My Boss! 1

104K 3.7K 154
                                    

"Duh! Mampus gue," gerutu gadis cantik yang kini tengah sibuk mengobrak-abrik tumpukan kertas di atas meja kerjanya. Laporan keuangan bulanan yang di minta bos tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak. Seribu alasan tidak akan mempan jika sudah di hadapkan di depan Faiz, bos tampan yang sayangnya galak dan penuh kuasa.

"Belum lo kerjakan kali, Ra. Atau belum lo print out?" Ujar Ambar yang juga sibuk membantu sahabatnya untuk mencari kertas sakral yang sebentar lagi akan di pertanggung jawabkan Aaurora di depan Faiz.

"Ngawur! Udah gue kerjain, udah gue print out juga. Cuma masalahnya tuh laporan sekarang raib! Raib, Mbar! Bisa di pecat gue sama si bos."

"Ya udah, tinggal lo print out ulang, masalah selesai." Ambar menarik kursi untuk duduk, karena sudah lelah membantu Aurora yang masih sibuk mencari laporannya.

"Sstt!" Aurora menempelkan jari telunjuknya di depan bibir "jangan berisik, deh! Ga ada waktu buat print out ulang."

Ambar menarik napasnya lalu beranjak dari duduknya. "Terserah deh! Gue mau balik ke meja dulu, takutnya si botak keliling buat ngawasin."

Aurora mengibaskan tangannya seolah menyuruh Ambar agar segera pergi. Ia bahkan mengabaikan sahabatnya itu yang sudah berjalan keluar dari ruangannya. Beruntunglah Aurora yang memiliki ruang tersendiri karena dirinya berada di bagian keuangan. Dengan wajah frustasi, Aurora meraih gelas minum yang ada di atas mejanya lalu meneguknya cepat, hingga suara berat yang memanggilnya membuat gadis itu menyemburkan airnya hingga tersedak.

"P-pak Faiz?!"

Faiz yang berdiri dengan kedua tangan dimasukkan kedalam kantong celana menatap heran Aurora yang tiba-tiba terlihat panik.

"Keruangan saya, sekarang!"

Tanpa menunggu balasan, Faiz langsung pergi begitu saja. Dengan reflek, Aurora menghembuskan nafas yang sempat ia tahan beberapa detik mendengar Faiz menyuruhnya untuk datang ke ruangan lelaki itu.

"Tumben mau repot-repot jalan kesini, biasanya juga teriak-teriak di telepon." Gumam Aurora.

Gadis itu merapikan tampilannya sejenak sebelum segera pergi memenuhi panggilan bosnya.

Pintu ruangan berplat Presdir terbuka setelah suara berat dari dalam mengizinkan masuk seseorang yang sudah mengetuk pintu. Aurora melangkah tenang dengan segala doa ia rapalkan, berharap kali ini ia terselamatkan dari amukan lelaki di depannya.

"Ada apa pak?"

Faiz masih diam, bahkan sejak kehadiran Aurora, lelaki itu masih setia menunduk membaca beberapa berkas di atas mejanya.

"Pak?"

Faiz hanya berdehem ringan hingga membuat Aurora semakin kesal. Bagaimana tidak jika ia hanya disuruh berdiri kaku di depan meja kerja bosnya lalu menatap lelaki itu sedang membaca berkas?!

"Jika tidak ada sesuatu yang harus saya lakukan, saya izin untuk kembali bekerja." Ujar Aurora lagi.

"Ini!" Faiz meletakkan berkas yang baru saja ia baca pada tumpukan map paling atas "cek kembali semua keuangan dari tiga tahun lalu hingga akhir bulan ini, cancel laporan yang sudah kamu kerjakan. Dan saya minta laporannya di awal bulan."

Aurora menatap tumpukan tinggi map di atas meja bosnya dengan horor. Sebenarnya ini kabar baik mengingat Aurora tidak perlu memutar otak untuk memberi alasan jika laporan yang sudah ia kerjakan hilang atau terselip, entahlah. Tetapi melihat alasan atas terselamatkannya Aurora dari amukan bosnya tidak membuat Aurora bahagia.

"Awal bulan, pak?" Yang benar saja! Sekarang sudah tanggal 26 berarti Aurora hanya memiliki waktu kurang dari satu minggu.

"Betul, segera bawa berkas itu keluar dan mulai kerjakan." Faiz memijit pangkal hidungnya lalu menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. "Bisa mati bosan saya melihat berkas sebanyak itu."

"Lah, saya juga dong!"

"Apa?!" Faiz menautkan kedua alisnya melihat Aurora sudah menutup mulutnya karena keceplosan mengutarakan sedikit kekesalan dalam hatinya.

"Tidak ada, pak." Dengan cepat Aurora mengangkat tumpukan berkas itu dengan susah payahnya dan bergegas pergi dari ruangan bosnya yang sudah memasang wajah garang.

****

"Lo lembur lagi, Ra?"

Aurora mendongak melihat Ambar yang berada di ambang pintu ruangannya. "Iya, bos galak ngasih banyak kerjaan. Lo pulang duluan aja gak apa-apa biar gue naik taksi."

"Ya udah gue duluan ya. Gue ada janji makan malam sama Gio."

Aurora hanya bergumam dan kembali pada pekerjaannya. Sesekali gadis itu menguap dan melirik jam tangannya. Suasana kantor yang sudah sepi membuat Aurora semakin ingin segera menyelesaikan pekerjaannya lalu pulang.

Sudah dua jam berlalu dan kini Aurora menyerah, ia tak bisa lagi menahan kantuknya. Bergegas gadis itu merapikan mejanya lalu meraih tasnya dan keluar dari ruangan. Saat hendak memasuki lift, ia berjingkat kaget ketika sosok jangkung melangkah mendahuluinya. Entah sejak kapan Faiz datang yang jelas itu cukup membuat Aurora terkejut.

"Tidak ingin masuk?"

"Eh? Iya pak." Dengan canggung gadis itu memasuki lift, berdua dalam satu ruangan dengan bosnya, gadis itu merasakan firasat buruk! Dan benar!

"Ra."

"Iya pak?" Aurora mendongak, entah mengapa ia mendadak menjadi gugup.

"Berapa umurmu?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Aurora mengerjakan matanya. "bapak tanya umur saya?"

"Bukan, umur nenekmu!" Kesal Faiz

Aurora meringis lalu dengan mantap menjawab. "Dua puluh dua tahun pak."

"Umur saya dua puluh tujuh tahun, dan saya tidak setua itu untuk kamu panggil bapak."

"Tapi bapak kan bos saya, sudah seharusnya saya panggil begitu." Jawab Aurora dengan kening berkerut heran.

"Panggil nama saja jika di luar jam kerja."

Ucapan Faiz sekaligus mengakhiri obrolan mereka karena tanpa sadar, pintu lift sudah terbuka dan Faiz melangkah pergi terlebih dahulu.

To be continued.

My Boss!Where stories live. Discover now