36

5.3K 579 35
                                    

Boy in Luv
•﹏•











Lalu kemudian waktu berlalu. Jimin menyimpan banyak pertanyaan dikepala tepat ketika dia melihat Yoongi mengekori Seojoon di bandara. Namun, secara tiba-tiba Jimin ingat jika ayah Yoongi pun tinggal di Jepang, maka jika mereka tidak sengaja bertemu itu mungkin saja.

Yang Jimin herankan, kenapa Seojoon yang biasanya menolak sebuah bantuan kali ini menerima? Jimin khawatir jika Yoongi menyogok atau memaksa kakaknya agar mau diajak kompromi.

Yah, Jimin tidak tahu saja kalau semua itu memang sudah diatur sedemikian rupa.

Seojoon bahkan betah mengobrol ditaman belakang bersama Yoongi setelah mereka makan siang bersama. Jimin ingin menyela, ingin mengusir, tapi dia takut kakaknya akan mengomel. Dia tidak mau merusak momen, karena kakaknya mulai jarang menengok dirinya, entah memang sibuk atau ada alasan lain.

Jimin masih betah berdiri dibalik tembok, mengintip sekaligus mencuri dengar percakapan dua orang itu, sampai pada akhirnya Yoongi beranjak setelah menerima telpon.

"Maaf, Hyung, aku harus pergi. Rekan kerjaku diagensi membutuhkanku."

"Apa besok kau sibuk?" Seojoon menimpali tanpa basa-basi.

"Aku kuliah pagi dan siangnya bekerja. Mungkin senggangku saat makan malam. Ada apa?"

Jimin segera beranjak dari tempat saat Yoongi dan Seojoon memasuki rumah, berlari kecil menuju sofa dan berpura-pura sibuk dengan acara kartun di televisi tanpa menutup telinga.

"Makan malam disini kalau begitu. Kalau tidak keberatan, masih banyak yang ingin kubicarakan."

Yoongi melirik pada Jimin yang tampak fokus pada layar televisi, kemudian menatap Seojoon lagi. "Akan aku usahakan."

"Jiminie," panggil Seojoon yang direspon pemilik nama dengan tatapan sok polos.

"Ya, Hyung?"

"Yoongi mau pergi, antar dia sampai depan. Hyung ingin mandi."

Jimin mengernyit tidak suka, berniat protes tapi Seojoon lebih dulu memelototinya. "Hati-hati, Hyung, nanti bola matamu menggelinding." ujarnya sambil lalu.

"Hei!" Seojoon menatap punggung adiknya yang berjalan menuju pintu keluar, mendengus tidak percaya. "Astaga, apa benar dia adikku? Kemana sikap manisnya yang selalu membuatku rindu?"

Yoongi terkikik. "Kau tahu, Hyung, dia selalu seperti itu padaku sejak pertemuan kami lagi. Dia dulu juga sangat manis, tapi adikmu yang seperti ini justru menurutku semakin manis."

"Dasar bocah! Sudah sana pergi! Dan, jangan coba macam-macam, aku mengawasimu dari dalam. Aku hanya ingin membuktikan apakah adikku masih menyukaimu atau tidak."

"Kenapa begitu?" Yoongi bertanya dengan alis menukik.

Kedua bahu Seojoon mengedik santai. "Kalau tidak dia akan kujodohkan dengan lelaki lain, tentu saja."

"Hei, Hyung, kau sudah berjanji akan membantuku kenapa-"

"Begitu saja sewot." cibir Seojoon. "Kau pikir aku akan semudah itu berkata iya meski pun kau sudah meminta restu pada orang tuamu? Aku 'kan juga perlu pertimbangan dari adikku. Itu baru adil."

"Hyung-"

"Pergi sekarang atau aku benar-benar akan menjodohkan-"

"Baiklah-baik. Aku pergi. Sampai besok, Hyung!"

Yoongi melangkah keluar rumah, disambut Jimin yang menatapnya penuh selidik dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Apa?"

Daily Loveजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें