My Boss! 3

45.3K 2.9K 71
                                    

Faiz melongokkan kepalanya kedalam sebuah ruangan yang selalu ia lewati sebelum memasuki ruangannya. Lelaki itu melihat jam yang ada di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul sembilan pagi lebih beberapa menit. Faiz mengerutkan kening saat kembali mengamati ruangan Aurora yang masih rapi seolah menunjukkan bahwa gadis itu memang belum memasuki ruangannya hingga kini.

Faiz menutup pintu ruangan Aurora dengan rapat, yang sebelumnya terbuka sedikit, kemudian lelaki itu berjalan berlawanan arah dengan ruang kerjanya. Dengan tampang tak bersahabat, lelaki itu berjalan dengan tenang mendekati perempuan yang kini tengah sibuk dengan pulpen dan kertas di tangannya, bahkan tidak menyadari kedatangan bos besar perusahaan yang semakin berjalan mendekat ke arahnya.

Faiz berdehem, dan memasukkan sebelah tangannya kedalam saku celana, sementara tangan yang lain masih menenteng tas kulit berwarna hitam.

"Selamat pagi pak." Ucap Ambar menundukkan kepalanya, setelah sesaat mendongak ketika Faiz berdehem.

"Pagi." Jawab Faiz setengah hati, sudah bukan hal baru lagi jika Faiz memang malas untuk menanggapi sapaan-sapaan seperti ini.

"Ada yang bapak butuhkan?" Ambar melirik sekitar, melirik tim lapangannya yang tiba-tiba berdiri tegak tanpa berani bersuara, bahkan mereka menghentikan aktivitasnya masing-masing.

"Apa kamu tahu kemana Aurora? Saya membutuhkannya untuk memeriksa beberapa berkas, tapi ruangannya masih kosong."

Ambar menelan salivannya lalu menggeleng pelan, saat ini Ambar hanya merasa was-was jika kemarahan Faiz akan dilampiaskan padanya karena Aurora yang tidak masuk kerja.

"Saya tidak butuh gelengan..." Faiz menjeda kalimatnya dan melirik sejenak name tag yang Ambar pakai "Ambar. Pegawai macam apa ini?! Memberikan penjelasan pada atasan terkait masalah sepele saja tidak bisa! Perusahaan ini tidak butuh gelengan atau anggukan ketika ada yang bertanya."

Ambar menggigit bibir bagian dalamnya, akhirnya ia mengerti mengapa Aurora sangat kesal bahkan sering menyumpahi bos tampan mereka, tidak heran jika kerja rodi dari Faiz untuk Aurora membuat gadis itu hingga sakit bahkan mimisan. Lihat saja sekarang! Ambar sudah merasa hendak menangis, jika bisa Ambar ingin langsung pingsan saja di tempat daripada mendapatkan kata-kata pedas Faiz dengan ekspresi dingin itu.

"Mungkin Aurora sedang sakit, karena kemarin saya melihatnya pulang cepat dengan wajah yang pucat dan mimisan." Jelas Ambar yang bertaruh nafas ketika berusaha menjelaskan setenang mungkin.

"Sakit? Coba sekarang hubungi dia!"

Dengan tangan gemetar, Ambar meraih ponselnya, menghubungi nomor Aurora hingga pada dering pertama suara Faiz kembali membuat Ambar terkejut.

"Loud speaker!" Ujar Faiz sedikit keras, padahal jaraknya berdiri tidak jauh dari Ambar.

Tak lama panggilan Ambar di angkat oleh Aurora pada dering ketika.

"Ya, Mbar?" Suara lemah Aurora masih bisa terdengar jelas

"Halo, Ra. Lo dimana?"

Terdengar suara batuk dari seberang "di rumah sakit. Ada apa? Lo gak lagi di interogasi bos galak karena gue gak masuk kan?"

Ingin sekali rasanya Ambar menyumpal mulut Aurora dengan kertas karena selalu berkata tanpa di saring jika sudah menyangkut Faiz. Bahkan sekarang wajah Faiz sudah lebih masam dari sebelumnya.

"Ee...anu, Ra..." Ambar menatap Faiz sejenak lalu membaca tulisan yang Faiz berikan di atas kertas HVS "Lo sakit apa? Di rumah sakit mana?"

"Gue sakit menular. Sejenis virus gitu."

"Hah?! Seriusan, Ra?!" Ujar Ambar terkejut

Faiz mengerutkan keningnya dan tak bisa menyembunyikan keterkejutannya juga seperti Ambar. Mungkinkah selama ini Aurora sudah sakit? Jika ya, mampuslah dirinya karena sering berdekatan dengan gadis itu.

"Kamu jangan main-main ya! Kamu terkena H2N1 atau H2N2? Jangan-jangan selama ini kamu sudah menulari saya?!" Ucap Faiz menyahuti obrolan Ambar dan Aurora

Hening

Tak ada sahutan dari seberang hingga membuat Faiz tak sabaran.

"Halo, Aurora! Kamu dengar saya?!"

"Iya, pak. Maaf, mungkin bapak sudah tertular, sebaiknya bapak segera cek ke dokter deh, takutnya nanti--"

"Hust! Jangan ngomong macam-macam kamu! Jadi kamu terkena virus yang mana?"

Aurora tidak menjawab pertanyaan dari Faiz, bahkan gadis itu sudah mematikan panggilannya sepihak, tanpa pamit, bahkan tanpa rasa bersalah ataupun rasa takut jika Faiz bisa saja memecatnya karena sikap kurang ajarnya itu.

"Karyawan kurang ajar!" Omel Faiz seraya berjalan meninggalkan Ambar dan yang lain.

Sementara di salah satu ruang rawat inap rumah sakit, Aurora terkikik geli karena baru saja berhasil membuat bos galak itu marah, anggap saja ini sedikit pembalasan dari Aurora.

"Emang dikira gue gak tahu apa, kalau pasti Lo yang nyuruh Ambar nelpon gue? Mana mungkin Ambar berani main hp di jam kerja apalagi sepagi ini cuma karena nanyain gue kemana."

Aurora menyimpan ponselnya kembali ke atas meja uang ada di sebelahnya. Ia melirik bubur yang belum tersentuh sejak pagi itu tanpa minat. Aurora tidak suka bubur, ia ingin makan nasi tapi apa daya seorang perantauan yang jauh dari orang tua.

Dengan terpaksa Aurora memakan bubur yang di sediakan pihak rumah sakit itu sedikit demi sedikit. Ia melirik ponselnya yang berdering di atas meja.

"Ya pak?" Meski malas, Aurora tetap mengangkat panggilan dari Faiz.

Terdengar helaan nafas panjang dari Faiz "kamu di rumah sakit mana? Saya harus memastikan kalau kamu benar-benar sakit."

"Ya Allah pak, segitu gak percayanya. Saya di rumah sakit Ratu Medica, kalau bapak gak percaya boleh kok datang kesini sekalian bawakan makanan ya pak."

Seketika panggilan itu di matikan oleh Faiz begitu saja, membuat Aurora mengedikkan bahunya tidak peduli, menurut Aurora sangat tidak mungkin juga orang seperti Faiz akan mendatangi karyawannya di rumah sakit hanya untuk memastikan kebenarannya.

Aurora membaringkan kembali tubuhnya, menarik selimut lalu memejamkan mata, mencoba menenangkan dirinya untuk beristirahat.

To be continue

My Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang