38

5.5K 565 43
                                    

Licence
•﹏•












Lastnight


Jimin belum bisa menjawab sesaat ketika Seojoon selesai bicara. Kakaknya bercerita kronologi pertemuannya dengan Yoongi. Tidak, Seojoon tidak sepenuhnya jujur sebab Yoongi meminta menyembunyikan fakta soal lamaran yang dia minta pada ayahnya.

Seojoon menatap Jimin yang menatap kosong lantai, mengelus kepala adiknya penuh afeksi. "Kalau dia tidak serius, dia tidak akan menemuiku." kemudian menghela napas pelan, "setelah kupikir-pikir, ucapan Yoongi ada benarnya. Kita akan menghadapi masa depan masing-masing dalam artian rumah tangga. Meski aku akan tetap berada disampingmu dan membahagiakanmu, tetap saja prioritasku perlahan akan berubah. Biar bagaimana pun istriku kelak akan memiliki atensiku lebih dari siapa pun."

"Maaf," ujar Jimin lirih. Dia mendadak merasa bersalah. Merasa sudah menghalangi kebahagiaan kakaknya, dan membuatnya kerepotan.

"Jangan meminta maaf, ini sudah tugasku. Aku setuju untuk kali pertama sebab dia benar-benar membuatku terkejut. Jika dia membual dan menyakitimu suatu hari nanti, kau hanya perlu mengadu padaku, akan kupastikan si pucat itu menyesal seumur hidup."

Jimin tertawa kecil, menganggukkan kepala sebelum menghambur ke pelukan sang kakak. "Terimakasih, Hyung. Tapi, kurasa aku belum bisa menerimanya meskipun aku masih terlalu menyayanginya."

"Jalani saja, jangan terburu-buru. Hyung tidak mau kau menyesal pada akhirnya. Hyung paham ini yang pertama untukmu, setidaknya Hyung tahu kau banyak belajar atas semua yang terjadi. Kau sudah melakukan yang terbaik dan sekarang tugasmu adalah mencoba mengerti apa yang hatimu mau. Hyung tidak akan ikut campur terlalu jauh, entah kenapa Hyung untuk kali pertama percaya. Yoongi mungkin tidak terlalu baik, tapi dia berusaha memberikan yang paling terbaik. Sebuah tawaran, Jiminie."

Jimin sedikit mendongak, mengintip wajah kakaknya dari bawah dagu. Kakaknya tampak berpikir. Seperti menimbang apakah dia harus mengatakannya atau tidak.

"Jujur saja, Hyung selalu takut kau dekat dengan seseorang. Alasan Hyung posesif karena Hyung takut orang yang dekat denganmu akan berbalik mencemooh, membenci, kemudian menjauhimu setelah tahu tentang trauma yang kau alami. Tapi tidak dengan Yoongi. Mungkin awalnya dia pun pergi menjauh, tapi setelah tahu alasannya aku menjadi sedikit lega. Setidaknya, ada satu diantara sekian banyak orang yang tulus menerima keadaanmu bahkan ingin menyembuhkanmu. Itu salah satu pertimbanganku." Seojoon menatap langit malam, tangannya mengelus kepala Jimin. "Jika Yoongi memang benar-benar ingin menjagamu, setidaknya Hyung lebih tenang berada di Jepang sana."

"Maafkan aku ya, Hyung. Aku pasti selalu merepotkanmu." suara sendu itu menarik atensi Seojoon. Lelaki itu tersenyum, kemudian mengecup pucuk kepala adiknya.

"Kau tidak salah, Jiminie. Kau justru membuat Hyung bangga karena kau mau melawan traumamu." senyumnya semakin lebar ketika ponsel dimeja berkedip-kedip, menampilkan sebuah nama dan foto wanita cantik.

Jimin yang melihat pun melirikkan mata, "kenapa tidak diangkat?"

"Nanti saja, Hyung ingin habiskan waktu bersamamu."

"Eum.. Kalau boleh tahu itu siapa, Hyung? Kenapa ada gambar hatinya?"

Pertanyaan polos adiknya membuat Seojoon gemas. Dia kemudian meraih ponsel dan menunjukkan sebuah foto seorang wanita cantik berpipi tembam dengan rambut panjang hitam sepunggung tengah tersenyum begitu manis ke kamera.

"Ini Nana, calon kakak iparmu."

Jimin berkedip-kedip polos, lalu sedetik kemudian memekik kecil sambil merampas ponsel Seojoon. "Kakak ipar?!" ulang Jimin masih belum percaya.

Daily LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang