My Boss! 14

26.8K 2K 97
                                    

"Ara."

Merasa namanya di panggil oleh suara familiar, Aurora yang tengah berkutat mempelajari surat kuasa yang di berikan oleh Adi kepada perusahaan milik Faiz sebagai developer itu lantas mendongak mendapati sebotol minuman yang di berikan oleh Dirga padanya.

"Saya sibuk." Aurora mengabaikan pemberian Dirga dan kembali melanjutkan aktivitasnya.

Merasa tak mendapatkan tanggapan positif, Dirga memilih untuk duduk di sebelah gadis itu. Hanya ada mereka berdua di dalam tenda, karena Faiz tengah pergi bersama Pak Adi untuk mengurus suatu hal, sementara yang lain masih sibuk bekerja dengan tugas masing-masing.

"Padahal dulu kamu yang ngajarin aku buat ga dendam sama seseorang, ngajarin aku buat bersikap baik sama siapapun meski pada orang uang pernah membuat sakit hati." Dirga tersenyum tipis melihat Aurora yang mulai terusik dengan ucapannya.

"Tapi sekarang..." Dirga menatap Aurora yang sudah kembali mengalihkan perhatian padanya "...kamu gak mau temenan sama aku?"

"Bapak Dirga yang terhormat, bisa tinggalkan saya sendiri?" Ucap Aurora masih dengan egonya yang enggan bersikap baik pada Dirga.

Dirga mengabaikan sikap dingin Aurora, lelaki itu semakin bersemangat untuk berusaha membuat gadis itu kembali luluh padanya.

"Nih minum, anggap aja dari rekan kerja. Kan kita sekarang satu tim yang harus saling mendukung." Dirga meletakkan botol minuman di samping Aurora lalu beranjak dari duduknya.

"Itu jus alpukat buatanku sendiri, masih sama kayak dulu kok, Ra, kesukaan kamu." Ujar Dirga sebelum berjalan pergi meninggalkan Aurora yang kesal luar biasa.

"Sakit jiwa!" Maki Aurora seraya menarik nafasnya lalu membuangnya perlahan, mencoba menurunkan emosinya yang sempat naik.

Tingkat menyebalkan yang di miliki Dirga dan Faiz sangat berbeda bagi Aurora, jika sikap menyebalkan Faiz membuat Aurora kesal sesaat berbeda dengan sikap menyebalkan Dirga yang membuatnya ingin melemparkan mantan tak tahu diri itu jauh keluar angkasa.

Kepergian Dirga dari tenda dengan senyum tipis yang kebetulan berpapasan dengan Faiz, membuat Faiz mengerutkan kening sebelum ekspresinya berubah kesal menyadari bahwa Aurora hanya sendiri di dalam sana. Faiz mempercepat langkahnya dan langsung menghampiri Aurora yang tengah menatapnya aneh.

"Bapak kenapa?" Aurora melihat ketegangan pada ekspresi Faiz kali ini.

Faiz melirik botol jus di sebelah Aurora dan segera menyambarnya begitu otaknya bekerja cepat untuk menduga jika minuman itu pemberian Dirga karena Faiz sangat tahu bahwa Aurora tidak pernah membawa jus atau minuman lain selain air mineral.

"Saya haus." Ujar Faiz setelah meneguk habis sebotol jus alpukat yang sebenarnya sangat, sangat tidak ia sukai, bisa di lihat wajah memerah Faiz yang memaksakan untuk minum jus alpukat itu sampai habis.

Aurora menempelkan tangannya pada kening Faiz setelah lelaki itu duduk di sebelahnya. "Bapak sakit?"

Entah mengapa sentuhan fisik itu semakin membuat wajah Faiz memerah, dengan pelan Faiz menyingkirkan tangan Aurora dari keningnya.

"Kalimantan panas melibihi Jakarta, saya belum terbiasa berlama-lama kerja di lapangan seperti ini." Ujar Faiz yang beruntung bisa membuat Aurora percaya.

"Ini sudah saya periksa surat kuasa dari pak Adi untuk perusahaan kita." Aurora menyerahkan berkas itu pada Faiz.

"Ada yang perlu di revisi?" Ujar Faiz seraya membaca singkat beberapa kalimat disana.

"Saya rasa tidak." Jawab Aurora. "Boleh saya tanya sesuatu pak?"

"Hhmm?" Faiz menaikkan sebelah alisnya lalu menatap Aurora yang juga tengah menatapnya.

"Kapan balik ke Jakarta?"

Pertanyaan Aurora sontak membuat ide brilian Faiz muncul di saat yang tepat . "Setelah kamu mengajak saya jalan-jalan. Saya butuh refreshing sebelum kembali ke Jakarta."

"Jalan-jalan kemana? Saya tidak punya referensi bagus untuk tujuan jalan-jalan orang seperti bapak."

"Memangnya saya orang seperti apa?" Faiz sedikit heran dengan pernyataan Aurora juga penasaran seperti apa sebenarnya penilaian Aurora padanya selama ini.

"Eemmm...." Aurora terlihat berfikir dan menatap Faiz lekat "pak Faiz itu galak, nyebelin, bossy, kejam, bawel, terus high class, seleranya sederhana tapi nilainya fantastis. Tuh contohnya kemeja yang tiap hari bapak pakai."

Faiz menunduk mengamati kemeja biru gelap polos yang ia kenakan lalu menaikkan sebelah alisnya "memangnya kenapa dengan kemeja saya?"

"Harganya sama dengan gaji kepala divisi keuangan satu bulan, pak." Sahut Aurora malas.

Aurora tidak bodoh menilai penampilan seseorang, bukan karena Aurora perhatian dengan apa yang Faiz kenakan, hanya saja matanya terlalu jeli melihat mana barang sederhana tapi berkelas atau barang yang terlihat mahal padahal obral. Selembar kemeja Armani yang harganya bisa membuat pingsan dan biasa di kenakan oleh model fashion luar negeri itu sepertinya menjadi brand favorit Faiz mengingat hampir semua stelan kerja yang Faiz kenakan setiap hari adalah produk brand kenamaan asal Italia itu.

"Lalu apa hubungannya dengan jalan-jalan?" Faiz mengabaikan sindiran Aurora terhadap kemeja mahalnya itu, karena terlepas dari itu Faiz malah memikirkan penilaian Aurora yang lain termasuk galak, menyebalkan, bawel dan banyak hal buruk lainnya.

"Lah,emang bapak mau saya ajak makan di samping jalan? Terus ke pasar tradisional buat belanja jajan pasar, atau beli martabak terus dimakan lesehan,  mau?" Tantang Aurora karena gadis itu yakin Faiz tidak akan menyetujui ajakannya itu.

"Hhmm...boleh."

Jawaban di luar dugaan yang Faiz berikan membuat Aurora mengerjabkan matanya.

"Hah?"

Faiz tersenyum tipis lalu beranjak dari duduknya. "Pastikan nanti malam kamu mengajak saya ke tempat yang belum pernah terlintas di pikiran saya."

"Nanti malam?" Aurora membeo seraya menatap kepergian Faiz dari tenda.


TBC.

Lanjutannya nanti malam insyaallah ya, ini ngetik di sela waktu kerja 😆 do'akan nanti malam gak ketiduran .




My Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang