2

12.4K 1.1K 22
                                    

Confusion
•﹏•



Jimin nyaris mematahkan pensilnya karena terlalu erat saat menggenggam. Matanya melirik jam weker yang menunjukkan pukul 11 malam. Min Yoongi pulang setelah kalimat itu terlontar, bahkan pria pucat itu pergi tanpa sepatah kata.

Bibir bawahnya mendorong bibir atas, bahunya lemas, hidungnya perih. Jimin siap menangis dalam hitungan detik. Dia menyesal tidak jujur sejak awal. Jika sudah begini, siapa yang harus disalahkan?


•﹏•


Bagi Kim Taehyung sahabat adalah segalanya, maka ketika pagi itu dia mendapati Jimin duduk lemas dengan mata sembab Taehyung dengan terburu segera menghampiri karibnya tersebut.

"Hei, kau kenapa?" Taehyung bertanya setelah berhasil mengusir Mina yang duduk tepat didepan Jimin. Merangkum kedua pipi mochi sahabatnya yang tampak memerah.

Jimin menggeleng pelan, tapi sorot matanya jauh dari kata baik-baik saja. Jimin siap menangis jika bel tanda masuk tidak berbunyi.

"Istirahat nanti ceritakan semuanya padaku."


•﹏•


"Itu memang salahmu yang tidak jujur sejak awal." Jungkook berkomentar santai sambil memakan kentang gorengnya setelah mendengar cerita Jimin tentang kejadian semalam. Tidak semua kok, Jimin cukup tahu malu untuk tidak membongkar privasinya sendiri jika sedang berduaan dengan Yoongi.

"Jungkookie!" Taehyung mendesis sebab dirasa ucapan kekasihnya itu keterlaluan, meski Taehyung akui semua itu benar. Lalu, dia beralih pada Jimin yang sejak tadi murung. "Aku yakin Yoongi Hyung tidak akan marah. Mungkin dia hanya terkejut saja, nanti juga baik sendiri."

"Kalau dia tidak marah kenapa dia pergi begitu saja?" Jimin menghela napas berat, menatap Taehyung lesu sebelum akhirnya beranjak. "Aku ke kelas duluan."

"Hei, tapi kau belum makan!" teriakan itu diabaikan Jimin. Taehyung menatap iba punggung sahabatnya itu. "Hei, Jungkook, menurutmu bagaimana?"

Yang ditanya melirik kepergian Jimin sekilas dan kembali memakan kentang gorengnya yang tersisa lima batang. "Wajar kalau Yoongi Hyung marah, dilihat dari luar saja sudah terlihat jika dia tidak suka dibohongi. Satu-satunya cara untuk penyelesaian ini, mereka harus bicara empat mata."

Sekembalinya Taehyung ke kelas, dia mendapati Jimin menelungkupkan wajah pada lengan yang terlipat diatas meja. Taehyung menghela napas kemudian duduk di kursinya sendiri. Sedetik kemudian bel masuk berbunyi, Taehyung mengulurkan tangan untuk mengelus bahu Jimin agar sahabatnya menegakkan tubuh sebab guru sebentar lagi akan datang.

Selama sisa jam pelajaran Jimin tidak aktif seperti biasa. Dia hanya diam mendengarkan dan terkadang mencatat apa yang dianggap penting, sampai Guru Cho bertanya apakah Jimin sakit karena pria manis itu tampak kuyu dan pucat.

Saat bel sekolah berbunyi menandakan jam sekolah berakhir kecuali untuk siswa kelas 12, Jungkook datang membawa bekal makanan untuk dinikmati bersama sahabat serta kekasihnya. Tatapannya penuh tanya pada Taehyung yang hanya mampu membalas dengan gelengan kepala pelan.

"Hei, Jimin~ssi, jangan terlalu dipikirkan. Aku yakin Yoongi Hyung tidak akan bisa tahan terlalu lama marah padamu." maksud hati Jungkook ingin menghibur, tapi sepertinya Jimin tidak mendengar. Si pipi bulat itu hanya melamun sambil menatap kosong ke luar jendela.

Jungkook mengedikkan bahu, menjapit telur gulung untuk disuapkan pada Taehyung yang menerima dengan setengah hati. Sahabatnya sedang sedih dan dia justru asyik bermesraan.


•﹏•


"Terimakasih tumpangannya."

"Jimin, kau yakin tidak mau kami antar sampai apartemen saja?" Taehyung menopang dagu pada jendela mobil untuk membujuk sahabatnya.

"Tidak perlu, Tae. Lagipula aku masih ada urusan. Aku mau mampir dulu."

"Hei, jangan bersikap seolah kita baru kenal, Jimin." Jungkook menyahut. "Naik dan kami akan mengantarmu kemanapun kau pergi."

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja." Jimin kembali menolak dengan halus. "Lebih baik kau segera antar Taehyung pulang sebelum hari semakin gelap. Ibunya bisa panik jika putera kesayangannya belum sampai dirumah saat makan malam."

"Jimin-"

"Aku baik-baik saja, Tae." seulas senyum tipis tersampir di lekuk bibir penuh Jimin. Dia melambaikan tangan saat Jungkook dan Taehyung akhirnya setuju untuk meninggalkan dirinya di halte bis.

Lalu ketika mobil itu semakin jauh dan tidak terlihat, wajah cerah serta senyumnya lenyap. Jimin menurunkan lambaian tangannya dan berjalan lesu meninggalkan halte. Kebiasaannya jika sedang banyak pikiran, berjalan-jalan seorang diri.

Tiba pada persimpangan jalan, Jimin berhenti dan menatap langit gelap. Disana mendung, tidak ada satu pun bintang. Membuat Jimin menghela napas berat. Dia mendadak rindu pada ibunya.

"Eomma, aku rindu.." tidak, Jimin tidak menangis. Dia hanya merasa sesak. Seandainya ibunya masih ada, dia pasti sudah merebahkan kepala di pangkuannya dan bercerita panjang lebar tentang Yoongi. Tentang perasaannya yang begitu besar pada pria itu. Jimin memang masih belia, dia bahkan masih 18 tahun, tapi masa lalu serta nasib hidupnya yang tidak biasa membuatnya dewasa. Sebab Min Yoongi adalah yang pertama untuk hatinya.

Jimin tersenyum lirih mengingat tingkah Yoongi semalam, saat pria itu dengan blak-blakan menggodanya, memeluknya, menciuminya, atau sekedar menatapnya. Dia suka, terlampau suka. Yoongi adalah musik saat dia merasa sepi, Yoongi adalah kakak saat dia ingin bermanja, Yoongi adalah kekasih yang begitu perhatian saat dia kehilangan semangat. Yoongi-nya yang begitu dia cintai dengan sepenuh hati.

"Aku merindukanmu juga, Hyung.."


•﹏•


"Kau benar-benar tidak menghubunginya?" Jung Hoseok bertanya setelah menelan kopinya malam itu.

Yang ditanya menggeleng kepala pelan, sibuk menekuri laptop dengan layar ms.word. Mengabaikan entitas sahabat sekaligus kawan satu kelas. Mereka berada pada semester 4 jurusan manajemen bisnis.

Min Yoongi sibuk menyalin sebaris kata dari buku untuk mengisi makalah, membiarkan Hoseok duduk malas sambil memakan keripik kentang yang dia bawa.

"Kau kekanakkan, Yoongi. Setidaknya kau bertanya alasan kenapa Jimin sampai berbohong padamu. Kau tidak bisa menyalahkannya begitu saja."

Jarinya berhenti bergerak. Melirik dengan sepasang mata tajam miliknya. "Kau tahu aku paling tidak suka dibohongi. Dan, dia sudah membohongiku. Enam bulan dia bungkam, sialan!"

"Lalu sekarang kau akan mendiamkannya, begitu? Membiarkannya menunggu dengan tidak pasti? Kau tahu yang dia miliki di Seoul hanya dirimu-"

"Masih ada Taehyung dan Jungkook."

Hoseok mengangakan mulutnya, mengunyah keripik dengan gemas. "Kalau kau gentle, datangi dia dan katakan secara langsung kau benci dibohongi dan sudah tidak peduli padanya. Jangan lupa katakan kalau hubungan kalian sudah berakhir sampai disini!" setelah mengucapkan serentetan kalimat penuh kekesalan itu Hoseok beranjak dan meninggalkan Yoongi menuju kamar.

Yoongi terdiam mendengar kalimat terakhir Hoseok. Dia bahkan tidak pernah berpikir sampai kesana. "Apa aku sudah keterlaluan?"


Fin!
•﹏•







GIGI
AUGUST 12, 2018

Daily LoveWhere stories live. Discover now