My Boss! 18

27K 2K 113
                                    

"Sampai jumpa satu jam mendatang, pak!"

Faiz mengangguk seraya berjabat tangan dengan klien penting dari Singapura beserta asistennya yang merupakan orang Indonesia. Setelah tamu pentingnya meninggalkan ruangan, Faiz menghela nafas lalu meraih ponselnya dengan kesal dan hendak menekan nomor seseorang yang sejak pagi sudah membuatnya emosi jika saja pintu ruangannya tidak kembali terbuka. Seseorang yang dari tadi Faiz nantikan akhirnya muncul dengan nafas terengah, berdiri tegak, menatap cemas Faiz yang sudah terlihat marah menyambutnya.

"Wah! Hebat! Bos besar kita baru datang rupanya, apa kamu memiliki zona waktu yang berbeda dari kantor tempatmu bekerja?!" Faiz menatap tajam Aurora yang terlihat pasrah.

"Maaf pak, tadi saya ketinggalan bus jadi harus menunggu bus berikutnya yang ternyata datang terlambat, jadi--"

"Jadi apa?!" Potong Faiz. "Jadi busnya yang bersalah karena sudah datang terlambat?!"

"Bukan." Gumam Aurora mencengkeram erat ponselnya seraya menunduk tanpa berani menatap Faiz. Kali ini Faiz benar-benar terlihat marah padanya.

Faiz menyugar rambutnya kebelakang dan menghela nafas berkali-kali,lalu meraih map biru di atas mejanya.

"Pelajari! Satu jam lagi kita meeting dengan Pak Wen."

Aurora mendongak dan menerima map biru pemberian Faiz lalu segera menuju meja kerjanya.

"Pak Wen?" Aurora membuka dokumen yang ada di dalam map biru seraya mengingat siapa itu pak Wen?

"Kayaknya gak asing deh."

Aurora mulai membaca profil company dan seketika ia terkejut menyadari bahwa Pak Wen yang Faiz maksud adalah Wendra Hadiyaksa, pewaris tunggal Hadiyaksa Group yang merupakan perusahaan besar dengan banyak cabang hampir di seluruh Asia Tenggara. Wendra yang berdarah Indonesia China memang memilih untuk menggunakan nama Indonesia daripada menggunakan nama Chinese dari ayahnya.

"Gila! Gue bakal bisa lihat langsung pewaris tunggal Hadiyaksa Group!" Pekik Aurora tertahan, mengingat dimana kini dirinya berada.

Aurora senyum-senyum sendiri membayangkan betapa tampannya lelaki berdarah keturunan Chinese itu, jangan salahkan Aurora jika dia memang selalu exciting jika bersangkutan dengan cogan alias cowok-cowok ganteng. Status 'single' yang melekat padanya membuat Aurora bebas mengagumi siapapun.

Sementara itu, tanpa Aurora ketahui, sejak tadi Faiz memperhatikannya dengan sebelah alis terangkat serta ekspresi kesal yang tak kunjung hilang, malah semakin bertambah saat Faiz sadar apa yang sedang Aurora lamunkan.

"Semangat, ketemu pak Wen!" Ucap Aurora dengan ceria

"Bagusss!!!"

"Astaghfirullah!" Aurora mengelus dadanya karena  suara Faiz yang membuatnya terkejut.

Faiz mendekati Aurora dan mengambil map biru yang ada di meja kerja Aurora.

"Silahkan bermimpi bisa ketemu Pak Wen!"  Ucap Faiz menatap Aurora tajam

"Hah?" Aurora yang terbengong beberapa saat akhirnya kini menyunggingkan senyum jahatnya, senyum yang Faiz tahu adalah tanda perang bagi mereka

"Jadi pak Faiz gak jadi nyuruh saya ikut pertemuan? Gak masalah sih." Aurora mengedikkan bahunya seolah tak peduli. "Jadi saya bisa makan siang sama teman-teman, yang artinya gak ada yang bisa bantuin pak Faiz memaparkan materi kerjasama, ingat kan kalau bapak adalah presiden direktur, yang berarti tidak etis jika pekerjaan asisten atau sekretaris bapak yang lakukan. Nanti apa dong kata Pak Wen? Bapak bisa saja di anggap tidak profesional."

My Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang