My Boss! 4

43.7K 3.1K 178
                                    

"Ada yang bisa dibantu pak?" Sapa seorang suster yang berjaga di meja pendaftaran rumah sakit.

Faiz yang mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku menenteng beberapa kresek rintangan kanannya sementara tangan kirinya ia masukkan kedalam saku celana.

"Pasien atas nama Laudya Aurora." Ujar Faiz tanpa basa-basi.

"Kami cek sebentar ya pak." Suster itu nampak mencari data atas nama Laudya Aurora seperti yang Faiz sebutkan

"Kamar nomor 3A, pak. Silahkan lewat lorong ini saja lurus."

Faiz mengangguk dan membalikkan badannya tanpa mengucapkan apapun lagi, namun setelah  beberapa langkah, Faiz kembali berbalik dan kembali ke tempatnya tadi. "Dia sakit apa?"

Suster itu tertegun sejenak lalu tersenyum maklum. "Dyspepsia syndrom. Saya sarankan anda tidak membawakan makanan yang bertentangan dengan sakitnya."

Faiz melirik barang bawaannya lalu meletakkan satu kantung plastik berisi buah-buahan ke atas meja. "Ini untuk kalian saja."

Nampak senyum cerah dari suster melihat betapa banyaknya buah-buahan yang di berikan oleh Faiz. "Bapak yakin ini untuk kami?" Sister itu melirik teman-temannya yang duduk di belakang.

"Ya. Dan saya bukan bapak-bapak!" Jawab Faiz tanpa sedikitpun nada ramah disana yang nyatanya tak mengurangi kadar senyum yang suster itu berikan padanya.

Mengabaikan ucapan terima kasih dari suster dan teman-temannya, Faiz kembali melanjutkan langkahnya. Menyusuri lorong menuju ruang 3A yang ternyata tidak terlalu jauh. Melalui kaca kecil berbentuk persegi yang ada di pintu, Faiz ingin memastikan bahwa yang sedang meringkuk di atas ranjang adalah Aurora.

Perlahan Faiz membuka pintu, dan kembali menutupnya tanpa menimbulkan suara yang keras, karena ia melihat Aurora yang memejamkan matanya, nampak terlelap dalam tidurnya.

Faiz meletakkan barang bawaannya ke atas meja lalu mengernyit saat melihat semangkuk bubur yang hanya berkurang sedikit. Faiz juga tak melihat makanan apapun disana selain bubur dan sebotol air minum.

"Gimana mau sehat kalau gak makan." Gumam Faiz seraya membenarkan tangan Aurora yang sedang di infus nampak tertindih oleh kepalanya.

Faiz berdecak melihat darah keluar dari bagian tangan Aurora yang di infus karena jarumnya yang sudah bergeser hampir tercabut. "Ini tidur apa pingsan sih?!"

Faiz bergegas memanggil perawat agar memperbaiki infus Aaurora. Tak lama Faiz sudah kembali bersama seorang perawat yang membawa perlengkapannya.

"Mbak." Perawat itu mencoba untuk membangunkan Aurora, karena takut jika Aurora akan kaget saat perawat kembali menusukkan jarum baru nantinya, sementara Faiz membantu untuk membersihkan darah yang tadi mengotori tangan hingga pelipis Aurora.

"Bisa minta tolong bangunkan istri anda dulu, pak? Saya akan mengambilkan bantal yang baru."

Faiz menoleh cepat mendengar ucapan perawat di sampingnya. "Istri?"

"Bukankah bapak suaminya?"

Faiz menghela nafasnya lalu mengangguk. "Calon." Ujar Faiz malas mendebat perawat yang kini sudah meninggalkannya.

"Ra, bangun." Faiz menggoyangkan pelan bahu Aurora agar gadis itu terbangun.

Aurora hanya bergumam pelan.

"Aurora."

Perlahan Aurora membuka matanya dan menyipit saat melihat Faiz yang bersidekap di samping ranjangnya.

"Pak Faiz?!"

"Berhenti menatap saya seolah saya ini hantu! Kamu ini tidur apa pingsan sih?! Sampai tidak sadar begitu jarum infus kamu lepas."

Aurora melirik tangannya dan terkejut melihat tak ada lagi jarum infus yang terpasang karena sudah di lepas, bahkan Aurora hanya melihat bekas darah di ujung bantalnya. Gadis itu merubah posisinya menjadi duduk.

"Kok bapak yang marah-marah? Ini saya sakit lho pak, dan bukan sedang di kantor."

Faiz yang kesal hanya bisa menahan omelannya dalam hati karena perawat yang tadi sudah kembali dengan banyak baru di tangannya.

"Untung calon suami mbak datang tepat waktu, jadi bisa memberi tahu kami kalau jarum infus mbak lepas," ujar perawat itu seraya menggantikan bantal Aurora.

"Calon suami?! Siapa?"

"Ini calon suaminya kan?" Perawat itu menunjuk Faiz yang berdiri menatap Aurora dengan tajam.

"Diam, Ra! Orang sakit dilarang banyak ngeluh dan ngomel." Bentak Faiz ketika melihat Aurora hendak mendebatnya lagi.

Sementara perawat di sampingnya hanya mengulum senyum melihat perdebatan keduanya.

"Mbak Aurora, saya akan mengganti infus dengan yang baru, jangan tegang ya."

"Bentar, sus!" Aurora melupakan kekesalannya pada Faiz dan terlihat jelas bahwa wajah pucat Aurora semakin pucat dan tegang.

"Kamu takut jarum?" Tanya Faiz melirik tangan Aurora yang tanpa disadari oleh gadis itu sudah menarik kuat kemeja yang Faiz kenakan.

Dengan polos Aurora mengangguk, bahkan ia menatap Faiz seolah meminta kekuatan agar lelaki itu tak jauh-jauh darinya.

"Ini tidak akan sakit, kok. Hanya sebentar, saya mulai ya."

Aurora menggeleng dan semakin menarik kemeja Faiz hingga mau tidak mau lelaki itu semakin mendekat padanya.

"Udah, jangan dilihatin jarumnya kalau takut." Faiz menggenggam tangan Aurora yang lain dan mencoba mengalihkan perhatian gadis itu.

Perlahan perawat mulai menusukkan jarumnya hingga rasa nyeri yang tak seberapa bagi orang biasa itu membuat Aurora langsung menyusupkan wajahnya pada perut Faiz dengan reflek, bahkan tangannya yang berada dalam genggaman Faiz pun sudah basah karena berkeringat.

"Ra?" Faiz mencoba menjauhkan tubuhnya untuk melihat wajah gadis di depannya saat merasakan telapak tangan Aurora yang basah.

Perawat yang sudah selesai memasangkan selang infus memberikan kapas basah yang sudah di basahi dengan alkohol pada Faiz.

Faiz yang paham pun segera mendekatkan kapas itu di depan hidung Aurora dan membaringkan gadis itu perlahan .

"Tenang, tarik nafas perlahan lalu buang."

Pemilik wajah pucat pasi itu hanya bisa menuruti perintah Faiz tanpa mendebat seperti biasanya.

"Harusnya kamu takut waktu saya marah-marah, bukan waktu di suntik begini."

Aurora hanya menyunggingkan senyum tipis dan perlahan mulai terlelap karena pengaruh obat yang tadi di suntikkan pada infusnya.

Faiz menarik nafasnya lalu membuangnya perlahan, ia bahkan mengusap keningnya yang berkeringat. Tidak pernah ia bayangkan akan berada dalam situasi seperti ini, apalagi melihat wajah pucat Aurora yang membuatnya tidak nyaman.

Sejenak Faiz berpikir, siapa yang menemani Aurora ke rumah sakit dan menenangkannya ketika akan di infus? Melihat betapa mungilnya tubuh Aurora dan nampak lebih kurus dari biasanya, Faiz merasa sedikit bersalah sudah membiarkan karyawannya lembur hingga larut hanya karena tugas darinya.

"Cepat sembuh," Faiz mengusap kepala Aurora lembut sebelum beranjak pergi dari kamar Aurora.

To be continue.

Butuh suport dari kalian untuk cerita ini. Dan kasih saran siapa yang cocok menjadi tokoh Faiz?

My Boss!Where stories live. Discover now