D-26; Take His Present

1.7K 310 33
                                    

Rabu, 3 Februari 2020.


"Silakan masker dan tisu gratisnya. Satu orang satu, ya," seru Irene di depan pintu masuk kantin. Tangannya sedari tadi sibuk mengulurkan tisu dan masker pada para mahasiswa yang lewat dengan senyum lebar di wajah—meskipun bibirnya sedikit pucat. Begitu pula halnya dengan Naya, ia ikut memberikan dengan penuh sukacita, sekaligus modus dengan beberapa mahasiswa tampan yang lewat sedari tadi.

Sikap keduanya amat berbanding terbalik dengan Jennie Sharlotte. Sejak Irene meminta bantuan kepadanya dan Naya—Sana tidak bisa ikut serta karena sedang menjaga toko obat, ia terus bersungut-sungut. Benar-benar malas, hingga selalu mengambil tisu dan masker dengan dua jari dan memberikannya dengan tak niat, tanpa senyum di wajah.

"Rene, ngapain sih lo beli sebanyak ini? Atau lo habis dapat sumbangan, ya?" gerutu Jennie sambil menunjuk sekardus penuh tisu dan masker. Tadi masih lebih banyak lagi, karena hampir setengahnya sudah diberikan kepada teman sekelas mereka.

"Nah, benar tuh! Kenapa sih, Rene?" Naya menimbrung, "Tadi di kelas lo belum sempet cerita."

Irene lantas meringis. Ia memutuskan untuk melayani sekumpulan laki-laki terlebih dahulu sebelum menjawab.

"Tadi di depan kampus, gue lihat kakek-kakek bawa dua kardus tisu sama masker. Sampai bungkuk-bungkuk, Jen. Kan gue kasihan, jadi gue beli aja semuanya," ujar Irene menjelaskan.

"Oh, that's so sad," lirih Naya dengan bibir melengkung ke bawah.

Sedangkan Jennie justru terdiam, tampak berpikir. Namun tak berapa lama kemudian, gadis itu tiba-tiba memekik cukup kencang.

"Ayo, semangat! Irene, Naya, semangat-semangat! Masih banyak yang harus dikasih!"

Irene dan Naya melirik Jennie dengan heran. Apalagi saat melihat perubahan pada wajah gadis itu yang sekarang tampak lebih ramah.

"Dia kenapa, Rene?" tanya Naya, mengedikkan dagu pada Jennie.

Irene menggeleng pelan, "Nggak tahu, Nay." Ia memutuskan untuk tak ambil pusing dengan kelakuan aneh temannya itu.

Kemudian ia meraih botol minum Naya dan meneguknya kalap sampai tak bersisa. Membuat sang empunya langsung merengek sedih.

"Irene!!! Cepetan!!! Ganti!!!" titah Naya penuh penekanan dan tanpa penolakan.

Namun tak ditanggapi, karena Irene sudah menghampiri Jennie dan lanjut membantu gadis itu.

"IH, IRENE!!!" pekik Naya gemas.

"Heh, cabe-cabean!" seru seseorang entah pada siapa.

Irene dan Jennie tidak merasa, namun Naya langsung menoleh dengan wajah geram karena sudah begitu hafal akan suara menjengkelkan pemuda itu.

"Apa lo?!" pekik Naya lagi, menarik atensi Jennie dan Irene.

"Eh? Ternyata lo, Jun!" seru Irene otomatis.

Junot balas tersenyum pada Irene, namun kembali menoleh pada Naya yang tengah menatapnya penuh kebencian.

"Sst... Jangan berisik!" tegurnya. "Suara lo gede banget, ngalahin gajah tau!"

Naya sontak berkacak pinggang. "Enak aja! Ngaca, dong! Lo kalau ngomong juga ngalahin paus!"

"Hah?" Junot melongo. Tak begitu lama, karena setelah itu ia menghampiri Naya, meninggalkan Javier di belakangnya yang hanya memperhatikan dalam diam. Dengan gemas, ia menjitak kepala gadis itu tanpa ampun. Wajahnya benar-benar prihatin.

SINGULARITYWhere stories live. Discover now