembangan gadis manis, kuat, riang, dan positif itu dengan mata kepalanya sendiri. Selama ini, ia kira dirinya tahu apapun tentang gadis itu—lebih dari semua orang di dunia ini. Tetapi, rupanya ia keliru, setelah mengetahui cerita singkat yang ia dengar dari Tuan Kai pagi ini.

Bagaimana bisa ia tidak sadar jika Irene tak benar-benar amnesia selama dua tahun belakangan? Ia benar-benar tidak habis pikir. Apakah mereka yang kurang peka atau justru Irene yang terlalu lihai bersandiwara?

"Ada apa, Ma'am?" tanya Irene bingung, saat melihat wajah murung Ma'am Sunny.

Wanita itu menggeleng pelan. Namun diam-diam, Irene sadar bahwa kepala asisten rumah tangga itu telah mengetahui semuanya. Lantas Irene tersenyum lebar, seakan memberi petunjuk bagi wanita itu bahwa ia baik-baik saja.

"Maaf, selama ini saya mengira sudah mengenal Nona secara luar dan dalam. Tetapi, rupanya saya salah. Saya tidak banyak tahu tentang Nona, padahal saya sudah bersama Nona Irene sejak Nona masih dalam kandungan," ujarnya, dengan raut bersalah.

Irene terkekeh geli. "Nggak apa-apa, Ma'am. It's okay. Itu artinya, aku harus jadi aktris selekas graduation nanti," balasnya bercanda, tak mau bergumul dengan air mata kembali.

Mau tak mau, Ma'am Sunny ikut tertawa dan mengangguk setuju. "Saya dukung Nona. Akting Nona benar-benar mumpuni, bahkan aktris drama Game Development Girls pun kalah dibandingkan Nona," timpalnya, membuat tawa Irene semakin keras.

"Oh ya, Ma'am!" serunya tiba-tiba. "Apa sarapan pagi ini? Cacing di perutku udah mulai konser Rock n Roll di dalam," celetuk Irene, seiring menjauhkan tubuh mungilnya dari tempat tidur berukuran Queen yang bernuansa merah muda dan ungu dengan selimut bercorak Lotso.

"Astaga, saya sampai lupa. Kami sedang menyiapkan sarapan untuk Nona," pekik Ma'am Sunny panik. "Maaf, Nona, saya harus kembali ke dapur. Nona bisa bersiap-siap terlebih dahulu, kebutuhan Nona sudah saya siapkan. Permisi," ujarnya menunjuk ke satu arah, lalu mengundurkan diri begitu saja.

Irene tak lupa meneriakkan terima kasih pada wanita itu, sebelum melangkah menuju jendela dan menyentuhkan jemarinya pada lapisan kaca yang menghangat—akibat terkena sinar mentari yang berusaha menyelinap masuk ke dalam kamar.

Wajah Irene kini turut terbiaskan cahaya matahari. Namun, ia tak mengelak. Ia justru menutup mata beberapa saat, merasakan hangat yang diberikan oleh sang surya secara cuma-cuma.

Sepasang netranya terbuka perlahan, seiring iris kecokelatannya menatap lekat-lekat pemandangan di luar sana, yaitu halaman belakang rumah megah yang dimiliki oleh Paman Kai dan Bibi Krystal. Kolam renang di sisi kiri, sedangkan di sisi kanan terdapat lapangan hijau terawat yang biasa dipakai oleh Paman Kai untuk bermain golf atau digunakan Bibi Krystal untuk latihan memanah. Bahkan katanya, sebelum kuda kesayangan Paman Kai mati—seingat Irene, bernama Nini—lapangan itu juga sering dipakai untuk berkuda.

SINGULARITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang